Chapter 31

7.5K 752 23
                                    

Sementara itu, kemarin, saat di pesawat. Ugo dan ayahnya masih ternganga melihat kepergian Quill dan kini ibunya duduk di hadapannya kemudian, masih terdiam seraya menatap gado-gado di hadapannya meski kemudian ia menyeka sisa-sisa sembab di matanya kemudian menghela napas.

"Quill enggak pulang sekarang, dia ada tugas di sini."

"Tugas?" tanya ayah Quill bingung.

"Ah, sepertinya saya tak pernah memberitahukan ini ke kamu. Tapi, ya, saya rasa cepat atau lambat kamu memang harus tahu." Ia memaksakan sebuah senyuman di sana. "Saya pernah menikah, dulu, sebelum menikahi Tuan Jovanni. Saya menikah dengan seorang pria kampung dan dikaruniai anak kembar. Saya terpisah dengannya karena dia ikut dengan ayahnya."

Ayah Ugo dan Ugo bertukar pandang, semakin takjub.

"Pria kampung itu penjual gado-gado yang lumayan, sayangnya dia terlalu baik hingga kondisi kami selalu kekurangan. Saya tahu ini kesalahan terbesar, jadi saya ingin menebusnya. Setidaknya, bertemu mereka, yang saya yakin masih hidup. Dulu padahal kami ingin menemui mereka, tetapi sayangnya ... mereka kabarnya meninggal dunia. Tapi sekarang saya yakin mereka masih hidup dan menyamar, karena rasa gado-gado ini ... saya jelas mengenalinya, pemiliknya, Mas Guritno."

"Guritno?" Ugo angkat suara. "Nasrul Guritno?"

"Nasrul?" Mata ibunda Quill membulat sempurna. "Kamu kenal dia? Dia ... dia anak saya! Dia masih hidup, kan?"

Kedua pria itu terdiam selama beberapa saat.

"Di mana dia sekarang? Apa dia yang berjualan ini? Dengan ayahnya?"

Ugo menggeleng. "Setahu saya, ayah Nasrul meninggal."

"Mas Taufik ...." Wajah wanita itu menyedih, memegang dadanya. "Ah, Nasrul ... dia sendirian ... di mana dia sekarang? Saya ... saya harus menebus segala kesalahan saya."

"Dia, dia yang memang berjualan gado-gado ini, bersama istrinya." Pernyataan ayah Ugo, membuat wajah sendu itu terkejut, sebelum akhirnya tersenyum bahagia.

"Ah, betapa banyak hal yang dilewati. Saya benar-benar ingin menemuinya." Wajah wanita itu benar-benar terharu sementara Ugo dan ayahnya kembali bertukar pandang.

Ugo masih takjub tak percaya, siapa sangka Nasrul memiliki latar belakang begini ....

"Tapi entah kenapa, saya merasa tidak siap ...." Dan tampak, wanita itu berpikir. "Saya mungkin akan mengirim seseorang untuk Quill dan Nasrul saja, dan menunggu waktu yang tepat. Bisa kamu beritahukan di mana lokasi Nasrul sekarang?"

Dan kembali ke Nasrul, ia terlihat mendekati istrinya yang tadi bertemu Ugo terlihat agak murung dan kesal. Ia siap menenangkannya, memberikan pelukan hangat, ketika tiba-tiba pria itu tersedak.

"Uhuk, uhuk, uhuk! Oek!" Dan istrinya pun yang malah memeluknya dari belakang seraya menekan bagian dada guna mengeluarkan sesuatu yang membuat suaminya tersedak.

Hanya angin yang keluar setelahnya, dan Nasrul menghela napas lega. Vivi mengambilkan minum untuknya kemudian.

"Mas, Mas kenapa tiba-tiba keselek gitu?"

Nasrul memegang dadanya. "Enggak tahu, sih, serasa kayak ada yang ... yang nganu."

"Nganu apa, Mas?" tanya Vivi bingung.

Nasrul menghela napas, menggeleng. "Gak usah dipikirin, kamu sendiri kenapa tadi? Ketemu Ugo?"

Kali ini, Vivi yang menghela napas. "Aku gak papa, Mas. Cuman sempet kesel aja soalnya Ugo ngeremehin kamu, ngeremehin hubungan kita. Dia yang gak punya hati gitu mana tahu soal bahagia."

"Ugh, bener, rasanya mau kutonjok itu orang!"

Vivi mengerutkan kening, ia menatap suaminya yang kelihatan agak beda, terlihat kasar.

"Mas?"

Nasrul terlihat terkesiap kemudian. "Eh, kenapa?" Melihat wajah konyol suaminya, Vivi hanya tertawa. "Ah, cantiknya kalau kamu senyum. Makin cantik. Sebenernya apa aja yang kamu ekspresiin bener-bener cantik!"

"Gombel."

Suami istri itu pun berpelukan. Nasrul terlihat meraba-raba perut istrinya.

"Udah nendang belum?"

"Usia kandungan segini mana ada nendang-nendang, Mas." Nasrul hanya tertawa. "Mas, Mas mau anak cewek atau cowok?"

"Apa aja, sih, oke. Kembar, oke juga. Kembar sepasang, oke juga."

Vivi mengerutkan kening. "Oke semua, nih?"

"Apa pun yang dikasih Tuhan untukku, ya aku wajib syukuri. Aku bahagia banget, apa pun nantinya ...." Keduanya saling melempar senyuman, dan mulai wajah mereka pun berdekatan.

Siap menyatukan bibir sampai suara Dzaki terdengar.

"Ini tempat istirahat buat cewek, bukan buat mesra-mesraan! Kerja sana!" katanya seakan bos, benar-benar murka karena warung di-handle sendiri oleh dirinya.

"Eh, ma-maaf-maaf!" Nasrul pun menatap Vivi yang bukannya kecewa, malah tertawa. Ia pun memberikan kecupan singkat sebelum akhirnya menuju keluar.

Vivi menghela napas, hanya sekejap saja karena Nasrul mood-nya baik kembali.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

MAS NASRUL [B.U. Series - N]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang