Thirty Six

927 76 2
                                    

Karena merasa kalah melawan Gavin, dua preman itu langsung melarikan diri. Gavin menatap bola mata Chia yang terlihat biasa saja. Tidak ada tatapan gelisah ataupun takut. Cewek ini benar-benar berani melawan orang yang bukan lawannya.

"Eh-eh?! Kemana?" tanya Chia karena cowok tersebut langsung menarik lengannya.

Gavin tidak menjawab. Ia mengisyaratkan agar Chia duduk di kursi yang ada di pinggir jalan. Sementara gadis tersebut langsung menggeleng. "Gue harus pulang."

"Duduk!"

Chia mendengus. "OKE. Bentar, gue ambil minum dulu di mobil."

"Gue tau lo pasti mau kabur," sahut Gavin datar.

Chia memutar bola matanya. "GAK!"

"Diem lo! Cepetan duduk!"

"TAPI GUE HAUS," teriak Chia benar-benar kehausan. Melawan orang yang berbadan besar memang melelahkan.

"Biar gue aja yang ambilin," ujar Gavin berdiri, lalu berjalan menuju mobil Chia yang jaraknya hanya beberapa langkah.

Chia tersenyum miring. Selama di sekolah mereka memang tidak akur bahkan saling menjatuhkan. Untuk berdekatan saja merasa risih, namun akhir-akhir ini? Entahlah.

Gadis tersebut langsung mengambil botol air yang dibawa Gavin barusan. "Lo mau?"

"Lo aja," jawab Gavin lalu duduk di samping Chia.

"Baguslah. Lagian kalo lo minta, gue gak bakalan kasih," ujar Chia kembali tersenyum miring.

"Terus ngapain nawarin?"

"Cuma nawarin aja. Biar gak keliatan jahat."

"Serah," ketus Gavin.

Gadis itu tertawa renyah. Sejak tadi, Gavin tidak mengeluarkan sifat songongnya. Itu bagus, namun menjadi suatu keanehan bagi Chia.

"Lo jadi cewek jangan keluyuran," sarkas Gavin tanpa menatap gadis di sampingnya.

"Gue gak keluyuran. Lo tau 'kan gue tadi dari mana?!" sahut Chia. Gadis tersebut sempat melihat Gavin di tempat ia balapan. Meskipun sedikit aneh karena cowok yang biasanya paling heboh, tiba-tiba diam selama ia balapan.

"Sama aja," ketus Gavin. "Lagian ini udah malem Chia!"

"Siapa bilang ini siang?!" sahut Chia polos dengan alis terangkat, membuat Gavin geram.

"Banyak orang jahat yang keluyuran. Gimana kalo lo celaka? Gimana kalo tadi gue gak ngikutin lo hah? Lo pasti udah di tusuk kayak sate. Biar gue aja yang nusuk lo, terus gue jadiin sate. Enak tuh," tutur Gavin sembari membayangkan.

Chia memicingkan matanya, menyelidik. "Ketauan lo ngikutin gue?! Enak aja gue jadi sate."

"Heh mulut, mau di bogem hah? Ngapain sih jujur?! Gini nih kalo ajaran Bu Anggun. Besok-besok gak usah ngomong sama Ibu, biar gak ketularan jujurnya," batin Gavin kesal. Memang dirinya sejak tadi mengikuti gadis ini. Dia sendiri tidak tahu kenapa dirinya ingin mengikuti Chia hingga gadis tersebut benar-benar pulang dengan selamat.

"Emang enak kalo lo di bikin sate," ucap Gavin berusaha mengalihkan pembicaraan.

"OTAK LO!"

Gavin terkekeh. "Inget Chia! Lo itu cewek. Harusnya diem di rumah, jadi cewek harus anggun kayak Ibu gue. Bukannya keras kayak Bapak gue."

"Lagian lo ngapain sih? Ngatur-ngatur gue?!" gerutu Chia kesal. Ia tidak suka jika ada orang yang terus menasehati atau mengaturnya.

"Bukannya ngatur, tapi gimana kalo lo celaka?"

"Apa pedulinya lo kalo gue celaka?!" ketus Chia.

"Nyesel gue di sini," sesal Gavin lalu berdiri.

"Siapa suruh kesini?! Udah, pergi sana!" usir Chia.

"Ini juga mau pergi. Ingat! Gue ingetin sekali lagi. Cepetan pulang! Udah malam, gak baik. Nan---"

"Kapan perginya kalau ngomel terus hah?" potong Chia membuat Gavin kembali berbalik badan.

"Lo itu kalau di bilangin, ya denger!"

"TELINGA GUE RUSAK KALAU LO YANG NGOMONG!"

"PULANG!"

"KOK JADI NGEGAS?!"

"NGGAK TUH. GUE MASIH DI SINI BELUM MENANCAP GAS."

"BUKAANNN! OMONGAN LO JADI TINGGI!"

"NGGAK JUGA TUH. OMONGAN GUE GAK PUNYA UKURAN KAYAK TINGGI BADAN."

Chia berdecak. Ia tak kalah untuk meninggikan suaranya. "SUARA LO JADI MENINGGI!"

"SUARA GUE GAK PUNYA UKURAN TINGGI ATAU BERAT!"

Gadis itu menghentakkan kakinya beberapa kali dengan gerakan cepat. Merasa geram dengan cowok di depannya. "SUARA LO KERAS!"

"SUARA GUE HALUS KAYAK MAKHLUK HALUS!"

"SUARA LO YANG KENCENG!"

"LO YANG MULAI!"

"LO!"

Semakin mereka adu mulut, semakin tinggi pula ucapannya. Sehingga keduanya diam saat ada seorang laki-laki menengahi.

Punteun, itu kantong abdi katinggaleun,” cowok itu lewat di depan mereka, membuat keduanya terkejut sampai mundur. Saat berhasil mengambil tas yang ada di kursi yang tadi Chia dan Gavin duduki, cowok itu membungkukkan badan. (Permisi, itu tas saya ketinggalan).

"Hatur nuhun," ucapnya membuat dua insan itu kebingungan. Tidak mengerti apa yang di ucapkan. (Terimakasih).

_________

CHIAGAVINOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang