Chapter 23

10.4K 828 57
                                    

Besok paginya, keduanya terbangun dengan keadaan berpelukan dan sudah berpakaian. Nasrul dan Vivi bangun bersamaan, memberikan sentuhan pagi ala suami istri baru dengan mesranya, sebelum akhirnya siap bangkit berdua.

"Aw, Mas!" Tiba-tiba Vivi mengaduh kesakitan.

"Vi, kamu kenapa?"

"Perih aja sedikit, gara-gara malam tadi." Vivi sedikit melenguh pelan.

Nasrul menatap khawatir, menyesal. "Ma-maaf, Vi."

Vivi menggeleng. "Gak papa, Mas. Ini wajar malam pertama, Ibu pernah cerita ke aku ya begini. Aku ... seneng aja, kok." Ia tersenyum malu-malu. "Lagian Masnya lembut, aku aja karena masih gak biasa."

Kedua pipi Nasrul benar-benar memerah. "Ah, mm ... na-nanti kapan-kapan kita hehe hehe ...." Ia kelihatan malu-malu.

"Itu kewajiban aku sebagai istri, eh. Melayani, Mas." Mata Nasrul berbinar.

Astaga ... inikah rasanya ... bagaikan melayang di atas awan berpelangi. Nasrul rasanya ingin menangis haru, akhirnya hal yang selalu diagung-agungkan Dzaki di hadapannya terjadi padanya. Ia tak akan iri lagi, ia akan menyombong!

"Ayo, Mas, kita mandi berdua. Entar kita telat."

Mandi berdua? Pria dalam diri Nasrul bersorak gembira. Akhirnya, ia tak single lagi!

Beban hilang, tersisa kebahagiaan, benar-benar keuntungan yang barbar sebarbar barbarnya.

"Aku gak sabar nanti kita punya anak, mandi bertiga," kata Vivi di sela-sela mandi mereka.

"Mu-mungkin malam tadi udah siap cetak." Keduanya tertawa. "Aku, selain kebahagiaan itu, aku gak pengen bikin anakku susah. Aku bakalan usaha sekuat tenaga, biar anak-anak gak ngerasain susah kayak aku."

"Kita jalani ini sama-sama, Mas. Kita, kan, suami istri. Saling bahu membahu." Nasrul mengangguk paham. "Eh, ayo kita buru-buru, entar dimarahin Ibu sama Ayah."

"Ah, i-iya."

Selesai mandi, mereka pun berpakaian, dan menuju ke kediaman Vivi yang sudah dihias sedemikian rupa. Hal ini karena lokasi pesta ada di rumah Vivi, begitupun persiapan lainnya. Nasrul tahu orang tua Vivi terpaksa menuruti keinginan Vivi untuk mengadakan pesta di sini jadi Nasrul berusaha keras agar tak membebani mereka.

Semua panitia disiapkan, Dzaki dan istrinyalah yang menjadi ketuanya, dan teman-teman mereka membantu. Pengeluaran Nasrul terasa lebih hemat karena mereka, dan persiapan pun semakin matang karena meski awam mereka bisa bersikap profesional. Segalanya sudah didekor, makanan pun disiapkan, panitia pun diintruksi dengan baik.

Besok, hari H mereka.

"Eh, Rul." Nasrul dan Vivi tengah bergandengan mengagumi hasil kerja keras mereka semua ketika Dzaki memanggil. Keduanya pun menoleh ke arah Dzaki yang menghampiri bersama istrinya itu.

"Makasih banyak ya, Dzak!" kata Nasrul, memeluk sahabatnya itu dan menyalami istrinya. Vivi pun menyalami Dzaki, dan memeluk istri pria itu.

"Gak masalah, hehe. Kan kita sahabatan, lo juga rempong-rempongan pas gue nikah!" Dzaki memeluk mesra istrinya, tak mau kalah. "BTW, malam tadi, udah ehem ehem belom?"

Pasangan baru itu terlihat salah tingkah saat ditanyai.

"Ish, Bangbeb! Kepo, deh, urusan rumah tangga orang!" tegur istrinya, membuat Vivi dan Nasrul tersenyum geli.

"Bukan orang, Aybeb. Ini Nasrul sahabat Bangbeb!" kata sang suami.

"Tetep aja! Ish sok gak paham!"

"Iya, iya, Bangbeb bercanda!" Ia mencubiti pipi istrinya gemas.

"Ih apaan, sih!" Ia menjauhkan tangan Dzaki.

Dzaki tertawa kemudian menatap sahabatnya lagi. "Pasti udah, kan, ya? Hehe hehe!" Lagi, ia menertawakan mereka, pasangan muda tersebut kelihatan malu-malu. "Omong-omong, kalian pake panggilan sayang, gak? Menurut survei, panggilan sayang itu bikin pasangan lebih maknyus!"

Nasrul dan Vivi bertukar pandang.

"Mas Nasrul?" Vivi bertanya.

"Ah, klise lah Mbak Vivi!" Dzaki kelihatan meremehkan.

"Bangbeb, biarin aja, sih! Mereka keliatan mesra juga!" Ia menatap pasangan baru itu. "Jangan dengerin, ya! Kalian ini klop banget udah, selamat atas pernikahannya!"

"Ah, aku punya panggilan sayang!" Dzaki kelihatan antusias akan sahabatnya yang kelihatan mendapatkan ide. "Aku manggil kamu Deksay, kamu manggil aku Massay?"

"Deksay? Massay? Kreatif!" Dzaki mengacungi jempol dan Vivi tertawa pelan. Nasrul kelihatan membangga. "Tapi kedengeran alay."

Wajah bahagia Nasrul menghilang sementara Vivi dan istri Dzaki tertawa saja.

"Situ juga panggilannya alay!" Dzaki memutar bola matanya.

"Udah, gak papa, Mas. Apa aja panggilannya, asal hati Mas sayang ke aku, pasti ikatannya erat." Mendengar ungkapan bijak Vivi, Nasrul tersenyum dan menggenggam tangan istrinya lebih erat.

"Nah, bener banget tuh! Lagian ngapain juga bikin panggilan sayang, niru kami berdua ya?"

Nasrul menatap dengan poker face sahabatnya, yang tadi nyaranin siapa juga.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

MAS NASRUL [B.U. Series - N]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang