Can We More? 38

995 64 2
                                    

Episode kali ini masih lanjutan flashback kemarin ya...

Happy reading

Sesampainya keluarga Min di rumah sakit, mereka langsung pergi menuju arah UGD. Di sana sudah ada Lia yang sedang duduk dengan kepala menunduk. Mereka tahu, pasti gadis itu sedang menangis karena keadaan kakaknya itu.

Setibanya di samping Lia, Irena langsung memeluk anak bungsunya. Detik itu juga Lia menumpahkan semua air matanya. Irene layaknya seorang ibu, menenangkan Lia yang menangis histeris.

"Ini gara gara aku mom, coba aku gak keluar malam. Pasti Kak Lisa gak bakal kayak gini. " sesal Lia.

"Gak ini bukan salah kamu, ini takdir Lisa. Jadi kamu jangan nyalahin diri kamu sendiri. " ucap Irene menenangkan.

Tidak lama kemudian dokter keluar dari ruang UGD. Semuanya langsung datang menghampiri dokter itu dengan perasaan cemas. Ditambah raut wajah dokter tersebut sangat terlihat lelah. Siapa yang tidak khawatir akan hal itu?

"Dok, anak saya bagaimana keadaannya? " tanya Suho.

"Keadaan anak bapak sangat kritis. Ada beberapa tulang anak bapak yang retak dan patah, terutama pada tulang rusuk. Untungnya tulang rusuk anak bapak tidak menusuk jantung dan paru paru anak bapak. Selain itu, anak bapak juga mengalami kekurangan darah dan kerusakan ginjal. Hal itu bisa disebabkan karena ia tertimbun oleh kayu kayu bangunan. "

Tubuh Irene melemas saat mendengar penjelasan dokter. Ia tidak menyangka hal buruk seperti ini akan menimpa Lisa. Separah itukah kecelakaan yang dialami oleh anaknya? Kenapa takdir tidak pernah ada dipihak anaknya?

"Lalu kenapa dokter gak langsung operasi anak saya aja? " tanya Suho kesal.

"Masalahnya kita sedang kehabisan darah golongan AB. Tapi saya sudah mengehentikan pendarahannya, agar darahnya tidak makin berkurang. Karna hal itu kita tidak bisa melakukan operasi pada anak bapak. Mungkin salah satu dari keluarganya ada yang mau mendonorkan darahnya? " tanya sang dokter.

"Kalau itu saya akan donorkan darah saya. " jawab Suho.

"Dokter, lalu ginjalnya Lisa bagaimana? " tanya Mina.

"Kita juga sedang kehabisan donor ginjal hari ini. Jadi nama pasien kami masukkan ke dalam daftar yang harus segera mendapatkan donor ginjal. " jelas dokter.

"Kalo gitu, saya saja dok yang donorin ginjal saya buat kakak saya. " sahut Lia.

"Saya juga akan donorkan ginjal sama darah saya untuk adik saya. " timpal Suga.

"Saya juga dok. " tambah Seokjin dan Bambam bersamaan.

"Saya akan donorin ginjal saya dok. " ucap Mina.

"Baik kalau begitu kita cek kondisi ginjal dan darah kalian. " Dokter dan keluarga Min dan Mina segera ke laboratorium untuk pengecekan darah dan ginjal.

Butuh waktu 1 jam untuk menunggu hasil pengecekan mereka keluar. Jadi mereka menunggu di depan laboratorium sambil menenangkan Seokjin. Saat pengecekan darah Seokjin selalu gemetaran.

Ia takut pada jarum suntikkan. Karena ini demi adiknya, ia memberanikan untuk melakukan suatu hal yang terus ia hindari. Awalnya Seokjin tidak melakukan hal aneh atau berbuat rusuh. Tapi ketika jarum suntik sudah terlepas dari lengannya, ia baru berteriak histeris.

Keluarganya memang sudah terbiasa dengan sikap absurd Seokjin. Namun tidak bisa dihindari rasa malu yang menyelimuti mereka. Suho, Suga, dan Bambam berusaha untuk menenangkan Seokjin yang selalu berteriak dan mengomel tidak jelas.

Can We More? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang