Chapter 29

7.9K 768 58
                                    

9 November 2020

•••

Keesokan harinya, mereka berempat pun menuju warung. Masuk ke sana dan mulai membukanya. Namun kali ini, para pria, Dzaki dan Nasrul sibuk mengurus ruangan belakang sementara Vivi dan Fuka tengah melayani pelanggan. Para suami kelihatan sibuk begitupun para wanita ....

Dan di suatu mobil, terlihat Ugo tengah memainkan ponsel di samping seorang pria bule yang lebih tua darinya. Tak lama, mobil yang berhenti membuat Ugo terheran.

"Dad, kenapa stop?" tanya Ugo heran, sosok yang dipanggilnya Dad menoleh ke balik jendela seraya tersenyum lebar.

"Temen-temen Dad bilang ada warung baru yang masakannya enak banget, kita sarapan itu dulu, ya? Kita, kan, belum sarapan," ujar ayahnya dengan aksen yang agak berbeda.

Ugo mendesah pelan. "Nanti kita telat ke bandara, lho, Dad."

"Uh, kamu terlalu buru-buru. Tenang aja, Dad bisa urus."

Ugo menghela napas pasrah, ayahnya kini duluan keluar dan ia menyusul tak lama kemudian. Matanya menatap warung lumayan besar di pinggiran jalan itu dengan malas, sampai matanya menangkap banner besar di atas.

Gado-gado Mas Nasrul?

Ia mengerutkan kening, Nasrul? Pak Nasrul? Dan dengan rasa penasaran ia mendekat, kaget melihat dua wanita yang menjadi pelayannya. Salah satu ia kenali, sebagai mantan rekan kerjanya, siapa lagi jika bukan Vivi.

Ugo, sekejap kaget, walau kemudian ia tersenyum bengis. Ada rasa bahagia karena ia sangka, Vivi yang sudah lama mengundurkan diri dari pekerjaan, malah beralih menjadi tukang jualan yang kelihatan kewalahan menghadapi pelanggan. Hanya berdua. Mana suaminya? Ia berpikir Vivi diperkerjakan paksa, Nasrul yang miskin menguras harta Vivi untuk memperbesar warungnya, kemudian memperbudak gadis itu.

"Kurasa kamu menyesal," katanya, melangkah ke arah ayahnya yang memesan.

"Kamu sendiri pesan apa, Ugo?" tanya ayahnya.

Nama itu membuat Vivi terkejut, dan kala menoleh ia temukan sosok yang sempat membuatnya bimbang memilih tetapi kemudian terbuka matanya. Sosok bermuka dua menyebalkan yang kini menjadi pelanggannya, senyumnya itu membuat Vivi ingin melemparkan ulekan di tangan tetapi karena sadar ada pria lain yang tampaknya ayah Ugo, Vivi bersikap profesional.

"Vivi, sekarang kamu kerja jadi tukang warung?" tanya Ugo, dan ia tahu pertanyaan itu hanya memanas-manasinya.

"Lho, kalian saling kenal?" tanya sang ayah, Vivi tersenyum paksa.

"Ini Vienna, Dad. Rekan kerjaku yang cerdas di tempat kerja, tapi dia resign sekarang. Dia nikah sama seorang penjual gado-gado." Hanya itu perkenalannya? Vivi sadar Ugo menutupi fakta jika pernah menaruh hati kepada Vivi.

Ayahnya terlihat tak tahu soal lamaran itu, atau kebrengsekan anaknya.

"Ouh, begitu." Ayahnya kelihatan manggut-manggut.

"Kenapa gak nerusin pekerjaan kamu, Vi? Padahal kamu bisa naik jabatan, lho, soalnya aku udah pindah tugas dan posisiku kosong di kantor." Vivi memanas, tetapi tetap profesional.

"Ugo, jangan begitu, semua orang punya jalan hidup masing-masing!" Ayahnya menegur, dan Vivi tersenyum. Ayah Ugo tak seburuk anaknya. "Cepat pesan, nanti kita telat ke bandara!"

MAS NASRUL [B.U. Series - N]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang