Keduanya terbangun di pagi hari dan Nasrul sempat tak percaya, ini kali ketiganya ia bangun tak sendiri. Dibangunkan oleh sang istri yang dicintai, keluar menuju kamar mandi berdua, mandi dan membersihkan diri sampai akhirnya bersiap sedia menuju ruang tengah.
Lumayan banyak kado hadiah di sana, serta wadah yang berisi amplop.
Waktunya membuka isinya.
Banyak hadiah yang diterima mereka, sejumlah uang, kado makanan ringan, dan barang-barang lainnya. Ada juga yang memberikan bekal untuk calon bayi nanti yang bahkan belum muncul di dunia. Mereka membukanya dengan bahagia, walau kadang dibuat geli dan bingung juga, hingga akhirnya semua sudah dibuka.
Keduanya baru sadar, hanya mereka berdua di rumah itu, dan tak lama kemudian orang tua Vivi baru datang dengan wajah mereka yang masih mengantuk. Tampak, mereka baru bangun.
"Pagi, Bu, Yah!" sapa Nasrul dan Vivi.
"Hm ...," sahut sang ibu, tersenyum simpul.
"Bentar aku bikinin sarapan, ya, Bu," kata Vivi, ia berdiri dari duduknya. "Ibu sama Ayah mandi aja dulu."
Ayahnya mengangguk. "Anu, Ayah mau gado-gado suami kamu, dong!" Mendengarnya, Vivi menatap Nasrul, sudah ditebak wajah sang suami kaget. "Sambelnya pisahin, ya."
"Mm ... anu, Bu, Yah. Mas Nasrul gak bisa." Keduanya mengerutkan kening, bingung. "Tanpa jenggot dan kumisnya, katanya gado-gado dia gak enak."
"Lah? Memangnya dia bikin gado-gado nguleknya pake jabis apa?" Sang ibu tertawa geli bersama suaminya, sampai ia terhenti sendiri melihat wajah serius keduanya.
"Kalian berdua serius?" Ayahnya mengangkat sebelah alis.
"Katanya ... cuman keturunan keluarga Guritno yang bisa bikin, terus juga harus make jabis."Vivi menjelaskan dan lagi-lagi orang tuanya bertukar pandang.
Sebelum akhirnya, keduanya memandang Nasrul yang tersenyum kecut.
"Kamu enggak pake makhluk halus atau sesuatu, kan?"
Nasrul menggeleng. "Enggak, Yah, Bu! Demi Tuhan enggak!" Nasrul menggeleng keras.
"Kalau begitu, itu cuman sugesti kamu saja! Dulu saya juga pernah, bakso ini cuman enak kalau dibikin subuh hari, padahal itu pantangan orang tua saya biar saya rajin bangun pagi." Ayah Vivi terlihat memicingkan mata.
"Be-begitu--"
"Cepat bikin saja, minta bantuan istri kamu juga!" Bentakan itu membuat Nasrul menenggak saliva dan kedua mertuanya kini beranjak pergi.
Vivi menatap suaminya, tersenyum. "Mas, ayo ...."
"Kalau gak enak gimana?" tanya Nasrul khawatir.
Vivi tertawa. "Ya itu salah mereka, Mas. Ayo, deh, coba aja!"
Dan Nasrul pun berdiri, mulai menuju ke dapur.
"Resepnya apa aja, Mas?" Nasrul pun dengan hati-hati mengatakan satu per satu resep dan kemudian mencarinya di dapur bersama Vivi, setelah resep siap mulailah barang dan bahan disiapkannya kini Nasrul siap memasak. Ia agak ragu.
"Ayo, Mas, semangat!" Tetapi keberadaan Vivi berhasil memberikan kekuatan padanya.
Kini, ia mulai membuat bumbu kacangnya yang khas.
"Eh, Mas, stop!" kata Vivi, memegang tangan Nasrul. "Itu Mas kenapa masukin boncabe, Mas?"
Mata Nasrul membulat, tangannya menatap wadah di tangannya, ia pikir itu garam. Dan setelahnya ia sadar kesalahannya, ia terlalu gugup dan takut akan ungkapan sang abah yang mengakibatkan ia salah lihat banyak bumbu.
Berbeda dengan Dzaki yang memang buta bumbu, Vivi berhasil membantunya.
Ia membuat gado-gado dengan senang hati meski sesekali nyaris keliru bumbu, tetapi Vivi ... bagaikan tenaga baginya. Hingga akhirnya, empat piring gado-gado siap di atas meja. Vivi terlihat menikmati bau gado-gado itu yang seperti biasanya, dan Nasrul terlihat percaya diri karenanya.
Saat keduanya mencicipi ....
"Enak banget!" Vivi memuji dan rasanya Nasrul ingin menangis.
Rasa gado-gadonya kembali, meski kemudian ia berpikir apa maksud pantangan ayahnya soal kumis dan janggut itu. Ia memikirkan ungkapan ayah Vivi soal membuat bakso subuh agar terasa enak adalah dalih agar dia selalu bangun pagi sementara dirinya, apa maksudnya?
Apa berhubungan dengan wajah gantengnya?
Tak lama kemudian, orang tua Vivi datang.
"Gimana gado-gadonya?" Ayah Vivi langsung bertanya setelahnya duduk berdampingan bersama istrinya di hadapan Nasrul dan Vivi.
"Enak, Yah! Enak!" sahut Nasrul gembira. "Makasih sudah meyakinkan aku."
"Ya, bagus!" Ayah Vivi mengangguk.
"Mungkin nanti ... gak perlu ponsel. Mas Nasrul bisa ngembangin gado-gadonya di lokasi tetap dan kerjasama sama ojek online." Nasrul merasa terbang ke udara.
"Ayo, mari kita makan!" Sang ibu kelihatan tak sabar dan mereka pun makan bersama dengan lahapnya.
"Nah, mana ada cuman gegara jabis doang gak enak, kayak sekte apa aja." Ayahnya menikmati gado-gado itu dan Nasrul tersenyum ke arahnya. Selesai makan pun, mereka bersiap-siap pulang ke rumah Nasrul.
"Lho, enggak istirahat dulu kalian? Cerna makanannya dulu, kek," kata Ibu Vivi.
"Maaf, Bu. Aku sama Mas Nasrul ada urusan buat ngembangin usaha Mas Nasrul." Nasrul hanya tersenyum seraya sedikit membungkuk karena kedua mertuanya menatapnya.
Ayah Vivi menghela napas. "Ya udah, kalian hati-hati pulangnya, ya."
"Iya, Bu, Yah." Selesai berkemas, mereka pun menuju keluar, berpamitan sebelum akhirnya naik motor sederhana Nasrul dan mulai menjalankannya dengan kecepatan sedang.
Kedua orang tua Vivi menatapi kepergian mereka.
"Duh, kasihan Vivi, ya, Bu. Bukannya habis nikah seneng-seneng dulu malah sibuk ngurusin kerjaan suaminya," kata sang ayah.
Istrinya menghela napas. "Yah, mau gimana lagi, Yah. Biarin sajalah ... yang terpenting saat ini Vivi bahagia. Kita harus kasih kesempatan Nasrul, Yah. Ibu lihat dia orangnya baik dan pekerja keras, kayak yang sering Vivi ceritain."
"Gimana kalau gak bahagia, Bu? Kalau iya sampe Nasrul bikin Vivi sengsara, awas aja, Ayah bakalan pites jidat jenongnya itu!"
"Astaga Ayah, doain anak yang baik-baik, dong. Semoga mereka bahagia!" Istrinya menenangkan.
"Huh, aamiin aamiin ...."
"Ayo masuk, deh. Ibu liat masih ada sisa gado-gado Nasrul. Yuk!" Dan ia terlihat tersenyum karena bujukan istrinya.
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
MAS NASRUL [B.U. Series - N]
Romance18+ Sebuah kisah sederhana tentang Nasrul, tukang gado-gado yang jatuh cinta dengan Vivi, gadis kantoran yang berpendidikan.