Dia akan membunuhku

1.7K 75 4
                                    

Hai, Hai. Assalamu'alaikum. 🥰

Apa kabar, nhi?

Semoga sehat selalu ya, dan jangan lupa bersyukur.

Oh, iya. Gimana part sebelumnya? Semoga suka ya. Jangan lupa ninggalin jejak ya buat cerita ini, dan Terima kasih buat yang udah support cerita DeZa Love you more 🥰, hug dari jauh.

Selamat membaca📖

✩.・*:。≻───── ⋆♡⋆ ─────.•*:。✩

Aku menggendong Elza ala bridal style. Dia mengalunkan tangannya di leherku sembari memelukku erat. Aku suka jika Elza bermanja-manja seperti ini dan aku berjanji akan selalu menjaganya--itu janjiku.

Kami telah sampai di meja makan Bi Ijah yang masih terjaga baru selesai menata makan malam di meja. Aku hanya tersenyum menatapnya karena Bi Ijah sangat peka jika aku pasti akan membawa Elza turun untuk makan malam.

Aku kemudian mendudukkan Elza di kursi, tapi dia enggan untuk melepaskan pelukannya. Aku menatapnya, mata kami saling bertemu—tatapannya sayu bibirnya ia cerutkan sehingga aku sangat gemas ingin menciumnya.

"Gak mau duduk, pangku dong terus suapin biar romantis," ujarnya sembari memalingkan wajahnya. Aku hanya tersenyum kecil Bi Ijah telah pergi meninggalkan kami karena mungkin takut mengganggu.

"Ok, Sayang, apa sih yang enggak buat kamu," balasku sembari menarik hidung mancungnya pelan.

"Ih, gak usah dicubit juga hidungnya," tuturnya sembari mengembungkan pipinya yang membuat Elza tampak sangat menggemaskan.

Aku hanya tersenyum kemudian ikut duduk dengan Elza yang ada di pangkuanku. Aku dengan perlahan mulai menyuapinya, dia makan dengan lahap. Lagi-lagi aku tersenyum, sepertinya keadaan telah berubah inilah Elza yang sebenarnya tampak manja dan menggemaskan tidak salah kedua orangtuanya sangat menjaganya.

"Aku suapin juga ya," ujarnya seketika yang menyadarkanku dari lamunan.

Aku mengangguk sebagai jawaban. Elza dengan senyuman di wajahnya mulai mengambil alih piring yang berisi makanan yang telah aku siapkan tadi, kemudian Elza mulai menyuapiku dengan telaten—kami saling menyuapi mungkin saja Elza sadar bahwa aku juga belum makan malam. Ha, andai aku tahu seperti ini rasanya mempunyai istri pasti sejak dulu aku menikah, tapi jika aku menikah lebih dulu aku tentu tak bisa bertemu dengan bidadari di depanku ini. Aku terkekeh dengan pikiranki sendiri.

"Kok ketawa? Ada yang lucu?" tanyanya. Aku hanya menggeleng jika tak ada yang salah.

"Aku 'dah kenyang," lanjutnya.

Aku meminumkan Elza segelas air putih yang diterima dengan senang hati. Aku juga meminum air untuk membasahi tenggorokanku.

"Sekarang mau langsung tidur apa santai dulu?" tanyaku sembari menyelipkan anak rambut di belakang telinganya.

"Nyantai aja dulu, kita nonton film horor," jawabnya bersemangat.

"Oh, apa kamu tidak takut?" tanyaku menyelidik.

Bola matanya mulai berkeliaran tak jelas sampai dia terkekeh kecil sembari menggaruk belakang kepalanya. Aku tahu itu tak gatal.

"Jadi?" tanyaku lagi. Motifku hanya ingin membuatnya tertawa.

"Em, sebenarnya takut sih, tapi coba aja dulu pasti seruh," jawabnya sembari tersenyum kecil.

"Ok, deal." Aku mengulurkan tangan untuk saling berjabat tangan bahwa dia tak akan menangis ketika menonton film horor. Karena aku mulai mengetahui sedikit demi sedikit bagaimana karakternya. Dia terkadang menangis hanya melihat film yang tidak terlalu sedih apa lagi yang menyangkut pembunuhan dia pasti akan menangis dan aku perna memergotinya sewaktu kami di Bali. Ha, mengingat hal itu rasanya aku ingin tertawa saja bagaimana dia menangis tersedu-sedu hanya karena film.

Love In The Dark [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang