vi. nikujaga and onigiri

958 222 11
                                    


Makan siang bersama 'Atsumu' tak selalu menyenangkan seperti yang berada dalam imajinasiku. Kencan romantis dengannya di cafe lucu dan memakan parfait khusus couple? Pergi ke TDL dan menikmati menu khusus yang dijual restoran di dalam sana? Ha, aku tak akan pernah bisa melakukannya tanpa kacamata dan masker yang harus 'Atsumu' kenakan setelah dua tahun berkencan dengannya. Kencan dengan normal hanya bisa kami lakukan sebelum aku melanjutkan studi ku ke Tokyo dan aku mulai bosan dengan takoyaki.

Jika kami makan di luar, di cafe atau restoran keluarga misalnya, kami akan dihadiahi tatapan oleh orang lain. Kau tahu, tatapan di saat kau menemukan idolamu di tengah jalanan. Dan tatapan sejenis itu membuatku yang berada di sebelahnya merasa tak nyaman hingga menelan makanan saja terasa sangat sulit.

Sering kali fangirl 'Osamu' muncul dan meminta tanda tangannya walaupun pada kenyataan nya 'Atsumu' tak lah bisa memberikan tanda tangan yang sama jadi terkadang mereka harus puas dengan foto bersama.

'Atsumu' melakukan nya karena terpaksa mengingat tak banyak yang mengetahui bahwa ia adalah kembar identik dengan saudaranya. Penggemar dari jaman SMA pasti sudah tahu tapi tidak dengan yang menyukai 'Osamu' di saat ia debut di Liga Divisi 1. Kurangnya rasa ingin tahu untuk mencari informasi yang lebih dalam malah membuat diriku menderita.

Mereka memanggil diri mereka penggemar? Menggelikan.

Makanya kami lebih sering makan di rumah atau di kedai Onigiri milik 'Atsumu' setelah ia membuka usahanya. Terkadang begitu membosankan karena ruangan dan furnitur nya selalu sama namun menikmati menu baru yang dibuat oleh 'Atsumu' lebih dahulu daripada orang lain serta melihat punggungnya yang kokoh di hadapanku membuatku merasakan apa yang namanya rumah dan tempat untuk kembali.

Sekarang aku baru mengerti betapa berharganya memori itu. Bagaimana 'Atsumu' tersenyum saat aku menyukai menu baru yang ia buat dan tangannya yang mengusak rambutku, aku ingin melihatnya sekali lagi. Me-reka yang sudah tersimpan di memoriku saja tak lah cukup.

Kalau di masa SMA sih kami tak pernah makan bersama di kafetaria, terlalu menarik perhatian dan aku tak bisa fokus makan di saat siswi-siswi lain menatap punggungku seolah mereka akan melubanginya. Jika tatapan bisa membunuh, aku pasti sudah mati sejak dulu. Dengan cara tragis dimana punggung ku penuh luka.

"Kau sudah menunggu lama, Osamu?" Aku duduk di hadapannya, meletakkan nampan makan serta gelas minuman yang sebelumnya diberikan bibi penjaga kantin. Agak gugup di dalam hati karena takut tak bisa mengontrol diriku karena hanya kami berdua yang menempati meja panjang ini. Namun aku berusaha sebisa mungkin untuk mrmasang tampang tenang.

"Senpai, kenapa kau mengambil makananmu tanpa memberitahuku terlebih dahulu?"

"Huh? Apa maksudmu?" Aku yang sudah mematahkan sumpit baru langsung menatap Osamu yang sedang merogoh saku blazer coklatnya. Alih-alih menjawab pertanyaanku, ia malah bertanya kepadaku.

"Aku ingin memberikan ini kepadamu sebelumnya. Aku pikir kau akan menyapaku terlebih dahulu sebelum mengambil makan siangmu. Salahku, maaf."

Aku menatap kertas yang ia sodorkan lalu menerimanya dengan tatapan penuh pertanyaan. Beruntungnya Osamu kembali berbicara, menjawab pertanyaan yang tak pernah ku utarakan secara langsung.

"Kupon diskon khusus anggota klub elit. Saat ini hanya tim inti klub voli putra dan klub marching band yang mempunyainya."

"Ah sou? Sepadan dengan kerja keras kalian sih. Sekolah setidaknya harus melakukan ini untuk memberikan apresiasi atas prestasi kalian." Aku membalikkan kupon yang ku pegang dan menyadari bahwa ini sudah kupon ke sekian yang Osamu punya berdasarkan dari nomor digitnya. "Tapi kenapa kau memberikannya kepadaku? Harusnya kau nikmati sendiri saja."

hiraeth - miya osamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang