Chapter 2

20.5K 1.2K 51
                                    

16 Oktober 2020

"Woah! Bos gue pulang!" pekik seorang pria gemuk yang berdiri di atas bangku yang di belakangnya ada pohon itu melihat gerobak gado-gado yang didorong Nasrul menuju ke arahnya. Ia tersenyum lebar seraya turun dari bangku tetapi senyumnya memudar melihat wajah murung Nasrul yang memakirkan gerobaknya kemudian duduk di bangku. "Lho, muka lu kenapa kusut begitu?"

Nasrul menghela napas. "Udah ada yang lamar dia duluan hari ini."

"Lah?! Lo kalah cepet?" Nasrul mengangguk. "Dia nerima lamarannya kagak?"

"Katanya, sih, masih digantung ...."

"Nah!" Nasrul terperanjat melihat temannya itu.

"Lo bisa, gak, gak usah pake ngagetin segala?"

"Ck, sensian amat, sih, gegara kalah cepet, Masbro!" katanya tertawa. "Tapi, kan, masih digantung. Lo tau artinya apaan?"

"Apaan?" ketus Nasrul.

"Hueh, kayak cewek PMS lo, Rul!" Nasrul hanya memutar bola mata. "Artinya, ya, dia sebenernya ngode pengen elo yang lamar, gitu aja gak tau!"

"Lah? Masa?" Nasrul mengerutkan kening.

"Lah, lah, lah? Gak percaya? Cewek mah gitu, kode-kode sukanya! Inget kata gue, gak? Dia suka curhat sama lo, tapi padahal dia pernah bilang ke elo kalau dia gak buka hati sama cowok! Itu artinya apaan coba, huh?"

"Gitu?" Nasrul masih bingung.

"Yagitulah, ada dalam kamus 1 juta bahasa kode cewek di otak gue!" Nasrul masih bingung. "Dilamarnya hari ini, kan? Masih digantung?"

Nasrul mengangguk. "Tapi gue kasih saran dia buat mikirin dulu, sih. Lo tau, cowoknya itu rekan kerja dia, keliatan kaya, ganteng banget lagi, pokoknya cocok banget sama Vivi. Keknya ... bakal diterima, deh."

"Woi!" Lagi, Nasrul terperanjat.

"Jangan ngagetin gue bilang! Gila gue lama-kelamaan jantungan tau!"

"Kalau dia suka, dia pasti bakalan nerima tu cowok tanpa babibu, gak perlu pake curhat ke gudang curhatan sedih dia segala!" Pria itu menunjuk Nasrul. "Lu harusnya tau, cewek itu beda sama cowok, iya mungkin mereka nyari yang WAH cuman tetep aja, banyak yang pake hati, sementara cowok banyak yang pake logika. Hati mereka para cewek pasti menang. Gue yakin seratus persen, dia pengen elo!"

"Huh ...."

"Lo jangan nyerah gitu, dong, Anjing!" Ia menabok bahu Nasrul sebal karena wajah menyerahnya. "Lo itu udah matang, ngumpulin duit sama bahkan beli rumah, beli cincin, segalanya lo udah kerahin! Dan lo cuman nyerah karena ada yang ngelamar dia duluan padahal masih dia gantung?"

Nasrul terdiam.

"Besok, pastiin lo lamar dia!"

"Gimana kalau ditolak?"

"Percaya sama gue, Vivi itu suka sama lo dan lo pasti diterima! Lagi, lo udah persiapkan semuanya dengan matang!"

"Ih, lo mau ngelamar cewek, dengan penampilan gitu?" Seorang cowok dengan penampilan modis bersama dua orang cewek di samping kiri dan kanannya menatap mereka. "Yang ada tu cewek bakalan jijik, kabur, capcus!" Dan ungkapan itu dibalas anggukan dua cewek bersamanya.

"Heh, Tusuk Lidi! Lu kalau gak kaya juga gak bakal tu dua bini lo mau sama lo!" Dan dua cewek itu menatap nyalang si pria gemuk. "Tampilan apa adanya begini, yang bisa mastiin tu cewek tulus! Dan lagi, cewek pake hati, pasti nerima dia!"

"Itulah kenapa lo salah, dua bini gue suka sama gue bukan cuman karena gue kaya." Ia menurunkan kacamatanya. "Tapi karena gue juga ganteng, bersih, rapi. Lah, temen lo?"

Nasrul menatap dirinya sendiri.

"Udah dekil, miskin, kotor, brewokan macam bapak-bapak pula!" Nasrul menatap sedih.

"Asal jeblak lo, ya! Rul, jangan peduliin ungkapan dia! Ni Tusuk Lidi mana paham cinta sejati!" Ia tampak tak peduli bersama dua ceweknya.

"Mm ... keknya dia bener, deh. Gak mungkin gue ngelamar cewek dengan penampilan begini." Ia lalu menatap Nasrul.

"Nah, sadar diri, Si Miskin!" ejeknya. "Dadah, Duo Miskin!" katanya sebelum akhirnya beranjak pergi.

"Heh! Awas lo!" Nasrul menghalangi temannya yang ingin menerjang. "Ck, awas aja tu orang!" Ia kemudian menatap Nasrul. "Lo gimana, sih! Lo percaya sama ungkapan dia?"

"Gue, sih, cuman percaya bagian gue emang perlu berpenampilan terbaik kalau mau ngelamar cewek. Bukan berarti tu cewek tulus atau apa, cuman apa salahnya memperbaiki diri biar lebih rapi, kan?"

Temannya menatap Nasrul dari atas ke bawah, sebelum akhirnya menghela napas. "Iya juga, sih. Penampilan lo bikin lo kayak bapak-bapak boomer."

Nasrul mendengkus. "Sialan lo!"

"Ya udah, kita make over lo malam ini juga! Gue bakal minjemin lo baju paling bagus, moga aja bini gue izinin." Nasrul tersenyum mendengarnya.

"BTW, gue gak mau kumis gue dipotong bisa? Dirapihin aja gitu."

"Yah, ditipisin aja oke, nih. Biar keliatan lebih muda." Ia manggut-manggut.

"Makasih, ya, Dzaki."

"Gue sebenernya penasaran, sih, apa jadinya kalau lo tanpa kumis janggut beginian. Dari mata lo, sebenernya gue yakin lo ganteng banget! Kenapa gak pernah cukur habis aja, sih, kali aja ngikat pembeli atau apa gitu!"

Nasrul menghela napas panjang. "Gak bisa, pokoknya gue gak bisa."

"Gak bisa kenapa, sih?"

"Pokoknya gak bisa, ini kebanggan gue, plis Dzak jangan, ya."

Temannya mendengkus. "Iya, terserah elo, deh."

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

MAS NASRUL [B.U. Series - N]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang