Seventy One

1.1K 86 6
                                    

Minggu telah tiba. Zea memilih bersantai bersama orang tersayang, siapa lagi kalau bukan Alvi. Sementara Chia selalu menghabiskan waktunya untuk bela diri. Gadis tersebut sering mengajak Zea untuk pergi bersamanya ke gelanggang, namun Alvi selalu datang ke rumah dan mengajaknya main.

"Biar aku aja yang ngajarin kamu bela diri. Dan tenang, aku pasti jagain kamu." Itulah ucapan yang berkali-kali Alvi keluarkan untuk Zea di depan Chia. Sehingga Chia yang sudah muak pun selalu pergi sebelum Alvi datang ke rumah.

Gadis itu memakai celana jeans robek-robek  serta kaos putih yang di balut jaket kulit. Ia sedang membelah jalanan menggunakan mobilnya. Setelah sampai, Chia memarkirkan mobil tersebut dan segera memasuki gelanggang.

Saat masuk, ia terheran karena di sini sangat ramai. Teman yang seharusnya latihan bela diri, malah bersorak gembira entah menyaksikan apa.

"Ada apa ini?" tanya Chia saat berhasil menerobos ke depan.

"Lapangan tempat latihan di pakai oleh tim basket," jawab salah satu temannya.

"Lancang sekali mereka! Gue udah pesan tempat ini sebelumnya," jelas Chia.

"Mereka bilang sudah pesan duluan," ujar temannya lagi.

Chia melihat mereka yang seperti sudah tidak asing baginya. "Dia lagi, dia lagi!"

Beberapa detik kemudian, bola basket yang mereka pakai menggelinding ke arah Chia. Gadis tersebut langsung menginjaknya dengan kaki sebelah kanan sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

Tim basket yang di ketuai Gavin langsung maju kehadapan Chia. Sementara tim bela diri berdiri di belakang gadis tersebut.

"Hey tolol! Lo semua harus minggir!" perintah Chia menunjuk ke arah pintu.

Gavin Dan teman-temannya langsung tertawa. "Lo memang liar toa. Gimana kalo kita tanding, biar adil? Yang kalah harus pergi dengan sukarela," tantang Gavin tersenyum miring.

"GUE GAK TAKUT SAMA SEKALI!" balas Chia menendang bola basket ke arah mereka. Gadis itu langsung pergi untuk mengganti pakaiannya dengan kaos basket.

Setelah selesai, kini keduanya sudah siap untuk melakukan shooting. "Mending lo pikir-pikir dulu toa, lebih baik lo nyingkir duluan tanpa harus ngeluarin tenaga," ucap Gavin memutar-mutar bola basketnya.

"Gak usah banyak busa-basi!" desis Chia.

Gavin tersenyum miring. Cowok tersebut mulai melemparkan bolanya ke ring dan berhasil mencetak 3 poin, membuat teman-temannya bersorak gembira.

Sekarang giliran Chia. Gadis tersebut dengan susah payah melempar bolanya ke ring, namun selalu saja masuk, membuat Gavin serta teman-temannya cengo.

"WUYYUH!"

"SERU NIH!"

"Terobos teroosss!"

"Ayo! Ayo!"

Beberapa tepukan dan sorakan memenuhi gelanggang. Keadaan semakin memanas dengan poin 3 sama.

Gavin bersiap untuk melemparkan bolanya kembali. "1.... 2..."

"HA!" teriak Chia membuat cowok itu berhenti.

Gavin menoleh ke samping. "Apa?"

"Gue yakin lo gak bakalan menang, gue yakin boyok gak bakalan menang, gue yakin dia gak bakalan menang." Chia terus saja berucap dengan menutup matanya seperti mengucapkan mantra. Tidak lupa dengan kedua tangan di angkat ke atas seperti mengumpulkan kekuatan.

Gavin berusaha pokus untuk mencetak angka lagi. Dia yakin bahwa dirinya tidak akan kalah.

"Gagal mencetak angka, gagal mencetak angka, gagal mencetak angka," ucap Chia kembali. Dan...

"HAAAA!!"

Chia beserta teman-temannya berjoget saat lemparan Gavin meleset. Sementara tim basket merasa kecewa.

"Skor yang barusan gak boleh di hitung, karena lo ngeganggu gue," ujar Gavin tidak terima.

"Akui aja kalo lo kalah," ucap Chia menjulurkan lidahnya. "Kalo lo gak mau akui, boleh bertanding taekwondo," tantangnya lagi.

"Gue bisa buat lo K.O cukup dengan satu jari," ujar Gavin meremehkan sambil mengangkat telunjuknya.

Tanpa aba-aba, Chia langsung menarik baju Gavin hingga robek. "JIKA LO KALAH LAGI, LO GAK USAH MUNCUL LAGI DI HADAPAN GUE!"

______

CHIAGAVINOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang