Chapter 34

7.2K 703 49
                                    

14 November 2020

•••

Warung tutup sementara, Dzaki dan Fuka disuruh keluar, dan kini hanya keluarga besar itu berada di dalam. Berempat, saling berhadap-hadapan.

"Jelaskan, apa yang kamu lakukan?" Nasrul seakan digampar akan pertanyaan itu, ia ingin bersuara tetapi tiada yang keluar. Sedang Vivi, masih terisak, kini ia memeluk ibunya.

Di mana pegangannya? Ia tak punya tenaga, ia terlalu takut sekarang.

"Apa ini soal cewek yang sering godain kamu?" Bak jarum yang ia telan, itu menusuk dadanya sendiri. "Mana janji kamu sebagai seorang pria, huh?"

Masih tak tahu harus menjawab apa.

"Mana?!" Nasrul terperanjat, bahkan sampai terjengkang ke belakang dengan tak elite, dan langsung ia bangkit berdiri.

Spontan membungkuk ke arah mereka. "Maaf, Ayah, Ibu! Maaf!"

"Minta maaf jangan dengan kami, tapi dengan Vivi," kata ibunda Vivi yang masih berusaha menenangkan anaknya. "Kamu tahu Vivi hamil, harusnya pinter-pinter jaga perasaan dia!"

Vivi yang terisak sedikit menoleh ke suaminya, Nasrul yang masih sendu. "Vi, maafin Mas ...."

Hening, diam tak bersuara.

Vivi menghela napas panjang, ia mengingat apa yang dilakukan suaminya tadi. Kenekatan yang buruk, dan sekarang ia bisa berpikir jernih. Apa yang dilakukannya mungkin romantis, tetapi salahnya, ini salahnya nanti jika reputasi warung mereka mundur.

Vivi menggeleng. "Salah aku, Yah, Bu," kata Vivi, mereka menoleh takjub. "Aku harusnya sabar aja ...."

"Enggak, Vi, itu salahku! Harusnya aku paham situasi aku, dan juga perasaan kamu. Aku bener-bener minta maaf ... aku janji gak akan lakuin itu lagi. Aku ... beri aku kesempatan ...."

Vivi terdiam, seperti biasa ia melihat keseriusan di mata Nasrul. Meski diam, ia tetap menyadari ini sudah pasti kesalahannya, harusnya ia jujur saja, dan semua ini mungkin tak akan terjadi sampai sejauh ini.

"Yah ... kita sama-sama minta maaf aja, Mas." Vivi tersenyum hampa, lalu menatap kedua orang tuanya. "Itu bukan sepenuhnya salah Mas Nasrul, andai aku jujur lebih awal. Dia sendiri harus ngejaga reputasi warung kami. Sekarang, aku khawatir dengan nama baik warung Mas Nasrul."

"Aku sama sekali gak masalah soal itu." Nasrul menggeleng. "Gak ada yang lebih berharga, namaku kotor atau apa pun, yang terpenting kamu ... kamu."

Vivi terharu, dan ia langsung bangkit, masuk ke pelukan suaminya.

"Pinter banget ngegombal," bisik ayah Vivi memutar bola matanya.

Ibunda Vivi tersenyum. "Sama aja kayak Ayah dulu."

"Mana ada!" Pria itu tak terima.

"Ada, mau liat rekamannya?" Dan kedua pipi pria itu memerah.

"Ga-gak."

"Ya udah nanti malem ini nonton." Mata Ayah Vivi melingkar sempurna.

Keduanya berpelukan, seakan dunia milik berdua, dan setelah berpelukan, saling melepas, ayah Vivi berdeham.

"Vi, kalau suamimu kerja, mending kamu ikut Ayah Ibu di rumah, biar bisa kami jagain terus. Kan kalau di sini pasti Nasrul sibuk, gak terlalu bisa jagain kamu." Ayahnya memutuskan.

Vivi dan Nasrul kelihatan dilema, meski akhirnya Nasrul mengisyaratkan jika hal tersebut pilihan tepat, tetapi Vivi berkata lain.

"Aku di sini aja, Yah, Bu. Bersama Mas Nasrul, aku pengen sama dia aja, gak mau nyusahin Ibu ataupun Ayah."

"Gak nyusahin, kok, Sayang. Soalnya ini cucu pertama kami, kami akan lakuin segalanya biar kamu dan bayi di kandungan kamu sehat," jelas sang ibu. "Ya, Sayang?"

Lagi, Vivi menatap suaminya, dan Nasrul mengangguk.

"Enggak, Bu, Yah." Ia menatap keduanya lagi. "Ini rumah tanggaku, sekali lagi aku gak mau nyusahin kalian. Aku yakin Mas Nasrul bisa jaga aku, dan lagian aku di sini ada temen, Mbak Fuka, kami juga biasanya cuman istirahat aja dalam kamar."

Ayahnya menghela napas, kemudian menatap istrinya sejenak, ibu Vivi mengangguk.

"Ya sudah kalau itu mau kamu." Kemudian ia menatap nyalang Nasrul. "Tapi awas saja, awas saja ...."

Nasrul menenggak saliva, ia menunduk takut ke arah mertuanya. "Saya janji, Yah! Janji gak akan lagi!"

"Bagus! Awas aja!" ancam lagi pria itu. "Ya udah, bikinin kami gado-gado."

"Iya, bikinin gado-gado, Ayah emang rese kalau lagi laper," kata ibunda Vivi.

"Ibu!" Ayahnya kelihatan merengek kesal, sedang Vivi tertawa dan Nasrul berusaha menahan tawa. Takut disembur lagi.

Warung pun dibuka lagi, dan Vivi serta Nasrul membuatkan makanan untuk mertuanya. Mereka sudah berpikir, mungkin pelanggan akan jera, terlebih sekarang warung mereka sepi.

Namun, nyatanya Dzaki datang lagi bersama istrinya dan bersama beberapa pembeli.

Sudah jelas, Dzaki, sahabat paling suportifnya itu menjelaskan apa yang terjadi. Benar-benar keberuntungan memiliki karib sepertinya dan Nasrul sangat berterima kasih pada pria itu, atas segala yang ia lakukan padanya, pada keluarganya.

Sementara itu, mereka tak sadar, ada dua orang yang memperhatikan dari jauh ....

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

MAS NASRUL [B.U. Series - N]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang