Sixty Nine

810 63 0
                                    

Jam sudah menunjukan pukul 16.30 WIB. Chia sedari tadi hanya berguling-guling di atas ranjang. Merasa ngantuk, namun tidak bisa tidur. Ingin keluar pun merasa malas. Jika saja Zea tidak melarangnya, mungkin ia sudah balapan untuk mengusir rasa kantuknya.

Seperti biasa, Chia memutar lagu dengan cukup keras agar ia merasa senang, namun entah kenapa kini rasanya pusing sekali saat mendengarkannya, hingga akhirnya ia memilih untuk mematikannya. Di kamarnya juga ada banyak snack makanan, namun ia tidak mood dengan semua itu.

Hp Chia bergetar, dengan cepat tangannya meraih Hp tersebut lalu mengerutkan keningnya saat ada telepon dari nomor tidak di kenal. Dengan ragu-ragu gadis tersebut mengangkatnya, siapa tahu ada yang penting.

"Hallo?" ucap Chia.

"Hai Chia."

"Ini siapa ya?"

"Yang waktu itu balapan."

"Yang mana?"

"Masa lupa?"

Chia bingung karena ia balapan bukan sekali dua kali, tapi berkali-kali. Itupun dengan orang yang berbeda-beda.

"Hmm," Chia bergumam.

"Raja."

"Hah? Raja yang waktu itu?"

"Iya, simpan ya kontak gue."

"Dari mana dapat nomor gue?"

"Dari mana aja," ucap dari seberang sana, terdengar tertawa. "By the way, sekarang sibuk gak?"

"Enggak, emang kenapa?"

"Bisa dong di ajak balapan lagi?"

"Hah?!"

"Balapan Chia, mau 'kan?"

"Gu-gue lagi gak mau balapan," balas Chia berbohong.

"Yahh, yaudah gak pa-pa. Gimana kalau jalan-jalan?"

Chia tampak berpikir. Ia bingung harus menjawab apa, saat menolak untuk balapan pun terdengar rasa kekecewaan dari sana. Tapi jika ia jalan-jalan, mungkin rasa pusing, kesal, terutama pusingnya akan hilang.

"Boleh tuh."

"Gue jemput ya?"

"Oke, nanti gue kirim alamatnya."

"See you."

Panggilan tersebut terputus, Chia melemparkan asal hpnya ke ranjang tidur. Ia pun langsung beranjak dari tempatnya untuk berganti pakaian, karena sepulang tadi ia sudah mandi. Setelah selesai, gadis tersebut duduk di depan meja rias dan sedikit melapisi wajahnya dengan bedak bayi. Tak lupa memberikan lip balm agar bibirnya tidak kering.

Karena sekarang sudah sore dan pasti akan kemalaman, Chia mengambil jaket biru agar nanti tidak kedinginan. Ia juga mengambil tas dan memasukkan HPnya ke dalam sana.

Ting Tong

Bel rumah berbunyi. Chia langsung membuka pintu kamarnya dan menuruni satu per satu anak tangga.

"Cepet banget nyampainya," gumamnya.

Saat membuka pintu, ternyata bukan Raja melainkan Zea dan Alvi. Chia menggigit bibir bawahnya, saat Zea menyorotinya tajam.

"Bagus ya, malah ninggalin," hardik Zea berkacak pinggang. "Gue tadi udah bingung bagaimana caranya biar gue bisa pulang, karena uang pun ada di tas."

"Tapi 'kan ada Alvi?"

"Gimana kalau Alvi gak datang hah?" tanya Zea dengan dagu terangkat.

Chia memutar bola matanya. "Ya pasti datang lah, orang gue yang nyuruh. Makanya gue ninggalin lo di jalanan."

"Maksudnya?"

"Tadi dia bilang kalau kamu hilang, makanya aku cariin," Alvi ikut menyahut.

"Hah?! Kok gitu sih Chi?" gerutu Zea.

"Biar kalian gak marahan," jawab Chia enteng.

Zea mendengus. "Tapi gak gitu juga konsepnya Chia!"

"Terus gimana?"

"Ya jangan gitu! Gue tadi udah bingung banget mikirin gimana caranya pulang, tambah lagi baterai Hp gue lowbat," jelas Zea.

"Gue juga udah panik pas lo bilang kalau Zea gak ada," sambung Alvi.

"Kalian harusnya berterima kasih sama gue, karena gue udah bantuin kalian baikan. Eh malah  nyalahin kek gini," cibir Chia menatap sinis.

"Tap--"

"Kalian mau marahan tujuh hari tujuh malam?" potong Chia. "Gue tau hubungan kalian kayak gimana! Dulu aja Alvi marahnya melebihi kek cewek," lanjutnya.

Zea dan Alvi beradu pandang. Cowok itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Memang pada dasarnya Zea yang lebih dewasa daripada dirinya.

_______


CHIAGAVINOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang