Chapter 19

9K 842 57
                                    

31 Spookytober 2020

•••

"Bang, Bangbeb!" panggil seseorang kala Dzaki tengah sibuk bekerja, pria itu yang mengetahui siapa pemilik suara menoleh ke sumbernya. "Bangbeb!" panggilnya semakin nyaring.

"Kenapa, sih?" Ia tak melihat sosok istrinya, sang pemanggil, membuatnya terpaksa turun dan mulai melangkah keluar. "Ngapain, sih, Aybeb ke sini? Heran, deh," gumamnya.

Dan kini, ia sampai di depan.

"Aybeb, ada apa? Ngidam la--" Pertanyaan Dzaki terhenti melihat nyatanya istrinya tak sendiri. "Eh ...."

"Ini yang sering kalian bicarain, kan? Namanya--"

"Ayo, masuk cepetan! Masuk!" katanya bergegas mengajak dua wanita itu, belum selesai bicara dan satunya terheran. "Ayo, masuk, hati-hati!" Ia menuntun mereka dan sampailah di lokasi di mana terlihat di langit-langit yang terbuka ada Nasrul di sana. "Itu dia, Mbak Vivi!" kata Dzaki.

Vivi menatap ke atas, melihat Nasrul di atap yang terlihat terik itu, ia tak menyadari kehadiran mereka dan asyik bekerja keras di situasi panas itu. Terlebih, janggut kumisnya hadir kembali ....

"Mbak, panggil aja!" kata Dzaki, wajahnya kelihatan sangat yakin akan sesuatu karena tahu sesuatu. Ya, sesuatu.

"Eh?"

"Panggil aja, Mbak!" katanya.

"Ma-Mas ... Mas Nasrul!" Dan Vivi menurut, ia memanggil Nasrul, dan mengenali suara itu cukup sekali saja untuk Nasrul menoleh ke arah Vivi.

"Eh, M-Mbak Vi--" Mata Nasrul membulat sempurna, dan sialnya pijakan Nasrul lepas. Hal yang membuatnya terguling ke belakang.

"Eh, Mas!"

BYUAR!

Syukurlah, Nasrul jatuh ke air, dan keahliannya membuat kakinya yang jatuh lebih dahulu. Ia langsung keluar dari air setinggi dadanya itu, menatap tak percaya di balik dinding yang sudah dihancurkan. Di sana, Dzaki tersenyum semringah bersama istrinya, dan wajah Vivi terlihat menatapnya sendu.

"Eh, Pak Nasrul jadi ganteng setelah kecebur?!" kata salah satu anak buah Dzaki, melihat kumis janggut Nasrul tiada, dan ia sadari benda itu hilang karena terlepas dari wajahnya.

Ia buru-buru menutup wajah, kemudian naik ke permukaan dengan basah kuyup.

"Mas, ma-maaf ...."

"Eng-enggak apa-apa, Mbak. Saya yang enggak hati-hati," jawab Nasrul tersenyum kikuk, Vivi terlihat membuang wajahnya dari tatapan pria itu. "M-Mbak ada apa ke mari? Mau cerita sesuatu?"

Vivi menggeleng. "Maaf, aku keknya ganggu Mas kerja, jadi--"

"Ah, gak papa, Mbak! Saya bosnya di sini!" kata Dzaki. "Tolong, kasih tahu tujuan Mbak datang ke sini sambil make cincin yang dikasih Nasrul?"

Nasrul terperanjat, ia menatap jari manis Vivi yang tak tersembunyi dan dikenalinya itu cincin miliknya. Tak ia sangka, Dzaki begitu teliti, sampai seteliti itu. Baik Vivi dan Nasrul kaget mendengarnya. Siapa sangka, nyatanya cincinnya jatuh di tangan Vivi.

Kemudian, Dzaki semakin bangga, pasti pula Vivi menerima surat Plan B-nya.

Diam.

Semuanya diam, hening.

Sampai, Vivi bersuara.

"Aku nolak lamaran Ugo, karena nyatanya dia gak sebaik yang aku kira." Ia menggunakan segenap keberaniannya mengatakan itu kemudian menatap pria tampan basah kuyup di hadapannya. "Dan ini ... Mas sebenernya mau lamar aku, kan?"

"Ah, i-itu ...."

Dzaki terlihat berdecak, memberi kode agar Nasrul menerimanya saja.

"Nyatanya, aku tahu sosok terbaik bagiku, sosok dewasa itu ... Mas Nasrul. Yang selalu hadir saat aku sedih, yang ngasih aku nasihat dan saran yang sangat berguna, yang bantu aku ngelawan kesedihan dan bikin aku bahagia. Maslah, Maslah orangnya. Aku menerima lamaran Mas bukan karena Mas pilihan kedua, aku ...."

Mata Nasrul membulat sempurna, seakan tak percaya akan apa yang didengarnya, dan ia masih bingung bagaimana dia bisa tahu soal dirinya ingin meminangnya hanya karena cincin itu.

"Karena aku tahu, Mas yang terbaik. Aku ingin melangkah berdua bersama Mas, aku gak mau stuck di masa lalu lagi." Ia mengambil tangan Nasrul, menyerahkan sebuah kertas kecil berisi tulisan yang membuatnya menatap bahagia Dzaki di sana.

"Ini ... pilihan tepat, kan, Mas?" Ada rasa bahagia dominan yang membuat Vivi tersenyum. Ia mungkin sedih mengetahui kenyataan Ugo yang tak serius padanya, tetapi dengan pelajaran itu ... ia bisa menemukan yang tepat.

Nasrul, juga ikut tersenyum. "Saya berjanji, saya bakalan menjadi suami yang baik, dan ayah yang baik. Untuk kamu dan anak-anak kita kelak." Vivi menggenggam tangan Nasrul, begitupun sebaliknya, rasanya ada getaran dari hati saling menjalin melalui pegangan itu.

Inikah yang namanya cinta? Rasa sayang Vivi kepada Nasrul yang dulu sekadar ayah dan anak meningkat. Mereka seumuran, dan mereka saling merasakannya. Hal itu membuat Vivi tergerak, tanpa peduli keadaan Nasrul yang basah, memeluknya begitu saja.

"Eh, M-Mbak ...."

"Panggil nama aja, Mas. Vivi. Terus aku-kamu aja, ya, Mas," ujar Vivi.

"I-iya. A-anu, Vivi ... basah."

Vivi langsung melepaskan pelukannya, dan ia sadari bajunya juga ikut-ikutan basah. "Enggak papa." Vivi tersenyum semringah.

"Duh, senangnya, kami kayak obat nyamuk," kata Dzaki, dan mereka mendapat cuit-cuitan dari teman-teman lain yang ada di sana. "Ya udah, lo setengah hari aja, pulang sana pulang! Anterin calon bini lo sama bini gue pulang juga!"

"Lah?"

"Lo harus ketemu orang tua Vivi!" tegas Dzaki, Vivi dan istrinya tertawa mendengarnya.

Nasrul menenggak saliva ... gugup.

"Sayang, kamu pinjemin Mbak Vivi baju, ya. Nasrul juga pinjemin baju yang bagus. Ya udah, gue sama yang lain balik kerja lagi! Udah sana pulang, pulang!" perintah Dzaki, dan mereka terpaksa menurut meski Nasrul merasa sangat takut sekarang.

Namun, ketakutan itu ditekan oleh rasa yang hadir kala mengetahui Vivi menerima lamarannya, dan kini ia bisa bersanding dengan orang yang amat ia cintai.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

MAS NASRUL [B.U. Series - N]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang