Chapter 20

11.3K 867 43
                                    

1 November 2020

•••

Tok! Tok! Tok!

Suara pintu diketuk terdengar, membuat kedua orang tua Vivi yang sedang bersantai di ruang keluarga menoleh ke arah depan. Sang istri pun berdiri dari duduknya, sebelum akhirnya melangkah ke sana, dan membukakan pintu.

"Eh, Nak Ugo!" sapa si wanita tersenyum lembut.

"Bu!"

"Siapa, Bu?" tanya sang suami yang menyusul. "Oalah, Nak Ugo!"

"Pak!" sapa Ugo lagi.

"Ayo, ayo masuk! Vivi, ayo ajak Nak Ugo masuk!" Ugo mengerutkan kening, ada Vivi? Matanya menatap ke arah pandang ayah Vivi dan benar, ia menemukan Vivi yang berdiri tak jauh darinya. "Ayo, masuk!"

Vivi pun menarik seseorang yang tangannya digandengnya, nyatanya ia bersama Nasrul, hal yang mengagetkan kedua orang tuanya akan keberadaannya yang tadi dibalik badan Ugo. Ugo pun kaget dengan pria tampan yang tidak ia ketahui adalah Nasrul bersama Vivi itu.

"Eh?"

"Ya udah, ayo masuk semuanya!" Vivi tersenyum lebar, sementara Nasrul dan Ugo tertegun, meski Ugo juga dihantui rasa takut. Mereka pun masuk ke rumah dan orang tua Vivi tercengang melihat kemesraan Vivi dengan Nasrul yang terus digandengnya.

"Yah, itu baju siapa yang dipake Vivi? Kok dia gak pake baju kantornya?" tanya sang ibu.

"Bu, kok fokusin itu? Itu kenapa Vivi ... sama Nasrul?" Mereka masih bertanya-tanya hingga kini duduk di sofa. Vivi duduk bersama Nasrul di sofa lebar, orang tuanya di seberangnya, sementara Ugo sendiri di sofa satu orang. Ia masih bertanya-tanya juga siapa pria tampan itu.

"Kebetulan, Ugo di sini, aku mau jelas aja bilang." Vivi merasa berani, terlebih bersama calon suaminya dan memeganginya. "Aku menolak lamaran Ugo."

Dan kedua orang tuanya terkejut.

"Itu-itu bukan seperti kedengarannya, Vi! Aku-aku--" Ugo terbata.

"Kenapa, Sayang? Apa alasan kamu menolak Nak Ugo?" tanya sang ayah heran. "Dan menerima Nasrul?" timpalnya, membuat Ugo menatap sosok tampan itu.

Nasrul? Nasrul tukang gado-gado itu? Nyatanya, dari matanya, memang itu pria itu. Kemarin dia memakai masker, itukah yang ia tutupi? Ketampanannya?

Vivi, ikut terkejut sejenak, tetapi kemudian ia menghela napas. "Yah, keknya bener firasatku, kalau Ayah dan Ibu sebenernya udah tahu soal lamaran Nasrul, dan letak kotak isi cincin sama kertas itu enggak pada tempatnya." Keduanya menenggak saliva, sementara Vivi tersenyum. "Tapi bagus, deh, Bu, Yah, aku enggak perlu jelasin kalau Nasrul udah ngelamar aku."

"Kamu nerima lamaran dia, daripada aku?" tanya Ugo merasa kecewa.

"Apa yang kamu harapkan? Cari muka di depan orang tuaku? Gak tahu diri banget kamu, sih!" cibir Vivi, dan Ugo termundur. Nasrul merasa jadi obat nyamuk di sekitar perdebatan mereka karena hanya bisa diam.

Gugup, dan semakin gugup karena konflik ini, tetapi keberadaan Vivi membuatnya kuat. Keduanya saling menguatkan.

"Itu bukan seperti kedengerannya, Vi! A-aku cinta kamu tulus!"

"Tunggu, sebenarnya ini ada apa?" Ibunda Vivi terlihat kesal.

"Ugo bilang, setelah mendengar masa lalu aku, dia berubah pikiran. Dia benci aku ngegantung dia karena itu, dan malah pengen nge-deja vu masa lalu aku bersama tunangan aku yang berengsek itu!" Ugo membulatkan mata sempurna.

"Bu, Pak, ini tidak seperti kedengarannya!" kata Ugo meyakinkan orang tua Vivi. "Mana buktinya aku ngomong itu, huh?"

"Vivi mungkin tidak punya bukti untuk itu," kata ayahnya kemudian, wajah yang awalnya ramah kini terlihat sangar. "Tapi saya percaya anak saya, karena dia tidak pernah bohong soal isi hatinya."

Ugo panik, menatap mereka bergantian, sebelum akhirnya kesal. Ia berdiri dari duduknya. "Itu salah lo juga! Lo ngegantung gue padahal udah jelas-jelas gue lebih berada dari dia!" Hanya ungkapan berada yang dikatakan Ugo, karena ia mengakui ketampanan Nasrul di sana. "Cuman gegara dia ngelamar lo juga? Lo ampe dilema?!"

"Ungkapan kamu sebenernya udah menunjukkan apa yang dikatakan Vivi benar." Kini, giliran Nasrul angkat suara, wajahnya begitu serius menatap Ugo yang ia tahu menyakiti Vivi calon istrinya. "Kalau saya jadi kamu, saya mungkin bakal kabur sejauh-jauhnya dari keluarga Vivi. Bukannya nyari muka padahal tertutup topeng palsu!"

Empat insan di sana menekan Ugo, membuatnya menggeram frustrasi.

"Vi, gue jamin lo bakal menyesali pilihan lo! Pilihan kalian!" Sebelum akhirnya, Ugo beranjak pergi dari sana.

Mereka menatapnya selama beberapa saat hingga menghilang, sebelum akhirnya fokus ke masing-masing. Nasrul kembali ke mode kikuknya meski berusaha terus berani di hadapan calon mertuanya.

Dan ia tersenyum ke arah mereka. "Pak, Bu," sapa Nasrul, dan kedua orang tua Vivi terlihat terpaksa tersenyum ke arahnya.

"Jadi, kalian siap menikah?" tanya sang ayah halus, pasrah tepatnya. Keduanya mengangguk. "Sudah dipersiapkan, kan, segala halnya? Ayah dan Ibu enggak akan banyak ikut campur dengan pernikahan kalian, termasuk keuangannya. Kalian harus mempersiapkan sendiri yang lain, dan kami hanya membantu."

"Itu enggak masalah, Yah. Mas Nasrul udah ada tabungan begitupun aku." Ayah dan ibunya terlihat tak senang tetapi menyembunyikan itu semua. "Kami akan belajar mandiri dan enggak menyusahkan kalian. Terlebih Mas Nasrul juga punya rumah yang lunas."

"Baguslah kalau begitu, Sayang." Ibunda Vivi tersenyum hampa.

"Ah, iya, Mas. Perkenalkan diri Mas ke Ayah sama Ibu!" kata Vivi.

Nasrul agak ragu-ragu, mereka seakan terpaksa menerimanya, demi kebahagiaan Vivi yang memang memiliki masalah dengan kesehatan mental di masa lalu. Namun, ia sudah berkomitmen sekarang, ia akan menjadi calon suami, calon ayah, dan calon menantu yang baik.

"Pak, Bu, nama saya Nasrul Guritno, usia saya dua puluh enam tahun," ujar Nasrul, dan keduanya manggut-manggut menanggapi. "Saya tukang gado-gado, meski demikian saya akan bikin usaha lain biar bisa memenuhi kebutuhan keluarga saya kelak. Saya akan menjadi pria baik bagi keluarga."

"Bagus, prinsip yang bagus." Ibunya manggut-manggut.

"Saya berjanji akan menjadi suami, ayah, dan menantu yang baik bagi Vivi, anak-anak kami kelak, dan ibu bapak." Nasrul tersenyum kecut.

Ayah Vivi terlihat mengangguk pasrah. "Yap, bagus." Mereka berdua terus-menerus kelihatan pasrah.

Tentu saja, mereka tak bisa menolak sekalipun ingin, karena takut akan keadaan mental Vivi yang saat ini bahagia. Setidaknya, mereka tersenyum melihat anak semata wayang mereka tak lagi trauma, dan mulai bisa menerima pria di hatinya, walau bukan sosok yang mereka harapkan.

"Ya sudah, mari diskusi soal masing-masing dan pernikahan kalian nanti."

Selain perkenalan, mereka pun merencanakan pernikahan Vivi, banyak keputusan yang dibuat serta hal lainnya hingga akhirnya malam semakin larut.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

MAS NASRUL [B.U. Series - N]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang