Chapter 6

14.2K 941 37
                                    

20 Oktober 2020

•••

"--jikalau tanpa kumis dan janggut, rasa gado-gado kita bakalan jadi beda. Enggak khas lagi!"

"Lho? Kenapa gitu, Bah?" Nasrul kecil terlihat bingung. "Apa karena gak ada kutunya yang masuk ke makanan?"

"Kutu terus di pikiran kamu ini, Arul Arul!" Ayahnya mencubit hidung Nasrul kecil yang hanya tertawa. "Ini soal sisi spiritual, coba aja bandingin kamu bikin dan bikinan Abah!"

"Ah, masa, sih, Bah? Ini karena aku gak bisa aja belum bisa aja bikin kaya Abah!"

"Bukan belum bisa, kamu belum siap! Ayo, sini, Abah ajarin, dan lihat perbedaannya!"

"Ck, Nasrul, Nasrul!" Mata cokelat Nasrul kelihatan murung kala Dzaki membenarkan kemejanya, kemudian membenarkan masker yang ia pakai. "Percaya banget lo ama pantangan ayah dan buyut-buyut lo. Zaman sekarang mana ada janggutan kumisan sama enggak begitu bikin rasa masakan beda! Dahal, kan, cara masaknya sama!"

"Lo mana paham pantangan keluarga gue! Gegara elo, nih!" Nasrul mendengkus sebal di balik masker yang agak meredam suaranya. "Entar gimana performa gue jadi setengah-setengah!"

"Ck, udahlah, mau gimana lagi udah kepotong, kan?" Wajah Nasrul masih kesal. "Percaya napa! Ini demi kebaikan elo juga! Dah sana lo capcus!"

"Iye, iye." Nasrul membenarkan kemejanya lagi, ia kelihatan rapi meski tetap ada kain usang yang menggantung di lehernya. Terakhir, Dzaki memasukkan kotak berbentuk bulat berwarna merah tua ke saku Nasrul.

Nasrul menatapnya selama beberapa saat dan menatap sobatnya lagi yang mengacungkan jempol. "Dah, sana lo!"

Mulai ia menuju gerobak dan mendorongnya kemudian.

"Semangat, Rul, jemput calon bini lo!"

Narsul menoleh ke temannya, mengacungkan jempol, ia tersenyum paksa di balik maskernya sebelum akhirnya matanya kelihatan kesal lagi sambil mendorong gerobak gado-gadonya.

"Gado-gado!" Teriakan Nasrul mulai menggema melalui jalanan sempit gangnya tersebut, sesekali ia melihat kantong berisi kotak di saku dadanya. "Gado-gado!" teriaknya lagi.

"Pak, gado-gadonya tiga bungkus!" Seorang wanita, salah satu langganan Nasrul, menghampiri pria tersebut

"Kek biasa, ya, Bu? Siap siap!" Nasrul menunjukkan jari perfecto di tangannya. Mulai menyiapkan pesanan.

Si ibu memperhatikan wajah Nasrul. "Wah, Pak, Bapak maskeran keliatan lebih muda, ya."

Ucapannya membuat Nasrul tertawa. "Wah, makasih, Bu, makasih. Tapi usia saya emang masih dua puluh enam, sih, Bu."

"Eh? Dua enam? Bukan Bapak-bapak, dong?" Nasrul hanya tertawa miris. "Wah, maaf, ya, Mas. Selama ini manggilnya Bapak."

"Enggak masalah, Bu. Mungkin emang muka saya yang boros."

"Ah, enggak juga, sebenernya mungkin karena Masnya janggutan dan kumisan gitu. Diliat juga sebenernya Masnya ganteng!"

Nasrul tertawa. "Wah, tersanjung saya, Bu."

"Serius! Masnya maskeran kenapa, nih?"

Nasrul berdeham. "Yah, Bu ... bibir saya disengat tawon jadi doer, serem, Bu," dalihnya. "Kesasar tawonnya ke kumis saya, Bu." Keduanya tertawa.

"Wah, cepet sembuh, ya, Mas."

"Iya, Bu, makasih." Ia pun menyerahkan bingkisan berisi tiga gado-gado ke sang ibu yang menukarnya dengan lima puluh ribuan. Nasrul memberikan uang dua puluh ribu sebagai kembaliannya.

"Makasih, ya, Mas."

"Sama-sama, Bu!"

Dan Nasrul kembali berjalan dengan sesekali meneriakan dagangannya, pembeli demi pembeli berdatangan tetapi Nasrul agak khawatir karena nasib kumis dan janggutnya saat ini. Ia berharap rasanya masih sama ....

Tak butuh waktu lama, akhirnya ia sampai di tempat kerja Nasrul, dan menunggu setia di sana. Ia menyiapkan alat duduk, duduk di sana menunggu, seraya mengeluarkan kotak dari sakunya, memperhatikannya sedemikian rupa kemudian memasukkannya lagi.

Menunggu, menunggu, dan menunggu.

Sampai, waktunya istirahat. Beberapa pegawai keluar, memesan gado-gado padanya, dan mengejutkan karena Vivi yang biasanya menjadi pelanggan paling depan malah tak keluar-keluar. Nyatanya, hanya teman kerja Vivi, Ugo, yang kini menghampiri Nasrul.

"Pak, Bapak ada liat Vivi?"

Pertanyaan itu, seketika mengagetkan Nasrul, spontan Nasrul menggeleng.

"Ah ... keknya dia bener-bener ngambil libur hari ini." Tampak, Ugo berpikir. "Ya udah, saya pesen dua, ya, Pak. Bungkus. Satunya sesuai sama yang biasa Vivi pesen."

"Ah, iya, Mas."

Tampaknya, Ugo akan mengunjungi Vivi.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

MAS NASRUL [B.U. Series - N]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang