Ada Apa Ini?

223 30 80
                                    

malam, lontong-lontongku. 

apa kalian tau kalau lontong pake indomie goreng kasih bumbu pecel enak banget? kalau gak tau kalian harus cobain.

*

*

"Kalau bukan karena permintaan Jung sajangnim dan Lee hoejangnim untuk berangkat bersama, aku lebih suka berebah di ranjang bersama ponsel." Minho menghela napas mengancingkan jas menatap punggung kedua atasan berjalan lebih dulu.

"Ne, aku juga, Oppa. Pemberkatan ini lebih mirip penyiksaan batin daripada penyatuan keluarga atau mengikat janji suci," sahut Seulgi berpakaian dress hitam dan menggerai rambut alakadar, tanpa pita atau pergi ke salon sebelumnya. "Aku benci harus datang kemari."

Mereka pun mengikuti jejak dua atasan menuju ruang misa di mana beberapa orang sudah hadir menempati bangku. Minho dan Seulgi memilih duduk di belakang bak affair yang menjauhi sorotan. Pada kenyataan mereka hanya tak suka berada di pemberkatan nikah ini yang diangkat sebagai pengkhianatan, keegoisan, atau semacamnya. Alih-alih mengikuti acara mereka berharap bisa segera pergi tanpa menarik perhatian para awak.

"Haahh, dilema sekali berada di sini."

"Pura-pura bahagia saja apalagi di depan Kwon sajangnim."

Obrolan sepasang suami-istri melintas barusan membuat Minho dan Seulgi sontak menaruh pandang. Tanpa aba-aba mereka terperingis sinis, sadar bahwa bukan mereka saja yang membenci saat-saat ini. Bisa jadi masih ada lagi yang berharap tidak berada di sini.

Di sisi lain tepat di ruang rias di mana Yoona berada, Seohyun mengintip dari balik pintu mencuri pandang ke raga duduk di depan cermin. Dia tersenyum pahit tak bisa mengelak bila salah satu mempelai adalah pasangannya sendiri, orang yang dia cintai diam-diam. Lebih sakit lagi ketika pasangan mempelai nanti bukan dirinya melainkan wanita lain yang terus menghuni hati Yoona.  Dia dan Yoona tidak akan saling memasangkan cincin, berjanji sehidup-semati, lalu menghuni kamar yang sama. Tidak.

Cincin yang Seohyun pasangkan dulu bahkan sudah tidak terlihat melingkar di jari manis Yoona. Entah sejak kapan dan ke mana pula cincin itu sekarang. Seohyun seperti tidak dianggap lagi dan terlupakan begitu saja. Masa-masa pernikahan, jatuh-bangun di dunia kerja, juga saat mengandung bak terenyahkan ketika perasaan cinta tak bisa ditahan lagi.

"Seohyunnie."

Panggilan Yoona menyadarkan lamunan Seohyun dan membuatnya terhenyak menoleh ke pantulan cermin. Dia melihat senyum Yoona yang sangat bahagia, tanpa bersalah atau sesal. Namun, tidak tahu kekuatan apa yang malah mendorongnya masuk membalas lengkungan bibir, senyuman palsu untuk menutupi luka.

"Mengapa terus berdiri di luar?" tanya Yoona berbasa-basi menoleh sejenak lalu mengecek dirinya sendiri di cermin. Apakah dia sudah rapi dalam pelukan kemeja dan blazer? Apakah dandanan sudah sempurna? Bagaimana dengan rambut yang tergerai dan ada jepitan bunga di atas telinga?

"Hanya ingin melihatmu," desis Seohyun berdiri di balik punggung Yoona sembari mengusap-usap punggung seakan ada debu di sana. Dia menatap pantulan mereka sejenak, keduanya terlihat seperti pasangan tapi kenyataan kejam berkata bahwa bukan dialah orang yang diinginkan Yoona.

Seohyun merutuk dalam hati menanyakan di mana Yoona? Di mana Yoona eonnie yang dulu menikahinya? Yoona eonnie yang akan menariknya ke hadapan sambil menggenggam pergelangan dan menenggelamkan wajah di perut. Di mana Yoona eonnie suka menggoda dan menggelayut di pangkuan agar menghirup aroma terapi di pusar?

"Eonnie," panggil Seohyun tercekit seraya membelai helai rambut Yoona. "Berbahagialah selalu!"

Yoona memandang ke wajah yang berada belasan senti dari ubun-ubunnya lewat pantulan cermin. Dia meraih kedua lengan Seohyun dan menyandarkan pelipis di sana sambil tersenyum kecil. Jari-jari meremas telapak istrinya lalu ditinggalkan kecupan kecil.

Sore Itu Lonceng BerbunyiWhere stories live. Discover now