malam, lontong yang bijak, budiman, dan baik hatinya.
sesungguhnya kesempurnaan adalah seporsi lontong mie dan es teh. wkwkwkw
*
*
"Seohyun Shi, keadaanmu begitu cepat membaik. Kuharap jaga diri sebaik mungkin dan jangan sampai ada benturan lagi apalagi selama proses penyembuhan."
"Terima kasih, Suster, aku akan menuruti saranmu."
"Sama-sama. Jika butuh sesuatu tinggal tekan tombol ini dan petugas akan segera datang. Aku permi-"
Papan pintu terdorong menghentikan ucapan suster dan menarik perhatian mereka. Tampak suster begitu senang tak perlu meninggalkan pasien sendiri karena sudah ada tamu. Namun, Seohyun sedikit terkejut melihat si pembesuk yang adalah mantan suaminya. Lebih tak menyangka lagi sepasang mata lebam dan wajah memerah basah.
"Seohyun Shi, aku permisi." Suster pergi ditelan papan pintu memberi ruang antara dua awak yang tidak memiliki status apapun selain daripada pernah mengisi hidup satu sama lain.
Perlahan Yoona melangkah sambil berusaha terus mempertemukan tatapan mereka sampai akhirnya terhenti di tepi meja. Di hadapannya sejarak tak lebih dari semeter Seohyun terbujur tenang, tampak ada gurat kasihan lewat binar mata kecil itu. Dia sadar betapa suram dan miris aura dia kali ini setelah amarah yang menguasai tempo lalu. Tapi semua akan selesai sebentar lagi. Yoona hanya ingin mengobrol sejenak, meminta maaf, lalu pergi entah kapan kembali.
"Berapa lama... kau menangis?"
Yoona terkekeh tak menyangka itu kalimat pertama yang keluar. Dia pikir Seohyun akan mengumpat atau melontarkan hinaan. Memang sikap itu bukan bagian dari diri Seohyun, tapi tetap wajar bila terjadi. "Tidak tahu, aku tidak sempat menghitungnya."
"Benar-benar lama. Mengapa tidak duduk? Duduklah!"
"Terima kasih," jawab Yoona mengulum bibir dan mengeluarkan sesuatu dari tas. Benda kecil berbentuk cairan dalam botol, dua buah minyak aroma terapi yang Seohyun kerap pakai. "Mungkin kali ini kau benar-benar tidak butuh lagi, tapi aku tetap membelinya. Satu untukmu, satu untukku. Ngomong-ngomong tidak ada pangsit hangat di sini, aku buru-buru kemari karena harus pergi lagi. Maaf." Suara serak dan kerumunan air menggambarkan jika dia hendak menangis lagi, tapi bibir menyungging senyum lebar dan tak mau memalingkan muka.
"Tidak apa, ini sudah cukup."
"Apa kau menerima maaf?"
"Tidak meski diminta. Lagi pula, kau hanya sedang terpuruk."
Pandangan Yoona jatuh ke jemari lentik sejauh satu jengkal saja dari lengannya. Tiba-tiba dia rindu usapan atau belaian yang selalu berisi kasih sayang. Atau sesekali jemari itu menepuk berisi kekesalan sesaat lalu diguyur tawaan. Hanya saja jemari yang sama sudah tidak memiliki jejak dirinya sedikitpun karena telah menjadi milik Chung Ah.
"Seohyunnie, Rae-O kutitipkan di apartemen Yul eonnie. Sesekali tolong kunjungi dia meski sebentar. Kau mau, 'kan?"
"Memang kau akan ke mana?"
"Setelah visa izin tinggal selesai, aku akan pindah ke Shenzhen beberapa tahun dan tidak tahu kapan pulang. Bila ada waktu aku akan bertandang sejenak menemuinya dan keluarga Yul eonnie."
Seohyun bergeming belum mengerti apa yang tengah terjadi pada Yoona selama dia dirawat inap. Tidak mengerti pula maksud atas kepergian ini. Pertanyaan sederhana pun muncul tiba-tiba, apakah Yoona sudah tahu yang sebenarnya? Apakah Yoona dan Irene berencana memulai hidup baru hingga meninggalkan Korea?
"Seohyunnie, bila bertemu di kemudian hari apakah kau mau menyapaku lagi?"
"Akh hahahah, seorang sahabat tidak menanyakan hal begini."
YOU ARE READING
Sore Itu Lonceng Berbunyi
Fanfiction'Maukah kau menjadi sahabatku lagi?' -Yoona- 'Saat mataku terpejam kebersamaan ini akan berakhir dan waktu berlalu sangat cepat.' -Seohyun- 'Biarkan aku menjadi ibu dari anak-anakmu!' -Irene- 'Aku adalah orang yang mencintaimu tanpa henti, tanpa lel...