[30] Luka

68 34 27
                                    

Hi, apa kabar?
Seperti biasa, jangan lupa vote dan komentarnya yah. Farah sayang kalian. Yuda juga.
Happy reading✨

🌷🌷🌷

Ruangan luas dan beberapa benda-benda tidak berguna tercecer disekitar dirinya yang terduduk dengan posisi kaki dan tangannya diikat. Ruangannya gelap dan baunya pun seperti bangunan yang sudah lama tidak dibersihkan, dan memang itu kenyataannya jika dilihat dari kondisi ruangan itu yang sudah tak layak pakai.

Mungkin hanya kegelapan yang terlihat ketika Farah membuka mata, jikalau ruangan itu tidak mengandalkan satu-satunya lampu di langit-langit yang sedikit redup.

Tubuhnya bergetar begitu dia sadar. Keringat menetes banyak dari dahinya. Kedua matanya sibuk mencari seseorang atau apapun yang dapat menyelamatkan dirinya, meskipun sedikit kemungkinan karena keadaan dirinya yang diikat dan mulutnya yang ditutup oleh lakban hitam.

Farah mengguncang tubuhnya berusaha lepas dari kursi yang sedang dia duduki. Mendapati tubuhnya yang juga terikat di kursi tersebut membuat Farah sangat kesal hingga dia hanya mampu menjerit meskipun suaranya tertahan oleh lakban.

"Putri tidur sudah sadar rupanya."

Suara seorang gadis yang berasal dari belakang tubuhnya membuat Farah siaga, takut orang itu akan menyakitinya. Kepalanya berusaha menoleh untuk memastikan siapa pemilik suara yang terdengar familiar itu.

Gadis itu menyentuh kedua pundak Farah dan mendekatkan wajahnya dari belakang, "apa kabar, Elfarah Pradipta?"

Citra?

"Dugaan lo benar, gue Citra. Dan gue adalah si sosok misterius yang sangat ingin lo dan teman-teman lo temuin." Ucap gadis itu seolah dapat membaca pikiran Farah, lalu melangkah kedepan untuk duduk di sebuah kursi tepat dihadapan Farah.

Kedua mata Farah sukses melotot tak percaya. Yang membuatnya semakin terkejut adalah Citra sedang memainkan sebilah pisau ditangannya sembari menatap tajam Farah.

Citra menghela nafas, "akhirnya kita bisa ketemu secara langsung tanpa perlu gue yang pura-pura baik didepan lo."

Citra terkekeh melihat tatapan Farah yang seolah ingin membunuhnya. Bak seorang pesakitan, Citra memainkan sebilah pisau yang masih ada ditangannya sambil mengelus pisau itu dengan sayang.

Farah melihat Citra menatap ke arah belakangnya lalu terdapat seorang pria bertubuh besar dan kekar melepaskan lakban yang ada di mulutnya. Setelah itu tubuh Farah bergetar ketika pria itu menodongkan sebuah pisau didekat leher bagian depannya. Farah semakin terkejut ketika bahu kanannya yang bebas ditekan oleh pria tadi hingga Farah tak bisa berkutik.

"Mau apa lo sebenarnya? dan apa urusan lo sama gue?" ucap Farah dengan suara sedikit bergetar. Air matanya menetes karena terlalu takut akan pisau yang ada didekat lehernya. Karena sedikit saja dia bergerak, kemungkinan besar pisau itu akan menyayat lehernya.

"Gue mau lo mati, tentu saja." Jawab Citra tanpa beban. Seolah kematian bukan hal yang perlu ditakutkan olehnya.

"Ke-kenapa?"

"Karena lo gak pantas hidup setelah apa yang lo lakuin dulu ke Rika!. Gue muak liat lo hidup setiap hari seolah gak punya dosa." Ucap Citra dengan suaranya yang pelan tapi menekan.

"Lo udah ngambil kebahagiaan Rika padahal lo tau kalau Rika itu ada perasaan lebih ke Alan.Tapi lo pura-pura bego dengan terus ngegoda Alan dan Dewa." Ucap Citra dengan nada yang berapi-api.

Citra berdiri dan berjalan ke arah Farah. Mengabaikan air mata dan rintihan Farah, dia mencengkeram rambut Farah lalu menariknya kebelakang dengan kasar.

FAYUDA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang