Twenty Nine

1K 94 0
                                    

"Lo mau masak apa hari ini?" tanya Zea yang sedang menyisir rambutnya di depan cermin.

Chia yang baru bangun langsung mengerutkan keningnya. "Gue?"

"Iya, kan itu hukuman lo hari ini," balas Zea.

"Ih kok gue sih? Gue kan gak bisa masak?!" protes Chia.

"Lo harus belajar," ujar Zea.

"Gue gak mau!"

"Jadi cewek harus pinter masak. Nanti suami lo mau makan apa kalau lo sebagai istri aja gak bisa masak sama sekali?!" Zea memasukkan beberapa buku kedalam tasnya. "Yakali di kasih batu."

"Terus gue harus masak apa dan gimana?" timpal Chia.

Zea mendengus. "Tanya Mbah Google aja."

"Kalau gak enak gimana? Hayo?" Chia tersenyum kecut.

"Tolong disematkan, MAKANAN HARUS ENAK! KALAU NGGAK? HUKUMAN LO GUE TAMBAH," ucap Zea menekan kalimatnya.

Chia berdecak kesal. Selama ini dia belum pernah masak sama sekali, dan sekarang harus melakukannya dengan syarat enak.

"Tapi lo bantuin ya?" Gadis itu benar-benar tidak bisa melakukannya dengan sendiri.

"Gak!"

"Ze! Lo kan udah siap? Tinggal bantuin masak aja, apa susahnya sih?!" gerutu Chia kesal. "Kalo gak bantuin gue, emang lo mau ngapain?"

"Ngapain ajalah, yang bisa bikin gue seneng. Nonton tv, main hp, baca novel, dan banyak lagi kegiatan gue saat nunggu lo masak sebelum berangkat," jelas Zea santai.

"Lah?! Gue ribet di dapur, dan lo malah enak-enakan? Gak ada adab lo," ketus Chia yang sedari tadi duduk di ranjang.

"Heh?! Kalo ngomong suka seenak jidat ya, lo? Selama ini gue yang masak dan lo enak-enakan. Sekarang gantianlah," ujar Zea mengingat setiap harinya.

"Hehe," Chia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Huhe hehe," Zea memutar bola matanya malas. "Cepetan sana! Nanti gue telat, pokoknya pas gue kebawah, sarapan harus udah siap."

"Biarin! Biar telat terus di hukum dua puluh empat jam, pingsan deh. Eh ada my bebeb, di gendong sampai rumah. Pas udah di rumah malah sakit berhari-hari sampai masuk rumah sakit, di rumah sakit dokter gak sanggup akhirnya meninggal," ujar Chia asal. "TAMAT."

Zea melempar bantal pada sepupunya dengan cukup keras. "Ngawur mulu kerjaannya!"

"Iya deh, iya! Maaf," ucap Chia memutar bola matanya.

"Cepetan sana! Inget ya, harus ENAK!" tuntut Zea menekan kalimat akhir.

"Iya, sekalian gue racunin, terus sakit. Masuk hospital, dokter gak sanggup, mati deh," tutur Chia lagi tanpa berpikir.

Zea berkacak pinggang. Benar-benar tidak punya otak sepupunya ini. "LO DOAIN GUE MENINGGAL HAH?"

"Ampun Neng Jago," ucap Chia berlindung di balik selimut.

"Kalau bukan sepupu, udah gue lempar lo!" ketus Zea kesal.

"Jangan usir hamba, Bagindahhh," mohon Chia dengan merapatkan kedua tangan, di angkat ke atas kepala yang sedikit di tundukkan.

"Serah," sergah Zea. Ia benar-benar jengah dengan kelakuan sepupunya ini. "Cepetan masak, gue mau sarapan."

"Iya-iya!" Mau tidak mau, gadis itu  harus melakukannya. Ia menyibakkan selimut lalu bangkit. Sebelum mulai masak, ia membersihkan diri ke kamar mandi terlebih dahulu.

Zea dan Chia adalah saudara sepupu. Mereka memang satu rumah dan satu kamar. Zea yang selalu sabar menghadapi sikap Chia, sementara Chia tidak pernah tobat dari semua ulahnya.

Satu tahun lalu, lebih tepatnya saat Zea masuk ke sekolah menengah, dia kehilangan kedua orang tuanya. Saat itu orang tua Zea pergi keluar negeri untuk mengurus pekerjaannya, sementara gadis itu di titipkan pada Jeff dan Fina, orang tua Chia sekaligus adiknya Ayah Zea.

Saat pulang ke Indonesia, pesawat yang di tumpangi orang tua Zea mengalami kecelakaan hingga banyak memakan korban, termasuk kedua orang tua Zea. Gadis itu sempat sakit karena memikirkan kedua orang tuanya, namun akhirnya ia bangkit dan menjadi lebih dewasa.

Semua harta warisan atas nama Zea, karena dia anak satu-satunya. Jeff juga sudah mengajaknya untuk tinggal di Jakarta, tapi gadis tersebut menolak. Rumah ini banyak kenangan bersama orang tuanya sehingga ia tidak mau menghapus atau pun meninggalkannya. Ia juga tidak mau menjadi beban Om dan Tantenya.

Hingga akhirnya, Jeff memutuskan untuk mengirim Chia ke sini agar keponakannya tidak kesepian. Mereka juga sengaja agar Chia bisa menjadi mandiri dan juga dewasa seperti Zea.

Namun pada kenyataannya, gadis itu tidak pernah berubah. Yang ada dia selalu menyusahkan Zea. Setiap hari Zea lah yang memasak dan mengerjakan semua pekerjaan rumah. Tapi gadis itu tidak keberatan, dengan kehadiran Chia saja dirinya merasa senang.

__________

CHIAGAVINOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang