Chapter 32

1K 30 4
                                        

Angin sepoi sepoi menghembus beberapa lembar rambutku, usai makan malam itu aku hanya termenung di balkon tradisional yang juga bertingkat mewah. 

Semuanya sudah terlelap tidur, termasuk Seli, Ali dan juga..

"Ekhem.."

Suara berdeham itu membuatku menoleh ke arah suara.
Suara itu berasal dari Zarun yang datang membawa secangkir teh hitam. Aku tidak tau teh juga bisa berwarna hitam seperti kopi.

"Kenapa belum tidur raib? Kau seharusnya beristirahat, bukan malah termenung sendirian di atas balkon."
Zarun berseru.

"Aku tidak mengantuk Zarun, dan kau juga aneh! Kenapa tidak tidur juga. Kau bilang aku harus tidur? Kepalaku masih bingung kau tau, aku tidak akan bisa tidur jika di kepalaku masih berfikiran banyak hal." Raib memberikan alasannya.

"Oh, itu. Kalau begitu bisakah aku membantumu menghilangkan pemikiran itu?" Zarun menawarkan bantuan padaku.

"Sunggguh, bisakah?" Aku antusias menatapnya.

"Ya, dan ini minum teh dulu.." Zarun menyodorkan cangkir berupa bambu itu padaku.

Aku langsung menggeleng karena tidak tertarik tetapi Zarun terus memaksaku untuk meminumnya. Baiklah setidaknya aku hanya meminumnya sedikit saja.

Aku mengangkat Cangkir tersebut kemudian aku meneguknya, sesaat merasakan air yang ada di cangkir itu, tidak buruk juga ternyata, tidak semenyeramkan penampilannya, rasanya gurih dan renyah seperti memakan cemilan wafer.

"Bagaimana Ra?" Zarun bertanya padaku. Tanpa menjawab pertanyaannya Aku hanya mengangguk dan tersenyum sekilas, hanya untuk memberitahunya kalau Aku suka teh hitam ini. Tidak juga sih, tapi rasanya memang enak.

Sekitar belasan menit berlalu dan aku menghabiskan waktu tersebut untuk membicarakan percakapan ringan dengan Zarun, sampai rasa kantuk menerpaku.

"Hoam.."Aku menguap lebar dan sedikit meregangkan badan.

"Sebaiknya kau beristirahat Ra, sudah terlalu larut sekali. Tubuhmu pasti juga kelelahan." Zarun memberikan saran berikutnya untukku.

Aku mengangguk sekilas mendengarnya, tanpa ada lagi yang diperbincangkan Aku melangkah memasuki ruangan. Meninggalkan dirinya di balkon tradisional.

"Semoga Gadis itu tidak lagi merasa cemas berlebihan. Makin hari aku makin mencemaskannya saja. Hahh" Zarun menghenbuskan nafas perlahan. Nafas itu hangat yang berbeda dengan cuaca setempat yang cenderung dingin.

                         ==========

Raib yang masih menyusuri lorong tempat kamarnya berada kini mulai limbung terhenti di dinding.

"Ukh, kepalaku pusing tapi mataku berat sekali!" Raib bergumam pelan.

RAIB DAN ALI MENIKAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang