viii. grateful

833 209 35
                                    

Aku memperbaiki posisi dudukku, lama-lama pegal juga karena harus duduk di atas bangku yang kayu nya agak jarang. Rasanya pantatku disiksa secara perlahan namun mematikan. Membuatku kesal setengah mati namun demi secangkir teh hangat dan menikmati hangatnya atmosfir di dalam gym, aku bertahan di sini.

Hujan masih turun di luar sana, jaket milik Kita bahkan sudah kupakai karena saat ini pemuda itu tengah berlatih di atas lapangan bersama yang lain. Huh, hujan musim semi memang selalu bertahan lebih lama daripada perkiraan semua orang. Aku bersyukur Kita sempat memaksaku membawa payung lipat pagi tadi.

Pelatih Klub Voli Inarizaki yang duduk di sebelahku tak mengatakan apapun karena ia sudah sangat sering melihatku berkeliaran di gymnasium tapi tak pernah membuat keributan sedikitpun. Aku bahkan jarang bersuara karena aku tak mengerti permainan voli dan malah terbenam pada novel yang biasanya kupegang.

Ah, terkadang aku ikut membantu mengisi botol minum yang sudah kosong sih. Setidaknya itu lah yang bisa kulakukan dan membuatku berhubungan baik dengan Kita karena tak mungkin Kita akan tahan denganku jika kepribadianku sama saja seperti gadis di luar sana yang mengejar-ngejar Atsumu dan yang lainnya karena mereka memiliki tampang di atas rata-rata.

"Aku akan melakukan meeting dengan yang lainnya."

Lagi?

"Aku mengerti."

Aku memberikan jawaban yang bisa memuaskan Kita namun pemuda itu malah menghela napasnya dan terlihat sangat kecewa.

Huh? Apa yang salah dengan jawabanku hingga ia memberikan respon seperti itu?

Aku mencoba mengalihkan perhatianku dengan membaca novel namun nampaknya aku tak bisa fokus. Bahkan ketika aku pamit dengan anggota klub lainnya dan pulang bersama Kita dan Aran yang lagi-lagi berpisah di pertigaan dengan kami berdua, aku masih tak bisa relaks karena Kita selalu diam.

Tak tahan karena Kita menutup rapat mulutnya, aku membuka pembicaraan. "Katakan, apa aku berbuat kesalahan?"

Kita menatapku untuk sesaat lalu menggelengkan kepalanya. "Kurasa hanya aku saja yang terlalu serius."

"Shinsuke, kau kenapa sih?"

"Entahlah, aku terus berpikir bahwa kau bersikap aneh tapi kau sendiri sudah aneh sedari awal jadi aku mengkhawatirkan hal yang tak seharusnya aku khawatirkan."

"Aku tak mengerti apa yang kau bicarakan tapi aku merasa kesal. Rasanya di tengah kalimatmu kau mengejekku." Aku menaruh tanganku di daguku, terlihat begitu serius. Kita yang berdiri di sebelahku pun mendengkus geli sembari membetulkan payungku yang bergeser dan menyebabkan bahu ku basah.

"Aku tak mengejekmu. Hanya mengatakan kenyataan saja.

Aku meneliti wajahnya lalu menghembuskan napasku. "Terserah lah, lagipula sudah kukatakan bukan, aku adalah [Full Name] yang baru. Aku sudah berubah."

"Ah ya, kau pernah berkata seperti itu."

"Shinsuke kau menjadi pelupa huh?"

"Benarkah?"

"Masih belum parah. Tapi anggap saja bahwa ini adalah hal yang normal karena kau semakin tua." Aku menepuk pundaknya dengan dramatis.

Kita di luar dugaan ku malah mendengkus geli. "Aku turut mengatakan hal yang sama, kau sudah pikun sampai lupa bahwa hari ini ada diskon di supermarket untuk bagian buah-buahan."

"Diskon hanya eksis untuk rakyat jela— KENAPA KAU BARU MENGATAKANNYA SEKARANG? KITA BAHKAN SUDAH HAMPIR SAMPAI DI RUMAH! PUTAR BALIK SHINSUKE PUTAR POSISI BADANMU DAN BANTU AKU!"

***

"Memangnya kau bisa menghabiskan ini semua?"

hiraeth - miya osamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang