"Oh, Shinsuke! Kenapa baru datang? Aku sudah kelaparan karena menunggumu sedari tadi."
"Maaf, meeting nya berjalan lebih lama daripada yang aku bayangkan." Kita memberikan paper bag berisi makan malam untukku sembari melepaskan sepatu yang ia kenakan dan membiarkanku yang sudah sibuk membongkar isi kotak untuk makan malamku hari ini. "Harusnya kau pesan saja makanan dari restoran terdekat atau langsung ke rumahku."
"Aku sedang malas bergera— WOAH KARAAGE AYAM!"
Kita mendengkus geli saat melihat mataku berbinar-binar ketika menemukan menu favoritku. "Sebegitu senangnya huh?"
"Tentu saja! Kau tak akan pernah menyadari betapa enaknya Karaage Ayam buatan Nenekmu karena kau sudah menikmatinya selama belasan tahun."
Aku berlari ke meja makan ku dan menata semua makanan yang diberikan Kita di atas meja. Berhubung aku sedang malas mengotori piring di rumahku jadi aku biarkan saja makanannya di dalam kotak masing-masing dan mengambil nasi yang sudah matang dari magic jar.
"Shinsuke, kau sudah makan?" Aku bertanya sembari mengisi gelas air minum ku.
"Tentu saja sudah." Kita duduk di kursi ruang tamuku, mengecilkan volume acara televisi yang sebelumnya ku tonton dan meraih novel yang tergeletak di atas meja. "Kau masih belum menamatkan yang satu ini?"
"Ah, aku membacanya lagi karena aku mulai lupa jalan ceritanya."
"Tak biasanya kau lupa jalan cerita sebuah novel." Kita menaikkan alisnya lalu memasang bookmark di halaman yang terakhir kali aku baca. "Aku tak menyangka kau masih menyimpan ini."
Aku menoleh ke arah Kita yang menatap bookmark dari bunga sakura kering yang sudah di bungkus dengan plastik khusus. Ia terlihat sangat mengenali penanda buku itu.
"Apha mamsutmu?"
"Bicara yang jelas."
Aku menatapnya kesal lalu menelan makanan yang ku kunyah. "Apa maksudmu?"
"Kau tak ingat?"
"Apanya?"
Kita menatapku tepat di mataku selama beberapa detik, seolah ingin mencari kebohongan di wajahku tapi sayang sekali, aku tak mengerti dan tak ingat.
Penanda buku itu hanyalah sebuah benda yang kutemukan di saat aku membereskan meja belajarku. Sedari awal aku memang pecinta bunga sakura, walaupun aku tak bisa dikategorikan feminim dari cara berpakaian maupun sikapku. Mungkin karena warna rambutku, aku juga ikut menyukai bunga berwarna pink itu.
Selain itu, tak ada alasan khusus kenapa aku menyimpan penanda buku yang saat ini sudah berada di jemari Kita.
"Aku pulang dulu."
"Shinsuke?! Kau bahkan belum menjawab pertanyaanku!"
Kita yang sudah beranjak menuju pintu depan menghentikan langkahnya, aku tak bisa melihat wajahnya dari posisiku tapi aku merasa sedikit aneh. Ada yang janggal dengan sikap Kita. Ia bukanlah tipe yang meninggalkanku tanpa sebuah jawaban ketika aku bertanya kepadanya.
"Kau tak perlu jawabanku. Kau akan ingat, suatu hari nanti."
Lalu ia pergi, meninggalkanku yang menatap punggungnya yang sudah menghilang dibalik pintu yang ia tutup rapat dengan dahi berkerut dan rasa kesal yang berkumpul di dada.
"Ada apa sih? Shinsuke aneh."
***
Hujan pagi hari di musim semi, aku tak terlalu menyukai apa yang ku lihat saat ini. Langkah terhenti di koridor sekolah, menatap pohon sakura besar yang selalu menjadi spot favorit anggota klub seni dan rasa dingin yang menjalar di sepanjang tulang punggungku. Aku tak menyukai apa yang kurasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
hiraeth - miya osamu
Fanfiction6 tahun berpacaran dengan Miya Atsumu, [Full Name] tak pernah mengetahui bahwa pria yang ia kencani bukanlah Atsumu melainkan kembarannya, Miya Osamu. [Name] bahkan baru tahu kebenarannya ketika Atsumu berbicara kepadanya dan menyerahkan surat-surat...