Dia, Suamiku

1.5K 67 6
                                    

Hai, hai. Assalamualaikum.
Gimana nih kabar kalian di penghujung bulan September?

Semoga sehat-sehat semua, ya.😊🥰

Aku next lagi, hehe. Baru selesai revisi dikit-dikit.🤭

Selamat membaca, jangan bosan-bosan, ya.

🧡🧡🧡


Samar kudengar suara pintu terbuka diiringi suara langkah kaki yang semakin mendekat. Aku mencoba untuk membuka mata—melawan rasa sakit yang tiba-tiba menerjang kepala. Hal pertama yang aku lihat adalah langit-langit ruangan yang berwarna putih, aku yakin sekarang berada di rumah sakit.


Kulihat Devan yang langsung memelukku dengan erat saat melihatku telah siuman dari pingsan, tatapannya sangat khawatir, wajah tampannya terlihat sedikit kuyuh pertanda dia tidak merawat dirinya sendiri.

"Sekarang tidak apa-apa, jangan pikirkan yang tidak perlu kamu pikirkan." Suaranya terdengar sangat lembut, tapi tersimpan kekhawatiran yang nyata.

"Aku tahu, bisa kamu lepasin pelukanmu? Aku kesusahan bernapas!" Aku berusaha untuk melepaskan pelukan Devan yang sangat kuat dan membuatku kesulitan untuk bernapas.

Devan langsung saja melepas pelukannya dan menatapku dengan penuh kekhwatiran. Dia terlihat menghela napas lelah. "Maafkan aku, aku terlalu takut sewaktu kamu pingsan rasanya setengah jiwaku terenggut begitu saja."

Mendengar perkataan Devan yang terkesan sedikit lebay tidak membuatku jijik, malah membuatku terharu. Dia adalah pria yang sangat mencintai dan menghormatiku, dia suamiku.

"Terima kasih Devan, aku baik-baik saja sekarang." Sekilas gurat legah muncul di wajahnya, mengisyaratkan bahwa Devan sangat perhatian terhadap kondisiku.

"Syukurlah kalau begitu, kata dokter kamu mengalami serangan panik jadi kamu pingsan, tapi sekarang sudah tidak apa-apa," ujar Devan penuh syukur dan mengatakan apa yang harus ia katakan.


"Oh begitu. Mungkin waktu itu aku hanya sangat takut dengan film horor yang ditayangkan, jadi itu memicu serangan panikku," balasku pelan. Sudah sangat lama aku tidak mengalami serangan panik. Baru kali ini mengalaminya setelah sekian tahun, aku mencoba menggali informasi di dalam otakku, tapi tak ada yang tersisa seakan itu sengaja ditutupi agar aku tak mengingatnya.

Devan mengangguk saat mendengar penjelasanku, meskipun raut khawatir itu tak pernah lepas dari garis wajah tampannya.

"Kalau begitu, ayo kita pulang aku sudah baik-baik saja sekarang. Lagi pula kamu sudah sangat lusuh, pasti belum mandi karena menemaniku di sini."

"No! Kamu masih belum sehat, aku akan segera kembali untuk membersihkan diri setelah Mama dan Papa datang, aku tidak memberitahu kondisimu dengan Nama Sinta takutnya mereka akan sangat khawatir." Devan menatapku dengan tatapan yang menolak ucapanku tadi.

"Em, baiklah, hal yang bagus kamu tidak memberitahukan kondisiku kepada mereka nanti mereka khawatir," balasku pelan, aku tak ingin membuat kedua orang tuaku panik di sana. Cukup mereka tahu bahwa aku baik-baik saja.

"Sayang, kamu harus makan dulu." Perkataan Devan menarikku dari lamunan sesaat. Tatapanku bertemu dengan mata Devan, aku hanya mengangguk sebagai jawaban ketika melihat Devan tersenyum lembut ke arahku.

Love In The Dark [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang