Hari Rabuku diawali dengan pelajaran Matematika yang kurang aku sukai dan diakhiri dengan tugas yang menumpuk. Seolah para guru sepakat untuk memberi tugas dengan deadline singkat hari ini.
Setelah menggunakan perpustakaan hingga diusir secara halus oleh petugas perpustakaan karena mereka harus tutup, aku pindah ke gymnasium dimana aku langsung duduk di salah satu sudut yang menjauhkanku dari Atsumu yang kelihatan heboh hari ini.
Persentase bola nyasarnya mengenaiku jika aku duduk di dekat lapangan sangatlah besar jadi aku harus mencari spot aman.
Aku sudah belajar dari pengalaman. Spike Atsumu itu sakit sekali. Sudah cukup aku pingsan sekali olehnya.
Satu pekerjaan rumah sudah terselesaikan dengan baik setelah puluhan menit berlalu.
Aku selanjutnya melakukan peregangan sejenak karena sedari tadi menunduk hingga leher ku pegal karena menulis dengan hanya bermodalkan tas yang berada di atas pahaku.
Kemudian dengan malas aku meraih ponselku yang berbunyi karena Shou mengirimiku sebuah pesan berisi foto anak rusa yang baru lahir di Kuil.
Aku tersenyum tipis, membalas dengan stiker lalu kembali mematikan layar ponselku.
"Woah, sejak kapan senpai pakai smartphone? Kenapa tak bilang-bilang kepadaku huh? Harusnya senpai bercerita jadi kita bisa tukaran id line."
Atsumu yang tiba-tiba muncul membuatku kaget dengan presensi serta rentetan pertanyaannya. Nyaris menghujaninya dengan kalimat kasar namun aku berhasil menahan diri karena tampang penasarannya itu.
"Aku tak tahu kapan aku membelinya sih tapi aku memang sudah menggunakannya sebelum spikemu mengenai kepalaku."
Atsumu tertawa cengengesan, teringat bagaimana spikenya mendarat mengenaiku hingga membuatku pingsan di tempat. "Maaf-maaf, jadi mana id line senpai?"
"Loh, 'kan bisa minta langsung ke Osamu." Balasku padanya yang sudah duduk di sebelahku.
"Minta ke Osamu? Tidak mau ah, dia 'kan pelit dan cemburuan. Cih padahal belum resmi tapi berlagak seolah ia sudah menang dalam pertempurannya." Atsumu mengeluarkan ponselnya dan menscan kode qr lineku. Dalam sekejap profilku sudah berada di barisan friend listnya. "Nanti senpai aku masukkan ke dalam grup tim inti, oke?"
"Eh, untuk apa?"
"Sudah seharusnya bukan? Senpai sudah seperti manajer di klub ini walau tak resmi. Lalu, yang lain bisa menambahmu ke kontak mereka tanpa harus memakai cara ribet seperti ini."
"Haha, baiklah." Aku menyingkirkan semua bukuku yang berserakan ke dalam tas sekolahku. Sebaiknya aku kerjakan sisanya di apartemen karena aku tak bisa konsentrasi jika Atsumu terus mengajakku berbicara seperti ini. "Kau tak latihan servis jump floater mu lagi?"
Atsumu menggelengkan kepalanya. "Aku merasa stuck di suatu tempat semenjak Osamu berhasil menerimanya dengan sempurna. Sementang sudah dapat calon pacar, mood dan permainan jadi lebih bagus. Aku tak terima."
Aku tertawa, tangan dengan refleks menepuk-nepuk pundak Atsumu penuh simpati. "Apa aku harus minta maaf?"
Lagi, ia menggeleng. "Aku justru senang. Akhirnya Samu berhasil mengungkapkan perasaannya itu. Walau aku tak mengerti kenapa Senpai menggantungnya sih. Memangnya apa yang kurang dari Samu?"
Menggantung.
Entah kenapa rasanya menyakitkan sekali mendengar kalimat itu dari seseorang yang memiliki wajah yang sama dengan Osamu.
Seakan Osamu sendiri lah yang menanyakan hal itu kepadaku.
Namun, aku tak bisa menyalahkan Atsumu karena itu benar adanya. Kenyataannya, aku memang menggantung Osamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
hiraeth - miya osamu
Fanfiction6 tahun berpacaran dengan Miya Atsumu, [Full Name] tak pernah mengetahui bahwa pria yang ia kencani bukanlah Atsumu melainkan kembarannya, Miya Osamu. [Name] bahkan baru tahu kebenarannya ketika Atsumu berbicara kepadanya dan menyerahkan surat-surat...