Chapter 12

11.4K 853 44
                                    

"Jadi, baju kemarin udah temen kamu Nasrul balikin?" tanya wanita yang asyik mencuci piring itu kepada Dzaki yang memancing di samping rumahnya.

"Belum, lah Aybeb. Masa sehari dipake langsung dibalikin, gak pake dicuci?" sahut sang suami, menutupi fakta jika bajunya sudah tak berbentuk lagi.

"Awas aja gak dibalikin, baju mahal itu!" Istrinya mendengkus sebal.

"Iya, ah, pasti dibalikin!" Dzaki memutar bola mata. Ia mengangkat pancingannya yang menangkap seekor ikan batok kecil di sana, mulai meletakkan di ember.

Istrinya pun menyelesaikan cuci piringnya, kemudian memegang perutnya. "Bangbeb," panggilnya.

"Iya, Aybeb?" Dzaki menjawab tanpa menoleh.

"Keknya anak kita pengen ngidam lagi, deh."

"Dah, ngidam terus?" Dzaki menatap istrinya tak percaya dan istrinya menatap dengan wajah memelas, Dzaki menghela napas panjang. "Pengen makan apa lagi, huh?"

"Enggak pengen makan, pengen yang lain." Istrinya kemudian semakin memelas. "Pengen fotbar sama orang ganteng."

"Lah?" Dzaki terperanjat.

"Bangbeb, foto bareng doang, jangan cemburu!" Istri Dzaki memohon.

Dan ketukan di pintu terdengar.

"Siapa, tuh?"

"Dzaki! Dzaki!" Dzaki yang mendengar suara Nasrul di luar membulatkan mata sempurna.

"Oh, balikin baju, ya?" Istrinya siap berdiri tetapi Dzaki menghentikannya.

"Aybeb, istirahat dulu, ya! Kan abis nyuci piring! Biar Bangbeb yang keluar." Kini, Dzaki yang berdiri, sebelum akhirnya menuju keluar, membukakan pintu dan mendapati Nasrul bersama masker di mulut dan mata lelah berpanda ada di ambang pintu. "Rul, lo kok ke sini? Kalau bini gue tau lo rusak baju gue, dia bisa ngamok!"

Nasrul terkejut. "Gue cuman pengen ngasih ganti rugi doang. Berapa baju lo kemarin, deh? Nih, sisa tabungan gue!" Nasrul menyerahkan selembar seratusan dan beberapa uang receh yang usang. "Cukup, gak?"

"Ah, udah, cukup aja cukup!" Kemudian, ia meng-hust hust Nasrul. "Ya udah, ayo capcus! Ayo! Aybeb, Bangbeb pergi dulu, ya!"

"Mau ke mana? Mau ke mana? Aybeb ikut!" ujar istri imut Dzaki mengejar mereka. "Eh, ini Nasrul, kan? Mana bajunya yang dibalikin?" Mata Dzaki membulat sempurna, ia mengisyaratkan Nasrul agar kabur, tetapi pria itu sadar ia tak mungkin lari dari tanggung jawabnya. "Itu duit apa, Bangbeb? Bajunya mana?"

"Mm ... Mbake, maaf, saya gak sengaja ngerusakin bajunya Dzaki, dan itu uang ganti rugi saya."

"Hah? Segini?!" Teriakannya membuat Nasrul terperanjat. "Segini mana cukup! Baju Bang Dzaki itu mahal! Argh! Nyebelin!" Dan mulai, wanita hamil itu memukuli Nasrul dengan tangannya, ia hanya bisa menghindar dan melindungi diri seadanya sementara Dzaki berusaha memisahkan. "Pokoknya, jangan pernah lagi temenan sama Bang Dzaki! Pembawa sial! Brewokan pembawa si--"

Tanpa disangka, tangan istri Dzaki menarik ikatan masker Nasrul, hal yang membuat maskernya jatuh begitu saja dan memperlihatkan wajah Nasrul di depan mata. Dzaki terperangah, begitupun istrinya, bahkan seakan ada alarm yang membuat para warga di sana keluar, melihat wajah bercahaya yang tak biasa itu.

"Cogan ...." Wajah yang sempat penuh amarah tadi kepada Nasrul, tergantikan seketika dengan bahagia. Ia mencubiti pipi mulus Nasrul sebelum akhirnya mengeluarkan ponsel, mulai mengambil foto dengannya.

"Nasrul, i-ini elo?" Dzaki yang melihatnya perlahan bahagia. "Nah, apa gue bilang! Akhirnya lo mau gundulin! Lo emang aslinya ganteng pake banget!"

"Itu siapa? Artis, ya?" Dan ungkapan Dzaki diinterupsi beberapa emak-emak yang penasaran, ikut menghampiri.

"Kek vokalis Panci Diskon!" ujar yang lain.

"Nah, ini! Ini Nasrul, kang gado-gado terenak sekampung!" ucap Dzaki bangga.

"Hah? Pak Nasrul? Bukannya ...."

"Minta foto Bang Nasrul!"

"Akang Nasrul!"

"Mas Nasrul!"

Dan Nasrul dikerubungi mereka, bagaikan artis ia menerima permintaan mereka berfoto, tanda tangan, dan sebagainya.

"Nah, kali ini kamu aku maafin, ya, Mas Nasrul! Mas boleh temenan sama Bang Dzaki, sering-sering ke sini, ya!" Dzaki kelihatan lega kala istrinya masuk sambil memainkan ponsel, terlihat senyum-senyum sendiri hingga masuk ke rumah.

"Bu, udah, ya, Bu-Ibu! Nasrul sama saya sibuk! Dadah!" Dan penonton kecewa kala Nasrul ditarik Dzaki bersamanya menjauh. Nasrul menutupi wajah bagian bawahnya. "Duh, gak usah malu-malu gitu, bjir! Ganteng juga!"

"Ini bukan masalah ganteng atau apa, gue gak mau dikerubungin kayak tadi." Nasrul mendengkus sebal.

"Tapi ada untungnya, lho, kalau lo jualan pake tampang begini! Penglaris ini!"

"Penglaris penglaris, gue gak bisa jualan karena ini, nih!" Nasrul menunjuk wajahnya sendiri.

"Lah?"

"Gado-gado gue gak enak, gue gak bisa jualan kalau kualitas gado-gado gue jelek! Kualitas itu penting!" Dengan berjiwa pahlawan Nasrul berkata.

Dzaki tertawa. "Lah? Lawak lo! Mana ada--"

"Kalau gak percaya ikut gue ke rumah, cicipin gado-gado gue!"

"Oke!" Dzaki tertantang. "Tapi lo jangan pura-pura gak dienakin, ya!"

"Pura-pura apaan! Gak! Gue udah bikin dengan serius, tetep aja gak enak!" Dzaki mengerutkan kening. "Rencananya, gue gak bakal jualan gado-gado dulu ampe janggut sama kumis gue tumbuh."

"Hah ... serah elo, deh!" Kemudian, Dzaki mengerutkan kening. "Ngomong-ngomong, tu ... kumis sama janggut lo ...."

Nasrul memutus. "Ceritanya panjang, ayo ke rumah gue dulu baru gue ceritain! Gue ngerasa gak aman di sini!" Ia meski menutupi bagian wajahnya, tetap bisa melihat tatapan orang lain ke arahnya penuh penasaran.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

MAS NASRUL [B.U. Series - N]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang