1

3.7K 214 13
                                    

Protego Totalum

.

Saat itu awal tahun di mana salju mengepul mengisi tipis langit. Pepohonan kerontang berbaris dalam hening yang mematikan di mana wanita itu menatap kekosongan yang mengisinya. Hermione tidak akan bisa lupa bagaimana sorot kelabu dari manik yang dirindukannya bertemu. Ia menyeka noda darah di sudut bibir albinonya yang berbau besi sekilas, buah dari kemarahannya beberapa detik yang lalu. Kemudian merapikan helaian perak pria di hadapannya dengan jemarinya yang hampir gemetar.

Ada ragu menggantung di dadanya. Entah karena kecanggungan atau bahkan rentang waktu yang cukup lama ketika mereka terakhir kali bertemu. Berbicara. Jika Hermione mengingat rasanya sudah hampir 17 tahun yang lalu. Dan nyatanya waktu belum berhasil membunuhnya. Sejumput perasaan.

"Kau merindukan aku?" Kalimat tanya pertama yang mewarnai malam itu. Tapi hening lagi-lagi menyergapnya.

Hermione menatap lurus ke arah kelabu Draco yang tampak berbinar meskipun ia coba sembunyikan setengah mati. Gurat tegas di wajahnya yang tirus semakin kentara. Ia sudah dimakan usia dengan pemandangan yang masih mempesona. Dan Hermione tak bisa berhenti takjub. Ia tak bisa lepas dari wajah yang dimintanya banyak jawaban atas jutaan pertanyaan.

Hermione pun berpaling pada baskom batu dengan cairan cemerlang yang mengisinya. Pensieve di mana memori bagai benang perak berenang-renang ringan. Ia mengabaikannya beberapa detik kemudian. Setelah merasakan gigitan kebekuan dari udara dingin yang memeluknya begitu ia melepaskan sehelai demi helai yang menutupi tubuhnya. Dalam sendu yang ia sembunyikan.

Tongkat kayu Hawthorne mengayun lambat dengan bisikan Mufliato ringan. Membuat selubung tak kasat mata yang membatasi percakapan apa pun yang terjadi di balik tembok ruangan ini. Sementara si empunya tongkat kini duduk bersandar pada sofa bulu di sudut ruangan setelah berhasil meneliti tiap sudutnya. Ia mengepalkan jemarinya dan menanti dalam senyap.

Meneliti tiap inchi gaun hitam yang perlahan merosot meninggalkan putih bersih tanpa cela dari yang Hermione miliki. Helaian terakhir yang melindungi wanita itu. Tubuh itu. Betapa Draco tak akan bisa lupa bagaimana tiap lekuk keindahan yang tercatat dengan baik di otaknya. Draco tertegun.

Dan kapan terakhir kali ia mendapatinya? Tujuh belas tahun yang lalu. Dan ia dahaga.

Pria paruh baya itu terkadang mengetuk-ngetukkan jemarinya dengan anggapan menggebu. Ingin mempersempit jarak namun ingin mengulangi nuansa yang membuatnya kehausan. Draco tak sabar.

Tapi ia tak tahu.

Pria itu hanya merasakan tiap denyut dari rasa sakit di sudut bibirnya. Seberkas tamparan keras Hermione yang entah bagaimana tak bisa ia cegah di awal. Sejak pertama Draco mengetuk pintu kayu mahoni di ruangan milik Hermione. Dan gadis itu menjamunya dengan tamparan yang disimpannya selama bertahun-tahun.

Wanita itu mungkin butuh sesuatu untuk menggelontorkan amarah. Dan Draco membiarkannya. Aroma besi tiap ia menghela napas dari noda darah yang perlahan terhenti mengingatkannya akan masa lalu dan kesalahan yang kini mulai menyeruak meminta dimainkan kembali.

Kelabu itu kini beralih. Menutup rapat-rapat memoar gila yang coba diingatnya. Napasnya teratur meski pun jemarinya mulai tak nyaman mengetuk-ngetuk satu sama lain. Terlebih ketika wanita itu terhenti.

Tubuh polos Hermione dibiarkannya terekspose memantulkan beberapa kilau dari cahaya sayup. Ia merasakan kebekuan menggigitnya. Mematikan syaraf dan mencampur hasrat dengan aroma mawar yang menguar sempurna ketika Draco mengecupnya. Ini terlalu intim.

Mawar yang memabukkan.

"Aku merindukanmu," bisik pria itu tak kalah mabuk. Seolah menjawab pertanyaan beberapa menit yang lalu. Dan Hermione mau tak mau tersenyum. Ia tak bisa melepas harapan tertinggi dari pertemuan rahasia ini. Terlebih ketika jemari pucat Draco menjalar mengabsen tiap senti kulitnya yang mulai sayu.

MYSTIFIED (DRAMIONE & SCOROSE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang