malam, lontongku. kok pada tanyain aku di mana, lewat mana, atau ngajak ketemu sih? kan kita tersebar di berbagai kota. wkwkwkkwk.
aku cuma edit-edit dan post loh tong. pengarangnya kan author sebelah. serbu dia aja. wkwkw
Ngomong-ngomong tong aku kemarin ketiduran. Bangun buat makan terus tidur lagi. Wkwkwkw maapkeun
*
*
Seohyun dan Yoona berada dalam salah satu gerbong kereta menuju Seoul dari Busan. Di sebelah kaca Seohyun menerawang ke deretan panorama entah sekadar sungai, daratan hijau, sampai rumah warga. Di sisinya Yoona tertidur sembari terus menautkan jemari mereka. Sesekali Seohyun bergerak atau merenggangkan genggaman membuat Yoona tersentak kaget dan bangun, mengira mereka sudah sampai atau ada sesuatu.
"Meragukan cintamu adalah salah satu keburukan yang kuperbuat. Maaf, Eonnie. Mulai sekarang kita benar-benar berbagi kehidupan, aku akan menjadi kekuatanmu dan kau adalah pelindungku." Seohyun menoleh ke raga sang suami, kepala menyandar di pundak dan mata terpejam pulas. Dia terperingis sesaat melihat sisa saos ramen di ekor bibir Yoona kemudian mengusapnya dengan tisu.
"Kita sama-sama pernah hancur entah karena seseorang atau keadaan, tapi langit mempertemukan sekaligus mengobati dan membina kita untuk satu sama lain. Sore itu lonceng berbunyi usai janji persahabatan terucap, saat itulah seharusnya aku sadar bahwa kita memang ditakdirkan bersama. Eonnie, maafkan istrimu ini yang sempat meragukanmu."
Kereta api terus melaju hingga akhirnya mereka turun di Stasiun Seoul. Yoona dan Seohyun beranjak tapi tidak ke mansion Kwon, melainkan pergi ke apartemen yang tak jauh dari redaksi. Setelah mandi dan sarapan, mereka membereskan seluruh barang termasuk kandang Rae-O. Tidak terlalu banyak karena Yoona dan Seohyun hanya membawa pakaian dan pigora pernikahan, tak satupun perabotan di mansion dibawa.
"Yeobo, sesuai ucapanku kalau hari ini benar-benar melelahkan," tutur Yoona melihat langit sudah menghitam dan waktu menunjukkan pukul 20:37.
"Tidak apa, Eonnie, kelelahan adalah hal yang biasa dibayar untuk kebebasan dan ketenangan mendatang. Tapi... akan lebih baik jika sesekali Eonnie menanyakan kabar appa dan eomma. Tidak peduli bagaimana jawaban mereka, yang penting Eonnie tidak boleh sampai tidak peduli. Lagi pula, kita bisa bersama juga karena perjodohan."
"Iya, aku mengerti. Mereka seharusnya bersyukur memiliki menantu sepertimu."
"Mendiang orang tuaku juga pasti bahagia karena menantu mereka adalah sahabat hidup terbaik sepanjang masa."
"Akhhh," erang Yoona tersipu malu membuang muka. Dia berpaling menyandarkan punggung di balkon sembari memandang ke ruang santai yang baru diisi kandang Rae-O dan karpet. "Tak bisa dibayangkan bagaimana hidupku andai tak menyetujui pernikahan kita. Mungkin namaku masih tercemar lalu-"
"Eih, hentikan!" potong Seohyun merangkul tubuh Yoona dan menaruh dagu di pundak. "Bicarakan hal-hal yang membuat kita memandang masa depan saja, jangan berandai-andai ke masa lalu yang tak bisa diubah."
Yoona terperingis menarik Seohyun ke pelukan, pandangan mereka bertemu hanya sejauh belasan senti. Mereka berciuman kilas lalu menggesekkan hidung, kedua bibir tersenyum dan mata menyipit. "Rasanya benar-benar terlambat jika baru menyadari bahwa aku sangat membutuhkanmu."
"Tidak, kau tidak terlambat."
"Jeongmal saranghae!"
"Nado." Seohyun mengecup pipi kanan Yoona dan berucap lagi, "Nado." Berlanjut terus ke pipi kiri, kening, hidung, dan bibir.
YOU ARE READING
Sore Itu Lonceng Berbunyi
Fanfiction'Maukah kau menjadi sahabatku lagi?' -Yoona- 'Saat mataku terpejam kebersamaan ini akan berakhir dan waktu berlalu sangat cepat.' -Seohyun- 'Biarkan aku menjadi ibu dari anak-anakmu!' -Irene- 'Aku adalah orang yang mencintaimu tanpa henti, tanpa lel...