Seminggu berlalu setelah kembalinya Elza dari rumah sakit, dia tak pernah menceritakan tentang dirinya yang sudah mengingat semuanya. Elza berpikir bahwa jika dia menceritakannya itu tidak akan mengubah apa-apa semuanya akan tetap sama.
Namun, yang membuat Elza sedikit khawatir akhir-akhir ini karena dia tidak merasakan apa-apa di perutnya seakan-akan dia tidak sedang mengandung perutnya yang sudah memasuki bulan ke empat itu memang sudah lumayan menonjol dan mengharuskannya untuk berdiam diri dan bekerja dari rumah.
"Aku harus ke rumah sakit."
Raut wajahnya tidak berubah, meskipun perasaan panik dan perasangka itu ada di dalam hatinya. Dia tidak menghubungi Devan ataupun kedua orang tuanya, dia hanya ingin memastikan apakah anak itu masih ada karena dia tidak merasakan pergerakan apa pun selama beberapa hari ini.
Elsa mengendari mobilnya sendiri menuju ke rumah sakit dan bertemu dengan dokter kandungan pribadinya.
"Maaf ibu Elza, saya harus mengatakan ini dengan berat hati, bahwa anak ibu Elza sudah meninggal 4 hari yang lalu di dalam kandungan ini, oleh karena itu kami harus melakukan operasi untuk mengeluarkan janin dari kandungan ibu."
Elza yang sudah mengetahui jawaban seperti apa yang akan dia dapatkan tetap tak bisa menerima kenyataan, baru beberapa minggu yang lalu dia tahu bahwa ia sedang hamil dan saat ini anak itu telah tiada.
"Dok, dokter bercanda kan? Gak mungkin anak saya meninggal?! Nggak mungkin dia ninggalin saya dok, anak saya dok, saya janji buat jagain dia sampai lahir, kenapa dia pergi dok." Elza terisak pilu sembari menutup wajahnya. Dia tidak terima dengan kenyataan pahit ini.
Dokter yang bernametag dokter Melisa itu keluar dari ruang rawat tempat Elza dirawat, dia ikut sedih melihat pasiennya yang kehilangan anak sebelum menyapa dunia ini.
"Hubungi keluarga pasien, operasi harus segera dilakukan jika tidak akan mempengaruhi tubuh pasien!"
"Baik dok."
Perawat itu langsung menghubungi Devan, Devan yang sedang memeriksa laporan terkejut mendapatkan telepon dari rumah sakit. Mendadak hatinya panik. Was-was, apakah itu istrinya yang kembali masuk ke rumah sakit.
"Dengan keluarga ibu Elza?"
"Iya, saya suaminya!"
"Maaf, kami menelpon bapak untuk memberitahukan jika ibu Elza harus melakukan operasi secepatnya."
"Apa?!"
Devan yang terkejut tidak mendengar penjelasan pihak rumah sakit yang menelponnya. Dia langsung menyambar jasnya dan berlari keluar, beberapa karyawan yang melihat CEO mereka berlari dengan panik cukup terkejut karena ini kali kedua mereka melihat CEO mereka pergi dengan raut wajah yang sangat panik.
"Ma, Elza, tolong Mama ke rumah sakit temuin Elza!"
Devan tak memberikan penjelasan lebih dan langsung mematikan panggilan dan melanjutkan untuk memanggil orang tua Elza.
***
Saat ini, kedua orang tua Elza dan Devan ada di rumah sakit tempat Elza dirawat, tampaknya wanita itu sangat langganan dengan rumah sakit raut wajah dari orang-orang yang datang menjenguknya sangat menyedihkan. Apa lagi Devan sang suami.
"Kenapa ini bisa terjadi?" tanya Sinta dengan raut wajah khawatir, beberapa minggu yang lalu dia baru saja bertemu dengan sang putri dalam keadaan sehat lalu kenapa putri semata wayangnya itu kembali terbaring lemah di bangsal rumah sakit.
"Maaf, Ma, Devan nggak jaga Elza dengan baik."
Sinta yang mendengar penuturan menantunya semakin merasa sedih dengan putrinya. Apakah keputusan mereka salah menikahkan Elza dengan Devan? Apakah selama ini mereka salah karena memaksa putri mereka?
"Kamu nggak salah nak, anak Ayah adalah gadis yang kuat." Bagas berusaha menenangkan menantu dan istrinya.
Sedangkan kedua orang tua Devan hanya mampu menatap iba dan juga sangat sedih melihat kondisi menantu dan putra mereka. Sepertinya mereka terlalu lama diam selama ini.
"Devan, ikut Papa sebentar!"
Devan mengikuti sang Papa menjauh dari ruang operasi Elza.
Plak!
Tamparan nyaring itu menggema di lorong rumah sakit yang cukup sepi. Devan yang mendapatkan tamparan sang Papa hanya terdiam tak membalas.
"Apa ini yang kamu maksud dengan tanggungjawab, hah? Jujur saya sebagai Papa kamu malu Dev! Apa salah menantu Papa hah? Kenapa kamu membuatnya menderita seperti ini?! Papa tidak pernah mengajarkanmu untuk menjadi pria brengsek Devan! Kurang ajar!"
"Maaf, Pa. Karena rasa ingin balas dendam Devan Elza jadi ikut terseret."
"Papa menyuruhmu untuk menjaganya Devan, bukan menyakitinya. Apa pernah kamu mengambil tindakan untuk menyakiti wanita itu? Tidak bukan? Ck, jika sejak awal kau ingin bersamanya tidak perlu berpura-pura untuk membencinya. Jika benar kau ingin membalas dendam apa yang dia perbuat kepada Elza selama ini pasti dia tidak akan melakukan hal-hal yang membayahakan nyawa Elza, tapi apa?! Omong kosong bahkan kamu rela calon cucu Papa direnggut oleh wanita ular itu, bagaimana tanggapan kamu sekarang, BRENGSEK!"
Pria paruh baya itu emosi dengan perbuatan putranya yang membuat sangat menantu menderita.
Devan hanya terdiam, dirinya aku bahwa dia adalah pria brengsek. Mulutnya berkata cinta, tapi hatinya memikirkan orang lain. Ternyata benar bahwa masa lalu akan selalu menang dari orang baru.
"Bagaiamana sekarang perasaanmu? Bahagia? Senang karena telah kehilangan cucu Papa?! Jawab Devan!"
"Tidak, Pa. Devan menyesal."
"BAJINGAN KAMU!"
Saat pria paruh baya itu ingin memukul Devan lagi sebuah tangan menghentikannya.
"Sudah Pa, ini bukan salah Devan ini salah kita karena salah mendidik. Kamu pukul seratus kali pun dia tidak akan sadar." Ternyata orang tersebut sang Mama. Devan semakin menunduk dia salah memang telah mempermainkan hati wanita lain di saat dia belum selesai dengan masa lalunya.
Bulshit! Selama ini dia hanya menutup mata akan perbuatan mantannya itu. Dia tidak pernah benar-benar mengambil tindakan yang tegas sehingga bahkan anak mereka menjadi korban. Bagaimana perasaannya saat ini? Dia sendiri tak tahu, dia saat ini semakin takut untuk bertemu dengan sang istri dirinya malu dan merasa bersalah.
"Devan, hari ini terakhir kami membantumu sisanya kamu urus sendiri, tapi jangan pernah salahkan kami jika dia kembali."
Devan makin terdiam mendengar pernyataan sang Mama. Dia yang dimaksud berarti pria itu. Haha, dia memang tidak pantas untuk sang istri, tapi dia tak rela istrinya direnggut oleh pria kejam itu.
"Devan bakalan berubah, Ma, Pa. Devan bakalan ambil tindakan tegas kali." Tekatnya.
"Itu terserah kamu, ayo Pa kasian menantu kita."
"Ingat kata-kata Papa, kamu telah menyia-nyiakan kesempatan itu, dan Papa yakin nantinya kamu akan menyesalinya. Ingat itu baik-baik."
Setelah memberikan peringatan kepada sang putra, pasangan paru baya itu akhirnya meninggalkan sendiri. Dia masih berpikir tindakan seperti apa yang harus dia ambil untuk wanita itu. Dia salah telah menutup mata untuk wanita yang telah menyakitinya berkali-kali.
"Elza maafkan aku, maafkan aku, aku bukan pria dan suami yang baik untukmu dan anak kita. Aku janji aku akan berubah." Lirihnya dengan suara yang sersk kemudian mengikuti kedua orang tuanya.
Bersambung...
Haii, maaf baru next ya.
Pasti dah bosen sama cerita ini wkwkw.
But, it's okay baru dapet ide buat lanjutin lagi hehehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love In The Dark [END✔]
FanfictionAku kira kamu mencintaiku dengan tulus, ternyata aku menipu diriku sendiri. ~Elzania Saputri Wijaya "Maaf, aku menyakitimu berkali-kali." ~ Devandra Adiguna Prasetyo Cover SC://Pinterest Start// 19 Februari 2020 ©Apy