Ini Tidak Adil

241 29 52
                                    

malam, lontongku. kayaknya 5 bab lagi deh ini. atau lebih ya? wkwkwkw

*

*

"Appa," lirih Yeri berkedip lemah di pelukan Yoona.

Mobil melintas kencang menabrak tubuh kecil Yeri hingga terpental membentur mobil sedan yang melaju dari arah berlawanan sebelum akhirnya tersungkur ke aspal di bawah terik. Darah mengucur dari pelipis, hidung, lengan, dan kaki membuat banyak orang terkejut setengah mati. Yoona sampai teriak histeris meminta bantuan dan segera ke rumah sakit.

"Sica Eonnie, kumohon cepatlah! Cepat!" pinta Yoona terus menangis tak tahan melihat kondisi putrinya.

"Aku berusaha semampunya, Yoona," sahut Jessica gemetar dan ikut menitikkan air mata. Di balik punggung sang keponakan terbujur tak berdaya sambil mengingau memanggil-manggil 'Appa' dan 'Seo eomma'.

"Seo eomma... Seo eomma sedang sakit ya?" desis Yeri meneteskan air mata dari ekor mata kiri. "Appa."

"Sssttt! Sabar ya, Appa akan melindungimu. Sabar sebentar, Sayang," tutur Yoona terus menangis memeluk tubuh kaku Yeri. Darah putrinya tertinggal di dagu dan pipi, sepasang telapak tangan pun telah bersarung darah.

"Appa, jangan menangis! Yeri tidak sakit."

Di bangku setir Jessica terus menggigit telapak tangan sesekali memukul genggaman di kemudi untuk menahan tangisannya. Tidak, dia tak bisa terus berkemudi jika menangis begini. Mereka harus segera sampai dan memberi Yeri penanganan.

"Appa."

"Ssstttt!"

"Appa, saat bangun nanti, Yeri mau bersama Appa dan Seo eomma. Appa jangan menangis lagi ya!" tutur Yeri lemah berusaha menjangkau dagu tempat muara air mata ayahanda. "Sekarang Yeri mau tidur dulu."

"Nak," isak Yoona menggenggam jari-jari Yeri dan mengecupnya. "Yeri, lihat Appa, Sayang!"

Yeri justru perlahan mengatupkan kelopak seiring tangan terjatuh dari genggaman ayahanda. Dia telah berpulang, menyusul mendiang kakaknya yang pergi lebih dulu sebelum sempat memandang dunia. Tak peduli Yoona dan Irene menangis memintanya bangun, Yeri telah menghembuskan napas terakhir. Erangan tangis penuh kehilangan tak mampu mengembalikan nyawa atau sekadar mengangkat kelopak.

"Tidak! Putriku, jangan pergi, Nak! Jangan tinggalkan Appa! TIDAAAKKK!" jerit Yoona membenamkan wajah basahnya di tubuh Yeri dan menangis tersedu-sedu. "Kembalikan, Putriku! Tuhan, tolong kembalikan putriku! KEMBALIKAN!"

*

Yoona terus duduk menatap buram batu nisan bertuliskan RIP Kwon Yeri. Mata lebam karena terus menangis, bibir pucat nan kering, dan tubuh begitu lemah bagai kehilangan setengah dari nyawanya. Yuri bahkan harus dibantu Jessica dan Irene untuk mengangkat dia berdiri lagi. Namun, seperti istilah bila setengah nyawa orang tua ada pada anaknya, Yoona hampir terjungkal lagi tapi beruntung Yuri sigap menahan.

"Nak, temui kakakmu dan berbahagialah di sana!" batin Yoona tersenyum kecil dan lemah kemudian jatuh ke dekapan Yuri. Sorot matanya hampa sembari terus meneteskan air mata dalam diam.

Sesampai di rumah hanya terus terdiam dan sesekali tersenyum kecil ketika diajak bicara. Makanan di meja tak pernah dihabiskan, durasi mandi cukup lama lantaran terus melamun. Setiap malam tidur sangat larut tanpa melakukan apapun selain mengganti-ganti channel tv. Keesokan hari sudah bangun pagi-pagi sekadar berjalan di sekitar pekarangan.

Irene selalu di sisi Yoona dan tak membiarkan dia sendirian, takut bila terjadi hal buruk dan memperparah keadaan. Sudah cukup untuk semua keadaan yang mereka hadapi, dia tak mau ada hal buruk lainnya. Terpenting sekarang adalah menemani Yoona dan bersama-sama bangkit dari keterpurukan, memulai lembaran baru dan menjalani lagi rumah tangga normal tanpa benih-benih air mata dari masa lalu.

Sore Itu Lonceng BerbunyiWhere stories live. Discover now