13 November 2020
•••
Ada rasa rindu di diri Nasrul yang kentara hingga malam itu, ia memandangi foto dirinya yang masih kecil bersama sang ayah, pria berkumis janggut di sana. Hanya ini satu-satunya kenangan yang Nasrul punya, tak banyak foto, bahkan ia tak tahu bagaimana wajah ibunya.
Hanya ia dan ayahnya.
Namun Nasrul yakin, ibunya ibu yang baik.
Ia hanya menatap, menatap, dan menatap, hingga sang istri masuk ke kamar. Menemukan suaminya demikian, Vivi menghampirinya, duduk di sampingnya kemudian.
"Kenapa, Mas?" tanya Vivi.
Nasrul tersenyum, menggeleng. "Gak papa, aku kangen abah aja ...."
Vivi mengusap bahunya, dan Nasrul memegangi tangan lembut wanita itu. "Mas pengen aku pijitin?"
"Boleh." Dengan tangan lentiknya, Vivi mulai memijat Nasrul. Dimulai dengan menekan-nekan tangannya yang membuat Nasrul keenakan, rasanya melayang hingga kantuk menyerangnya.
Vivi, menarik kepala suaminya mendekat, kemudian membaringkan di atas pahanya. Nasrul berpejam dan saat itulah, Vivi mulai memijat kepalanya, aduhai rasanya betapa Nasrul menikmatinya. Semakin rileks dan nyaman.
"Vi," panggil Nasrul, suaranya agak parau.
"Iya, Mas?"
"Selain kangen abah, entah kenapa aku kangen emak juga," katanya, Vivi terdiam menyimak. "Aku gak pernah liat muka emak, sih, cuman ... entahlah. Aku gak paham perasaanku."
"Itu hal yang wajar, Mas. Perasaan orang tua dan anak yang saling sayang. Kadang juga, aku kangen ayah sama ibu."
Mata Nasrul terbuka, menatap sendu istrinya.
"Kamu pengen ketemu orang tua kamu?"
Vivi tersenyum hangat. "Karena rasa cinta, rasa rindu jadi hal yang wajar, cuman kita harus memahami situasi kita saat ini. Aku rindu mereka, tapi karena aku sadar aku harus belajar mandiri, aku belajar sendiri. Yang terpenting adalah ... aku sayang mereka."
"Aku juga sayang mereka ... emak abah, orang tua kamu ...."
Kemudian, Nasrul mengangkat kepalanya, menatap istrinya dengan senyuman. "Sekarang gantian, biar aku yang pijitin kamu, oke?"
"Oke ...." Vivi mulai membuka pakaiannya, dan Nasrul ikut-ikutan.
"Lho, Mas?" tanya Vivi bingung.
Nasrul juga ikut bingung. "Pijitin yang kumaksud, sih, pijitin biasa. Eh keknya kamu nyangka pijitan lain, kan? Ya udah gak papa aku oke aja."
"Lho, pijitin yang kupikir pijitin punggungku, eh."
"Ouh ...." Nasrul malu sendiri.
Vivi tertawa. "Ya udah kalau Mas maunya itu." Dan ia menenggak saliva, melihat Vivi dengan gaya seksinya menjilat bibir kemudian mengalungkan tangan ke leher Nasrul.
Mengeras dan menegang.
"Sssttt ...." Dan selain pijatan asli Vivi, ada yang lebih merileksan daripada itu.
Nasrul dibuat mabuk kepayang semalaman, bersama istrinya yang hamil muda. Namun tentu, sekalipun ganas-ganasnya karena Vivi yang ada di minggu-minggu awal, tetap nasihat dokter Nasrul tekankan di dirinya.
Mereka memeriksa rutin kandungan, bayi pertama mereka, dan menetapkan sebuah prinsip menjadi orang tua yang baik.
Subuh harinya, Nasrul terbangun dengan keadaan bahagia, ia meregangkan badannya dan mulai mendudukkan diri ke kasur ketika ia sadari istri tercintanya Vivi tak ada di sampingnya. Suara mual-mual di kamar mandi pun membuatnya buru-buru bangkit dan menghampiri sumber suara, tentu saja ada Vivi di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAS NASRUL [B.U. Series - N]
Romansa18+ Sebuah kisah sederhana tentang Nasrul, tukang gado-gado yang jatuh cinta dengan Vivi, gadis kantoran yang berpendidikan.