Chapter 4

14.8K 1K 75
                                    

18 Oktober 2020

•••

Nasrul berdiri di depan gambar usang yang tergantung di pigura yang ada di dinding. Ada seorang anak kecil yang berdiri dan di belakangnya ada pria tua yang berkumis dan berjanggut hampir sama sepertinya.

"Huh ... Abah, Nasrul OTW jemput jodoh Nasrul. Doain Nasrul sukses, ya, Bah." Nasrul tersenyum, memegang wajah pria di gambar itu yang berpenampilan mirip dengannya. Kemudian, memejamkan mata, mengingat masa lalunya.

"Ini kakek kamu, Rul," kata sang ayah, memperlihatkan gambar seorang pria berkumis janggut serta seorang anak yang tampaknya ayahnya. "Dan ini ayah dari kakek kamu, buyut kamu, dan banyak lagi!"

"Abah." Wajah Nasrul kecil yang polos menatap ayahnya, kemudian menyentuh kumis dan janggutnya. "Kenapa keluarga kita semuanya rumah kutu, Bah?"

"Lah? Kok rumah kutu?"

"Oh, hutan lindung kutu, ya, Bah?"

"Hadeh, bukan!" Ayahnya menepuk kening dan keduanya kemudian tertawa. "Ini namanya kumis dan janggut, tanda kebanggaan keluarga kita, keluarga Guritno." Nasrul kecil manggut-manggut, pula berohria. "Kamu paham kenapa ini kebanggaan keluarga kita?"

Nasrul menggeleng. "Karena keluarga kita peternak kutu?"

"Hadeh, ni anak! Ini itu karena--"

"Rul, udah lom? Ayo, nih, gue udah minjem alat cukur, nih!" kata Dzaki yang tiba-tiba membuka pintu rumah Nasrul, membuyarkan khayalan masa lalunya.

Nasrul menoleh. "Bentar napa, sih!"

"Cepetan, keburu bini gue ngamuk di rumah, nih! Dia bolehin minjemin lo baju, asal gue beliin dia bakso di depan!"

"Ck, iya iya!" Nasrul mendengkus, menatap pigura foto itu lagi. "Nasrul berangkat, ya, Bah! Papay!" Dan kemudian, ia berbalik, menghampiri Dzaki yang menuntunnya keluar rumah, ke depan teras yang dihuni sebuah lampu putih. Ada kursi di sana yang kemudian Nasrul didudukkan di sana, lalu sebuah celana diikatkan ke lehernya. "Lu gak ada kain atau apa gitu? Ngapa celana diiket di sini?" Nasrul mencium celana itu. "Buset, bau apek lagi!"

"Ck, udah napa! Makanya cepet-cepet!" Dan Dzaki menyiapkan alat cukup, bunyinya membuat Nasrul menoleh cepat.

"Eh, eh, eh! Tu alat cukup bukannya bikin botakin rambut, hah? Lo emang bisa make buat nipisin doang, hah?"

"Gue bisa! Gampang itu! Asal lo gak banyak gerak!"

"Tipisin aja, ya! Awas ampe abis kecukur!"

"Iya, iya!" Dzaki mendengkus sebal. "Kita mulai, ya. Satu--"

"ARGHHHHHHHHHHH!!!" Teriakan Nasrul menghuni malam yang sepi.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

MAS NASRUL [B.U. Series - N]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang