Rumah keluarga Miya di Osaka akan selalu menjadi tempat pulang ke tiga di hatiku. Setelah rumah yang ku tempati bersama 'Atsumu' dan rumah orang tuaku di Kyoto.
Ada kalanya aku akan mampir ke sana, sekedar untuk menyapa si Bunda setelah sekian lama tak berjumpa dan duduk menikmati masakan nya yang selalu enak di lidahku.
Melihat album masa kecil si kembar juga merupakan hal yang kusukai, di tambah Bunda akan menceritakan setiap kejadian di balik foto itu.
Saat dimana Osamu pertama kali bisa berjalan atau kejadian dimana Atsumu masih takut naik wahana di taman bermain sebelum ia genap berumur 8 tahun, misalnya. Tawanya yang khas setiap kali ia mengenang kejadian yang lucu tentang masa kecil kedua putranya pun tak bisa kuhilangkan dari memoriku.
Perhatian yang ia berikan juga selalu berhasil membuatku merasa beruntung. Bahwa kelak, aku akan mempunyai mertua sebaik dirinya dan aku tak perlu takut akan dibenci. Tidak seperti cerita teman masa SMP ku yang memiliki masalah dengan mertuanya hingga ia ingin pindah ke tempat yang lebih jauh atau pun omongan teman-temanku yang mengatakan bahwa setelah pernikahan, sifat asli dari keluarga pasangan kita akan terlihat.
Bagiku, Bunda dan Ayah Miya baik luar dalam. Apa yang mereka lihat kan kepadaku adalah diri mereka yang sebenarnya. Terlepas dari bagaimana mereka ikut andil dalam kebohongan 'Atsumu'.
Satu hal yang ku ketahui, mereka tak pernah dendam kepadaku. Bahkan di saat upacara pemakaman 'Atsumu' pun, Bunda Miya tak menyalahkanku dan malah meminta maaf kepadaku. Karena sudah mengetahui apa yang 'Atsumu' sembunyikan sedari awal hubungan kami berjalan.
Jujur, aku tak bisa marah atau menyalahkannya. Atas semua sandiwara yang Osamu lakukan ataupun ikut berpartisipasi menyembunyikan kebenaran yang sudah ia ketahui dari awal. Karena baginya yang sangat menyayangi putra-putranya, ia tak akan pernah bisa menentang keinginan Osamu yang sebenarnya bisa dibilang simple.
Osamu hanya ingin menjadi pasangan ku dan menyadari hal itu, Bunda Miya hanya bisa pasrah dan menyimpan luka di hatinya dalam-dalam. Tak peduli betapa tersiksanya dia saat melihat 'Atsumu' terus menyembunyikan identitasnya yang asli.
Satu hal yang ia bisa lakukan selama aku berpacaran dengan salah satu putranya adalah menyayangiku dengan tulus sebagai cara menebus rasa bersalahnya.
"Senpai bersikap terlalu aneh hari ini."
Aku yang sebelumnya bermenung dan memikirkan banyak hal di atas ranjang Osamu langsung tersentak atas ucapan Osamu yang tiba-tiba itu. Aku pikir ia sudah tidur sedari tadi, ternyata belum.
Terdiam sejenak, aku lantas membalas. "Aku tak akan mengelak dari kenyataan itu."
Kenyataan nya aku memang bersikap begitu aneh. Sebuah keajaiban malah jika Kita dan yang lainnya tak segera membawaku ke rumah sakit kejiwaan.
"Tapi kenapa? Masakan Bunda memang enak tapi tak akan sampai pada titik dimana aku akan menangis olehnya. Bunda bukan seorang koki profesional dari sebuah restoran bintang lima."
"Itu karena kau terlalu sering mencicipi masakannya, Osamu. Bunda mu bisa sedih saat ia mendengar kalimat seperti itu keluar dari mulut putranya lho."
"Ah, benar. Maaf Bunda."
Aku tertawa geli saat mendengar permintaan maafnya yang spontan.
Lawan bicara ku diam sesaat sebelum kembali bertanya. "Umm, apa ini yang dinamakan homesickness? Senpai mungkin merindukan masakan orang tua senpai."
" ..... mungkin." Aku menghela napasku lalu membalikkan posisi badanku dan menghadap ke arah rak buku milik si kembar. Bahkan dengan cahaya rembulan pun, kamar ini masih begitu terang bagiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
hiraeth - miya osamu
Fanfiction6 tahun berpacaran dengan Miya Atsumu, [Full Name] tak pernah mengetahui bahwa pria yang ia kencani bukanlah Atsumu melainkan kembarannya, Miya Osamu. [Name] bahkan baru tahu kebenarannya ketika Atsumu berbicara kepadanya dan menyerahkan surat-surat...