7 November 2020
•••
Hari itu Vivi dan Nasrul memakai pakaian serba hitam, mereka menuju ke sebuah lokasi bertuliskan TPU di sana. Tempat Pemakaman Umum. Mereka berjalan dengan gontai, saling bergandengan sedang Vivi membawa bunga dan Nasrul wadah kecil berisi air. Tak butuh waktu lama ia berhenti di sebuah nisan tua berdampingan bertuliskan Taufik Guritno dan Vega Oktafiansyah di sana.
Benar, ayah dan ibu Nasrul.
Mulai, mereka membereskan makam dari dedaunan dan rumput liar, membersihkannya sedemikian rupa dan mulai menyiramkan air dan menaburkan bunga sembari berdoa kepada mereka. Kemudian, Nasrul mengusap nisan ayahnya.
"Bah, Mak, Nasrul dan Vivi udah buka usaha memperbesar usaha gado-gado keluarga Guritno. Doakan biar kami sukses, ya, Bah, Mak," kata Nasrul. "Minta restunya, Bah, Mak." Ia tersenyum kecut.
Ia kemudian menghela napas panjang.
"Bah, Mak, sebenernya apa alasan Abah bilang kalau aku kudu make jabis biar gado-gadonya enak? Padahal enggak pake itu juga enak. Nasrul kepo, Bah. Apa cuman karena ucapan turun temurun aja?" tanyanya bingung, Vivi memegang bahunya, seakan mengisyaratkan tak seharusnya ia berkata demikian. "Maaf, Bah ... Nasrul gak maksud. Nasrul bener-bener makasih sama Abah dan Emak. Kami pamit dulu, ya, Bah, Mak."
"Kami pamit, Bah, Mak," kata Vivi ikut menyahut.
Ini ketiga kalinya Nasrul ziarah kubur ke tempat orang tuanya bersama Vivi, saat sebelum menikah dan sehari setelah menikah. Ia juga memperkenalkan Vivi waktu itu, bercerita soal kebahagiaannya bersama Vivi, dan Vivi tersenyum hangat mendengarnya. Setelahnya, mereka pun berdiri dari duduknya, beranjak setelah pemanjatan doa terakhir untuk pulang ke rumah.
Sepulangnya dari TPU kemudian, mereka pun berganti pakaian, dan mulai mengurusi warung yang akan siap mereka tempati sebagai lokasi berjualan. Mendekornya sedemikian rupa hingga malam harinya, mereka singgah makan bakso dengan mesra di pinggir jalan, sebelum akhirnya pulang ke rumah. Membersihkan diri dan beristirahat dengan saling membagi kehangatan satu sama lain ala suami istrinya.
Selalu begitu.
Hari demi hari dilewati dengan mengurus kebutuhan warung makan, juga mengurus surat-surat tertentu, banyak waktu yang mereka habiskan berdua sampai akhirnya peresmian dibukanya warung makan gado-gado Mas Nasrul. Nyatanya, siapa sangka, sudah banyak orang mengantre ketika mereka baru membuka warung seraya menurunkan tirai bertuliskan nama "Gado-gado Mas Nasrul" dengan slogan "Wehnyak, Mas'e!"
"Ayo, Bu, ada promo hari pertama beli dua bungkus gratis satu bungkus!" Nasrul berteriak dan mulai pelanggan memesan makanannya. Istrinya terlihat juga menangani pelanggan yang rata-rata wanita dan gadis itu.
Dan sesekali, Vivi agak kesal karena keganjenan beberapa orang menggodai suaminya.
Walau kemudian, ia menepis rasa kesal itu, sadar jika Nasrul jelas sekali hanya mencintainya. Dari tatapannya pun berbeda, dan ia bangga akan hal itu.
Kemudian dari sisi Nasrul, ada beberapa bapak-bapak dan mas-mas ganjen menggodai istri cantiknya. Cemburu? Jelas. Tetapi Nasrul sadar mereka pelanggannya, lagipula istrinya jelas terlihat tak tertarik dan ia suka kala bapak-bapak mendapatkan jeweran dari istri galaknya. Hari pertama berjalan lancar dan laris manis, duo suami istri itu bahkan sampai kewalahan baik yang dibungkus atau yang makan langsung di sana.
Terlebih, bisa dikatakan ini kali pertama Vivi menyiapkan makanan begini. Dan kali pertama Nasrul menyiapkan makanan berbeda. Sulit, namun keduanya yakin akan terbiasa. Ojol pun juga kadang memesan, dan keuntungan agak lebih besar melalui ini.
Hari pertama, penghasilan sukses besar!
Suami istri itu pun menutup warung, mengambil sisa makanan yang tak sepenuhnya habis tetapi masih layak makan, dibungkus dan diberikan ke anak-anak yang ada di jalanan di sana. Mereka makan dengan lahap, setelahnya Nasrul dan Vivi pun pulang ke rumah.
Menghitung penghasilan mereka yang balik modal dengan keuntungan lumayan.
"Semoga kita terus begini, ya, Vi. Biar bisa nabung dan menuhin kebutuhan sehari-hari."
"Aamiin, Mas."
Dan hari kedua, siapa sangka tak seramai kemarin, tetapi nyatanya ada pelanggan pertama mereka.
Nyatanya, itu Dzaki.
"Oi, nasi sop dua piring, satu nasinya setengah, makan sini! Berapa, tuh?" tanya Dzaki, turun dari motor bersama sang istri, menuju ke meja.
"Gratis aja buat lo, deh! Oh, ya, kemarin kenapa gak ke sini, nih?" kata Nasrul.
Dzaki tertawa. "Wuih, makasih, dah. Penglaris pertama, yak?" Kemudian, ia menimpali lagi. "Kemarin gue ke rumah mertua sama orang tua, gak tau kenapa Fuka ngidamnya makin greget."
"Ish, Bangbeb!" Istrinya kelihatan kesal, Vivi hanya tertawa seraya menyiapkan nasi.
"Masa, dia minta dipetikin mangga satu-satu di pekarangan rumah orang tua gue dan orang tua, dijus barengan." Dzaki geleng-geleng.
"Bangbeb!" Fuka semakin kesal.
"Iya Aybeb, iya. Gak papa, kok. Apa, sih, yang enggak buat Aybeb, mah." Ia kelihatan malu-malu sementara Nasrul dan Vivi tertawa. Nasrul pun menyerahkan pesanan mereka.
"Wah, enak banget nih baunya! Coba, ah ...."
Dan mereka makan dengan lahapnya.
Kemudian, Fuka terlihat menatap kedua pasangan itu. "Kalian udah ngisi?" tanyanya.
"Aybeb, jangan kepo, deh!" tegur Dzaki.
"Ngisi?" Nasrul mengerutkan kening.
Fuka mengabaikan ungkapan suaminya, menunjuk perut Vivi.
"Oh, itu. Mungkin nanti aku cek. Belum sempet akhir-akhir ini soalnya." Vivi menjawab, duduk di samping Fuka.
"Hehe, kalau keisi, ngidam aja banyak-banyak, biar bikin suami gabut," tawa Fuka dan Vivi ikut tertawa.
Dzaki ternganga. "Lho, jadi selama ini--"
"Ih, itu permintaan baby, Bangbeb." Fuka mengecurutkan bibir, memelas, dan Dzaki hanya bisa menghela napas seraya menyantap nasi sopnya. Perbincangan antar wanita pun dimulai dan Dzaki serta Nasrul hanya diam menyimak mereka.
Sampai, pelanggan lain datang.
Cewek seksi dengan dandanan menor dan sok menggoda, ia kelihatan terus menatap Nasrul dan hanya ingin dilayaninya. Nasrul, seperti biasa, bersikap baik layaknya pelanggan dan penjual sementara Vivi membuat rasa cemburu karena percaya akan suaminya. Sekalipun banyak wanita lain juga yang menggodanya.
Seakan tidak sadar jika Vivi adalah istri pria itu, yah mungkin hanya candaan.
Di mata Nasrul juga sama, ia tak suka abang ojol seakan menggoda istrinya, atau pria siapa pun, tak sadarkah mereka jika ia suaminya? Hah ... memang susah. Sayangnya etika pelanggan penjual berlaku di antara mereka.
Intinya, jangan mengambil secara personal.
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
MAS NASRUL [B.U. Series - N]
Romance18+ Sebuah kisah sederhana tentang Nasrul, tukang gado-gado yang jatuh cinta dengan Vivi, gadis kantoran yang berpendidikan.