xxxii. value

142 32 3
                                    

Esok hari datang dengan cepat dan aku bahkan tak punya waktu untuk memikirkan ucapan Reiko karena rentetan kejadian di pagi hari yang membuat kepalaku pusing bukan kepalang.

Uwabaki ku hilang begitu aku membuka lokerku, membuatku terpaksa meminjam uwabaki Shinsuke yang saat itu hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil berkata, "Apa kubilang? Harusnya kau sediakan cadangan seperti yang ku lakukan."

Dia masih menyebalkan seperti biasanya namun aku mengapresiasi kebaikan dan sorot matanya yang ikut prihatin dengan perlakuan tak menyenangkan yang ku terima.

Kita tak bertanya atau menawarkan bantuan selain meminjamkan uwabaki miliknya. Ia tahu bahwa aku bisa mengatasi semua ini sendirian seperti yang ku lakukan di masa lampau.

Tipikal yang hanya akan turun tangan jika suasananya mulai genting.

Jadi, aku akhirnya menyusuri lorong sekolah dengan setengah menyeret langkahku karena uwabaki miliknya yang kebesaran di kaki ku.

Selanjutnya, begitu aku sampai di kelas ada lem di kursi yang ku tempati -beruntung aku belum sempat duduk karena sadar dengan bau yang menyengat dari kursiku.

Membayangkan bagaimana aku terjebak di sana dan berusaha berdiri tanpa harus mengambil resiko dengan merobek rok ku membuatku merinding. Hanya psycho yang bisa memikirkan hal seperti ini. Pelakunya terlihat jelas ingin mempermalukanku.

Reiko yang baru masuk ke kelas menatapku dengan tatapan bingung lalu memberi sebuah senyuman miring. "Jangan menatapku seperti itu, apapun yang terjadi padamu pagi ini bukan karenaku, aku baru selesai dengan kegiatan klub bersama Aya."

Aya yang muncul di belakangnya dengan senyuman lebar. "Yo, [Name]-chan! Bagaimana kabarmu? Kalau Aya sih lelah sekali, pagi-pagi harus latihan hehe. Lagipula ide siapa sih kita harus latihan sepagi ini?"

"Ide ketua klub marching band."

"Rei-chan, lain kali tolong tendang sendi lututnya biar dia berlutut minta maaf di hadapan Aya."

"Nice idea. Akan ku coba."

Aya dan Rei memang kombinasi yang menarik. Tak peduli seberapa berisik Aya, Rei selalu membalas pertanyaannya. Mungkin karena itu lah mereka berteman.

Namun suasana hatiku sedang buruk saat ini untuk meladeni mereka. Lupakan untuk membalas pertanyaannya, mengangkat dua sudut bibirku demi menyunggingkan sebuah senyuman kepadanya saja aku tak sanggup.

Aku meletakkan tas yang ku sandang sedari tadi di atas meja lalu memijit pelipisku. "Kalian tahu dimana aku bisa dapatkan kursi yang baru?"

Aya berhenti bergerak beberapa detik lalu menunjuk arah yang sama dengan Rei seakan mereka adalah bisa telepati. "Kelas kosong dekat tangga darurat. Biasanya hanya dipakai anggota osis sekolah, ada banyak kursi dan meja yang masih bagus. Aya tahu karena sering ke sana."

"Thanks."

Beberapa menit kemudian dengan napas yang putus-putus akhirnya aku berhasil mendapatkan kursi baru sekaligus menyingkirkan kursi lamaku.

Apa ini yang pelakunya incar? Membuatku kelelahan dengan sengaja dan pingsan? Karena jika benar, dia nyaris berhasil membuatku masuk UKS.

Sayangnya jimat yang Shou berikan masih bekerja hingga detik ini dan aku tak pernah menyingkirkannya dari pakaian apapun yang ku kenakan.

Kelas sudah ramai saat aku berhasil duduk di kursiku. Aya juga sudah pergi ke kelasnya, meninggalkan Rei yang sibuk mengetukkan jemarinya di atas meja seolah menghafalkan nada lagu yang harus ia mainkan saat mengiringi pertandingan klub voli nanti.

hiraeth - miya osamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang