Chapter 38

8.5K 764 59
                                    

19 November 2020

•••

"Kenapa kau tak pernah bilang--"

"Aku ingin mengatakannya, oke? Tapi aku tak punya waktu dan berpikir masa lalu tetaplah masa lalu. Aku tak bermaksud menyembunyikannya, aku malas mengatakannya, dan Mom menderita karena itu. Aku takut ia kambuh lagi." Wajah Quill memurung, ia duduk di samping sang kekasih. "Aku kacau, oke? Maafkan aku."

"Kita harus menemui mereka sekarang!"

"Kau tidak lihat wajah pria itu? Ia syok karena dibohongi banyak hal oleh ayah!"

"Ya, dan kau harus di sana kala ia mengadu pada ayahnya!"

"Hei!" Quill kaget kala Hazel menekan tombol pemanggil dokter. "Biar aku saja, kau tetaplah istirahat."

"Tidak, aku ragu kau melakukannya, Jovanni. Kau terlalu lemah, untuk ukuran seorang pria."

Sementara itu, Nasrul, memandangi foto ia dan abahnya. Menatap dengan sendu bersama Vivi yang berusaha menenangkannya.

"Aku gak tahu, aku pusing sekarang, yang mana yang bener?" tanya Nasrul, menggeleng pelan. "Abah, atau orang yang ngaku kembaranku itu? Aku ... aku ...."

"Mas, tenang!" Vivi memeluk suaminya erat, dan setelahnya bisa ditebak Nasrul mulai terisak.

"Vi, Abah bohongin aku, ya? Kalau iya ... aku bener-bener ...."

"Semua orang punya alasan tersendiri, Mas."

"Emak masih hidup ...." Nasrul menggeleng. "Kenapa Abah misahin aku dari Emak? Aku, aku bingung ...."

Vivi terdiam, ia sendiri masih bingung mencerna kejadian aneh hari ini. Keduanya sama-sama tercengang bersama pikiran yang tak jernih hingga akhirnya, Vivi membaringkan suaminya.

"Mas, kita tidur dulu, ya. Mas pasti capek seharian kerja, kan?" Ia menyeka sisa-sisa air mata Nasrul, ini kali pertama ia melihat suaminya berada di titik lemah. Kekecewaannya pada sang ayah dan kebingungannya--hatinya benar-benar dilema.

Vivi berbaring di hadapannya, dan Nasrul memeluknya erat. Nyaman.

"Makasih, Vi ...." Karena ia selalu berhasil menjadi penyemangat Nasrul yang jatuh sejatuh-jatuhnya.

"Hust ... tidur, ya, Mas." Nasrul mengangguk, dan menutup matanya. Vivi memperhatikan, memegang pipi berahang tegas pria itu. "Besok libur aja, ya. Kamu capek, istirahat yang banyak." Lagi, Nasrul mengangguk.

Pelukan mengerat, mata Vivi yang berat kini juga menutup, dan tak butuh lama mereka jatuh ke alam mimpi.

Nasrul, di mimpinya, melihat dia bermain dengan seorang anak kecil. Anak kecil yang wajahnya, kala ia melihat ke cermin kecil tempat mereka bermain, mirip dengannya. Kemudian tak lama, ada seorang wanita, wanita lembut yang duduk di tengah-tengah mereka serta abah, abah yang sempat tak ia kenali tetapi dari matanya ... ia tahu itu abah tanpa jabisnya.

Mereka keluarga yang bahagia.

Sampai, dengan cepat adegan teralih, Nasrul tak bisa bergerak, hanya mengulurkan tangan seraya menangis melihat ibunya mengambil saudaranya menjauh dan pergi. Ada suara caci maki di sana dan akhirnya, adegan beralih lagi.

Kini, entah sudah berapa lama, ia melupakan wanita itu dan ayahnya memiliki jabisnya.

"Nasrul, kita pergi dari sini, ya, Sayang." Ia digendong ayahnya, yang kemudian bersama tas besar membawanya ke seseorang yang tengah membawa sekop serta nisan, kemudian membayarnya. "Tolong bantuannya, ya! Kasih tahu warga lain juga."

MAS NASRUL [B.U. Series - N]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang