Eighteen

1.3K 121 9
                                    


Sudah hampir lima jam gadis itu berkutat dengan buku-buku yang ada di depannya, sedangkan cowok itu sibuk bermain game di ponsel miliknya. Gavin yang sedang tiduran di sofa dengan tidak ada sopannya kaki di angkat ke atas, dan Chia yang duduk di karpet.

"Katanya mau bantuin gue?!" sindir Chia.

"Iya bantu doa," balas Gavin masih pokus dengan benda pipih yang di pegangnya.

Chia mendengus. "Cepetan bantuin! Gue capek."

"Eh-eh," Gavin hampir saja terjatuh karena gadis itu menariknya tiba-tiba.

"Liat!" tunjuk Chia pada buku itu.

Gavin menaikkan alisnya sebelah. "Jadi gue harus ngeliatin buku ini gitu?"

"Tugas gue masih numpuk! Bantuin!"

Gavin menjejerkan buku itu membuat Chia mengernyit heran. "Ngapain?"

"Kan biar gak numpuk," jawab Gavin setelah selesai menjejerkan bukunya.

"IIIH GUE GREGET SAMA LO!" gadis itu menjambak rambutnya dengan sedikit keras.

"Lepas anjirr!" pinta Gavin. "Gue tau kalau gue ngegemesin, tapi gak usah di jambak juga kali."

Chia melepas tangannya dari rambut cowok itu. "AAAA GUE CAPE, LELAH, RESAH!! DARI JAM SEPULUH TADI SAMPAI SEKARANG UDAH HAMPIR JAM TIGA GUE BARU SETENGAH BUKU, DAN INI ADA TUJUH BUKU!! AAAA... GUE MA__"

"Berisik!" Gavin membekap mulutnya.

"AAAA... Lmmm."

"Gue bakalan lepasin kalau lo gak teriak-teriak lagi. Pekikan lo bisa ngebunuh gue," ujar Gavin.

Chia menggeleng berusaha melepas tangan kekar itu. "Mmmh."

Daripada gadis ini menggigit tangannya seperti waktu itu, lebih baik Gavin melepaskannya.

"Huaah bengek," Chia menghembuskan nafas saat berhasil melepas bekapan cowok tersebut.

"Lo mendingan unduh buku paket yang sama, terus lo printer soal-soalnya," saran Gavin. Mungkin jika di catat tidak akan selesai sampai kapanpun.

"Kok lo gak ngasih tau dari tadi sih? Gue juga kenapa gak kepikiran bangs*t," gerutu Chia dengan menepuk kepalanya merasa bodoh.

Gavin juga kenapa tidak kepikiran sejak Ibunya ngasih semua buku-buku itu. Ia tidak perlu datang dan menerima semua celotehan maupun sentakan dari gadis ini, namun ada untungnya saat ia tidak banyak berpikir karena semua pekerjaan itu di kerjakan oleh Chia seorang. Mungkin ia akan melihatnya saat gadis ini selesai.

Cowok tersebut berdiri mengambil hoodie dan kunci motor miliknya. "Ayo! Jangan kebanyakan ngoceh, gue pusing dengernya."

Chia mendongak lalu ikut berdiri, "kemana?"

Gavin mendengus. "Mau ngeprint gak?"

"Sekarang?"

"Kan harus beres hari ini?!"

Chia mengangguk. "Bentar, gue mau ganti baju sama ngambil tas."

"Kelamaan! Lo gak usah ganti baju, cukup pakai hoodie aja," ujar Gavin tidak mau banyak menunggu.

"Oke!" gadis itu pun berjalan menaiki tangga, sedangkan Gavin kembali duduk untuk menunggu gadis itu.

Lima menit...

Sepuluh menit...

Lima belas menit...

Setengah jam kemudian...

Gavin sudah beberapa kali mengganti posisi duduknya. Kini ia sedang berguling-guling di sofa panjang itu. Sedari tadi Chia belum juga turun dari kamarnya, apa mengambil tas selama itu? Daripada terbunuh rasa kesal, cowok itu memutuskan untuk pergi ke kamarnya.

Tok tok tok

Gavin mengetuk pintu bercat putih itu dengan sangat keras. "CHIA! CEPETAN!!"

"IYA IYA!"

Tok tok tok

Ketukan itu berhenti saat pintu tersebut akhirnya terbuka. Menampakkan seorang gadis masih dengan celana boyfriend light dan kaos yang terbalut hoodie berwarna merah.

Gavin berdecak lalu menarik tangan gadis itu agar segera pergi dari sini. "Lo ngapain sih lama? Ngambil tas sama hoodie aja hampir sejam. Kalau tau gitu, gue mending ngisi waktu buat jualan roti bakar, ngembangin bisnis, traveling ke Eropa, sekalian umroh ke Arab, abis itu nyelamatin dunia dari virus Corona."

________

CHIAGAVINOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang