xxxv. farewell

130 23 1
                                    

"Kau akan pindah?"

"Yup, ke Hokkaido."

Jauh sekali. Osamu membatin sembari menatap pemuda yang memakai pakaian kasual di hadapannya.

Sesaat ia bergidik, membayangkan udara Hokkaido dan terutama musim dinginnya yang sangat berbeda dengan area Kansai.

"Kenapa tiba-tiba?"

"Orang tuaku pindah tempat kerja dan yah, aku sudah tak punya alasan untuk tetap disini."

Osamu memberikannya sebuah tatapan bingung sehingga Hiroto-pemuda yang Osamu temui saat ini-kembali bersuara.

"Aku membuat janji pada diriku sendiri." Hiroto membuka ransel nya dan mengeluarkan sebuah buku yang berukuran kecil. "Bahwa jika seandainya [Name] kembali mengajakku berbicara, aku akan ikut dengan orang tuaku ke Hokaido."

"Janji yang aneh." Osamu berkomentar, membuat tawa kecil keluar dari mulut lawan bicaranya.

"Kau tahu, itu hanyalah omong kosong semata. Mana mungkin aku menyangka bahwa ia benar-benar akan berbicara denganku."

"Membuatmu bernostalgia huh?"

"Oh tak usah cemburu," Hiroto mengibaskan tangannya yang memegang sebuah buku. "Aku tak akan merebutnya darimu."

"Setidaknya bukan saat ini." Osamu melipat tangannya di depan dadanya. "Benarkan?"

Hiroto mengendikkan bahunya. Sekilas membuat Osamu agak geram karena pemuda di hadapannya ini pandai berkilah. Jauh berbeda dengan mantan-mantan [Name] yang lain yang gampang ia intimidasi bahkan hanya dengan tatapan atau fisiknya yang menjulang.

"Turunkan penjagaanmu. Toh aku akan segera pergi ke tempat yang jauh sekali." Hiroto memukul lengan Osamu dengan buku di tangannya. "Nih, hadiah untukmu dan [Name]."

Osamu menerima buku yang Hiroto ulurkan ke arahnya. "Apa ini?"

"Diary milik [Name]."

"... Bukankah harusnya kau yang memberikan barang pribadi miliknya secara langsung?"

Hiroto menyunggingkan sebuah senyuman, "Jika ku lakukan, apa kau mau memiliki saingan yang baru lagi? Aku berusaha begitu keras untuk menjaga jarak lho."

"Tidak dan terima kasih."

"Jawaban yang bagus." Hiroto melayangkan pandangannya pada arlojinya. "Aku akan berangkat sekarang sebelum ketinggalan pesawat. Aku titip [Name] padamu, oke?"

Osamu mendengus geli, "Apa yang kau khawatirkan? Aku akan menjaganya, tenang saja."

Hiroto tak tertawa, sama sekali tak seperti yang Osamu harapkan padahal ia hanya ingin melontarkan sebuah candaan.

"Apa? Apa [Name] dalam bahaya?"

Menggelengkan kepalanya, Hiroto mengambil langkah meninggalkan taman tempat ia dan Osamu bertemu. "Kau akan tahu saat membaca diary itu. Oh, nomorku masih sama, jaga-jaga jika kau ingin menghubungiku."

Osamu membuat tampang jijik yang berhasil membuat Hiroto tergelak.

"Sampai jumpa. Lain kali kita bertemu, kau harus jauh lebih sukses dariku. Berhubung aku masih 100% menyukai [Name], bisa saja ia beralih haluan kepada pria yang lebih mapan." Hiroto melambai sebelum ia menghilang dari area taman tempat ia bertemu dengan Osamu.

Osamu membuang pandangannya dan ikutan tergelak. "Bajingan."

Tidak, ia tak sepenuhnya benci dengan Hiroto. Sangat natural jika ia mengumpat dalam situasi seperti ini. Apalagi mengetahui bahwa dirinya punya begitu banyak saingan hanya untuk mendapatkan [Name].

hiraeth - miya osamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang