Destinasi kami selanjutnya adalah Kuil Fushimi Inari dan Tori nya yang berjumlah begitu banyak.
Awalnya, aku hanya mengambil foto diriku sendiri. Entah itu selfie atau meminta tolong kepada Kita yang terlihat menikmati perannya sebagai fotografer dadakan.
Namun setelah belasan menit menapaki tangga tanpa bertukar sepatah kata selain kalimat instruksi untuk berganti pose atau hitung mundur sebelum potretku terambil, akhirnya aku menurunkan egoku dan meminta tolong salah satu turis untuk mengambil fotoku berdua dengan Kita.
"Untuk apa?" Tanyanya heran saat aku menyeretnya agar berdiri di sebelahku.
"Untuk Nenekmu lah. Dia pasti akan bertanya, 'Apa kau benar-benar pergi liburan Shin-chan?'" Aku mengangkat tangan kiri Kita dan memaksanya membuat peace sign lalu kembali berujar. "Walaupun kau jawab iya, dia tak akan percaya dan malah bertanya lagi, 'Tapi, kenapa [Name]-chan tak ada disini bersamamu? Kau meninggalkannya dan bersenang-senang sendirian, ya?'"
Kita tertawa dan saat itu juga aku mendengar bunyi klik dari ponselku. Pria paruh baya yang memegang ponselku tersenyum ketika mengulurkan ponselku lagi.
"Kalian terlihat cocok. Kenapa tak sekalian coba rental yukata seperti turis yang lain? Aku tahu tempat yang murah."
"Mungkin lain kali. Sekali lagi terimakasih atas bantuan anda." Aku membungkukkan badanku lalu kembali pada Kita yang terlihat tak sabar melihat hasil fotonya. "Sabar. Akan ku kirimkan ke ponselmu nanti."
"Oke." Balasnya.
Kami menaiki tangga lagi hingga akhirnya sampai di pelataran kuil.
"Suasananya beda sekali dengan Kuil milik keluargamu." Kita berbicara sembari melempar koin lalu menyatukan telapaknya dengan mata terpejam. "Entah kenapa di Kuil mu, aku merasa auranya cukup mencekam dan sunyi."
"Itu mungkin karena kita menempati area yang tak boleh dikunjungi pengunjung." Aku membalas, sembari menepukkan tanganku berulang kali dan berdoa untuk kelancaran aktivitas ku sekembalinya ke Osaka nanti. "Yah, aku agak mengerti apa yang kau maksud tentang auranya sih. Kuil tanpa dewa utama auranya memang tak setenang Kuil seperti milik Dewa Inari maupun Kuil yang lain."
Setelah puas berkeliling, kami pun turun ke area downtown lagi lalu singgah ke sebuah restoran keluarga dan memesan makanan berhubung sudah waktunya untuk makan siang.
Dengan tangan menempelkan ponsel ditelingaku, aku membaca daftar menu yang aku terima dari seorang pelayan. "Tak usah. Ibu dan Ayah istirahat saja. Akan jauh lebih melelahkan jika kalian mengantar kami bertiga ke Osaka— ah, satu chicken katsu curry dan satu mangkuk salad tanpa saus. Itu saja."
"Tumben kau memesan salad." Kita bertanya heran seraya mengambil buku menu dari tanganku.
"Lebih baik aku pesan sendiri daripada kau memesannya tanpa sepengetahuanku."
"Huh." Kita mendengkus pelan lalu menyebutkan pesanannya. "Beri aku satu porsi pork katsu dan tempura. Minumannya cukup air putih saja."
"[Name]-chan, kamu yakin tak mau kami antar pulang ke Osaka? Ibu masih kangen lho."
"Ibu dan Ayah harus bekerja lagi 'kan? Jarang sekali dapat waktu rehat jadi nikmati saja. Musim panas nanti aku usahakan pulang kok. Soalnya Shinsuke pasti sibuk dengan camp pelatihannya."
"Benarkah? Janji?"
"Iya, janji. Dah, aku sayang kalian."
"Kami juga, sayang."
Aku meletakkan ponselku di atas meja lalu menoleh ke arah Kita yang menatapku dalam-dalam.
"Ada apa?" Tanyaku padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
hiraeth - miya osamu
Fanfiction6 tahun berpacaran dengan Miya Atsumu, [Full Name] tak pernah mengetahui bahwa pria yang ia kencani bukanlah Atsumu melainkan kembarannya, Miya Osamu. [Name] bahkan baru tahu kebenarannya ketika Atsumu berbicara kepadanya dan menyerahkan surat-surat...