Twelve

1.5K 139 2
                                    

    Gavin menyajikan tiga piring dengan sayur sop buatannya di meja makan, dua gelas teh untuk kedua orang tuanya dan susu untuk adiknya.

"Loh, kenapa cuma tiga?" tanya Anggun.

"Gavin gak makan," jawab Gavin dingin.

   Seketika hati Anggun tersentuh. Gavin kenapa? Setiap hari anaknya ceria, dan sekarang? Wajah laki-laki itu menjadi dingin seperti tidak ada kehidupan. Apa salah jika ia menghukumnya seperti itu?

"Kenapa?"

"Gak lapar."

"Kamu harus makan!" Anggun mengambil satu piring lagi dan  menyiapkan minuman di atas meja.

"Selamat pagi," ucap Adibrata berjalan menuju dapur dengan anak bungsunya.

"Pagi," balas Anggun sambil tersenyum menyambut suami dan anaknya.

"Ini buatan Gavin, 'kan?" tanya Adibrata melirik meja makan ada sayur sup.

"Iya," jawab Gavin singkat.

"Makan makan, gak sabar nih nyobain masakannya," ucap Adibrata, ia langsung duduk di bangku di ikuti Kevin dan Anggun lalu mengambil alih makanan yang di meja makan.

Gavin hendak pergi, namun tangannya langsung di tarik oleh Ibunya. "Mau kemana?"

"Gavin kan udah bilang, kalau Gavin gak mau makan," ketus cowok itu.

Anggun menghela nafas. Baru kali ini ia melihat anaknya seperti ini. "Kamu marah ya sama Ibu?"

"Ngapain marah?" Gavin bertanya balik lalu melepas genggaman tangan Ibunya.

Adibrata mengerutkan keningnya. "Ada apa?"

"Gak," jawab Gavin singkat.

   Kini giliran Adibrata yang tersentuh. Anak laki-laki yang jauh dari kata cuek, kenapa sekarang menjadi seperti itu?

"Kamu kenapa Gavin?" tanya Adibrata berusaha lembut.

"Marah ya?" sambung Anggun tak kalah lembut.

   Asal kalian tahu, Gavin sedang menyembunyikan sesuatu. Makanya dia menjadi seperti itu.

"Apaan sih?" sanggah Gavin.

Anggun menarik lengannya agar cowok itu duduk di sebelahnya. "Sini makan!"

"Gavin gak suka sayuran," jawab Gavin masih dingin.

"Yaudah, kamu mau apa? Biar Ibu masakin," tawar Anggun.

"Gak usah!"

"Kamu mau makan apa?" ulang Anggun masih sabar. Dia juga tidak ingin melihat anaknya seperti ini.

"Gavin gak mau liat Ibu masak," jawab cowok itu karena tidak mau melihat Ibunya repot-repot harus masak hanya untuknya.

Anggun tersenyum. "Yaudah, kalau gitu pesan makanan aja."

Gavin menoleh. "Emang boleh? Padahal kan di sini harus makan sesuai jadwal masakan."

"Gak pa-pa, kamu mau apa?" Demi mengembalikan sifat anaknya, Anggun harus rela melanggar aturan yang sudah ia buat.

   Di sana tidak ada yang protes. Biasanya jika ada yang membantah pada jadwal makan, bantahan itu tidak akan berlaku. Adibrata juga tidak melarangnya, karena dia juga tidak ingin melihat putranya seperti itu. Semenjengkelkannya sifat Gavin, tapi mereka bersyukur mempunyai anak yang selalu ceria.

    Banyak orang di luaran sana yang menjadi pendiam karena kurangnya kasih sayang atau kebahagiaan. Namun, cowok itu selama hidup tidak pernah di libatkan dalam masalah apapun. Sekalinya ada masalah, ia tidak memperdulikannya dan tetap bisa tertawa.

   Anggun juga sengaja membuat jadwal itu agar seimbang, karena jika semuanya terhidang, pasti makanan seperti sayuran yang tidak punya dosa itu tidak akan ada yang menatapnya hingga akhirnya tersingkirkan.

"Gavin mau ayam geprek."

   Anggun melongo mendengar permintaan Gavin. Adibrata juga hampir tersedak saat minum. Sejak kapan anaknya suka Ayam? Dari kecil Gavin menjauhi apapun yang berhubungan dengan Ayam. Menetapnya saja, cowok itu langsung ingin muntah. Tanpa pikir panjang, Anggun pun langsung memesankannya.

"Sejak kapan kamu suka ayam?" tanya Adibrata.

"Sejak...," Gavin seolah-olah sedang berpikir. "Kemarin-kemarin," sambungnya.

"Kapan?" tanya Anggun penasaran.

"Waktu itu Gavin ke rumah makan sama temen-temen. Rezvan mesen ayam Woku buat semuanya. Gavin mau protes, tapi gak bisa. Gavin juga gak mau makan tuh ayam, tapi terpaksa. Yaudah deh," jelas cowok tersebut.

Anggun tersenyum. "Oh jadi kamu udah suka ya?"

"Hm."

"Gimana rasanya?" tanya Adibrata.

"Seperti anda menjadi Ironman," celetuk Gavin.

Adibrata menatapnya malas. "Gavin!"

"Rasanya gak terlalu buruk, Yah," ujar cowok itu sambil bersandar di kursi.

"Kalo enak, ya bilang aja enak," timpal Adibrata.

"Kalo suka, ya bilang aja," sambung Anggun.

"Kalo di pendam, sakit ya, Bu?" sahut Gavin terkekeh.

_________

CHIAGAVINOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang