Seperti biasa, jangan lupa vote dan komentar yang banyak yah. Aku sayang kalian💜
So, happy reading✨
🌷🌷🌷
Matahari mulai menampakan sinar dengan sedikit malu-malu menyembul di balik awan. Burung-burung yang berterbangan berkicau berirama memberi suasana damai di pagi hari. Harusnya pagi hari adalah awal dimana manusia mulai melakukan aktivitas mereka dengan semangat, namun berbeda dengan Yuda. Dia merasa kesal karena harus berhadapan dengan Praja di meja makan untuk sarapan. Yuda yang tidak terbiasa sarapan hanya meminum susu putih yang tersedia di atas meja sambil menunggu papanya berbicara. Jangan lupakan Arka yang juga duduk di samping kiri Yuda sambil memainkan ponselnya sembari tersenyum sendiri tidak jelas.
"Ada apa, Pa? Enggak biasanya Papa mengajak kita sarapan. Papa kan sibuk," ujar Yuda dengan sedikit sindiran.
Praja yang sudah selesai sarapan menatap anak bungsunya. Praja pun tersenyum setelah berujar, "Kamu sudah kenal dengan Om Irham dan Tante Bunga kan? Dan kamu juga sudah kenal dengan Citra. Citra bilang juga kalian satu Sekolah bahkan satu angkatan."
"To the point aja, Pa. Aku harus berangkat ke Sekolah."
Arka menyimpan ponsel dan mendengar percakapan dua orang yang sejak Dewa meninggal mereka tidak akur. Arka berjaga-jaga takut Yuda mengamuk dan tidak bisa mengontrol emosi ketika berhadapan dengan Praja. Arka ngerti, sangat mengerti malah kenapa Yuda begitu membenci Praja. Sikap ambisius Praja untuk membuat Yuda menjadi sepertinya adalah alasan pertama kenapa Yuda sangat membenci Praja. Maka dari itu, disaat Arka pun tidak bisa membantah sang Papa, Arka hanya bisa menjaga adik satu-satunya dan berusaha memberikan semangat walaupun Arka tahu itu tidak berguna bagi Yuda.
"Papa ingin kamu lebih dekat dengan Citra supaya memperkuat bisnis papa dengan keluarganya."
Ucapan Praja membuat Yuda tersenyum sinis kepada Papanya. Dengan sedikit terkekeh Yuda berkata, "Jangan libatkan aku bersama bisnis sialan Papa. Itu bisnis Papa, bukan bisnis aku. Jadi Papa aja yang urus sendiri. Kalau bisa Papa aja yang dekat dengan Citra."
"YUDA!!!"
Praja terbawa emosi, terlihat dari tangannya yang mengepal hingga urat-uratnya terlihat.
"Papa kenapa sih? Aku selalu nurutin kemauan Papa. Aku nurut ketika Papa pindahkan aku ke Sekolah itu tanpa persetujuan dari aku, aku nurut ketika Papa nyuruh aku pindah ke rumah, aku juga selalu nurut ikut Papa ke pesta para kolega Papa padahal aku muak sama mereka yang hanya dekatin aku gara-gara aku anak Papa. Aku juga nurut ketika aku harus fokus sekolah dan nyerahin urusan Studio aku ke teman aku. Dan sekarang? Papa nyuruh aku deketin Citra dan lama-lama pasti papa akan jodohin aku dengan Citra dengan alasan supaya memperkuat bisnis Papa."
Yuda berdiri dan menatap Praja.
"Sekarang aku tanya ke Papa. Kenapa Papa sembunyiin perihal kematian Dewa? Kenapa Papa gak ngasih tau aku penyebab kematian Dewa? Kenapa Pa?" lanjutnya.
"Kamu gak harus tau perihal kematian Dewa. Kamu harus fokus sama sekolah kamu dan meneruskan Perusahaan bisnis Papa," ucap Praja tanpa menatap mata anak bungsunya yang semakin hari tidak bisa diatur, menurutnya.
"Bisnis, bisnis, bisnis lagi!!! Papa akhhhh..."
Yuda tidak bisa berkata-kata lagi saking kesalnya dan dia hanya bisa berteriak frustasi. Dengan raut wajah keras dan dengan amarahnya yang masih diubun-ubun, Yuda pergi meninggalkan meja makan dan berangkat ke Sekolah tanpa pamit seperti biasa.
Arka menatap wajah Praja dan berujar, "Apa enggak sebaiknya kita kasih tau Yuda Pa? Yuda juga berhak tau tentang kematian Dewa karena mereka saudara kembar. Bahkan aku bisa ngerasain kalau Yuda merasa bersalah kepada Dewa setiap hari karena Yuda berpikir dia gagal menjadi adik kembarnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
FAYUDA ✔
Подростковая литератураBagaimana bisa seseorang yang telah mati kembali menampakkan diri dalam kondisi baik-baik saja? Konyol, bukan? Namun itulah yang dialami oleh Elfarah Pradipta. Pertemuan pertama Farah dengan seorang pria bernama lengkap Yudhistira Abigail mampu mem...