xl. last resorts

162 24 6
                                    

Warning : mention of sex and attempted rape.

Suna datang setelah kami menunggunya selama hampir setengah jam. Sukses membuat Atsumu yang mulai menggerutu karena pantatnya pegal karena kelamaan duduk kembali sumringah. Ternyata dia sekalian mandi dan mengganti pakaian karena ingin menumpang makan malam di rumah Nenek Yumie.

Shinsuke tak mempermasalahkannya sih. Toh Nenek Yumie akan begitu senang jika anggota klub voli main ke rumahnya dan apa yang Suna lakukan bukanlah hal yang aneh berhubung keluarga teman-temannya memang memperlakukannya seperti anak mereka sendiri.

Kedatangan pemuda dengan mata sipit itu selalu disambut agar ia tak merasakan kesepian karena jauh dari keluarganya yang tinggal di Prefektur sebelah.

"Aku heran kenapa kita tak menonton videonya di apartemen Suna saja dan malah putar arah ke rumah Kita-san." Atsumu menggerutu saat kami menaiki bis. "Mana kau mandinya lama sekali. Pantatku sampai kebas menunggumu tau!"

"Kau pikir aku ingin [Last Name]-senpai melihat bagaimana kotornya kamarku huh?" Suna membalas. Ia mengambil posisi di sebelah Atsumu sedangkan aku duduk di sebelah Osamu dan Shinsuke berdiri karena tak kebagian bangku. " Dan aku tak peduli jika pantatmu pegal kek apa kek. Kau beruntung kamarmu rapi karena Osamu rajin bersih-bersih."

"Ew, kau dan kecepatan sinyalmu dalam mengumpulkan informasi untuk mempermalukan orang lain." Atsumu memajukan tubuhnya, tangannya menutup mukanya dari samping dan suaranya berbisik kepadaku yang sedari tadi mengunakan percakapan mereka berdua. "Ucapan Suna barusan senpai anggap angin lalu saja ya. Aku orangnya rapi kok. Kadang-kadang."

Aku baru saja ingin membuka mulutku saat pemuda yang berdiri di dekat kami langsung menyambar.

"Apa yang kau malukan? [Name] itu sama saja seperti kalian, hobi membuat kamarnya berantakan." Shinsuke menyahut dengan alis naik. Sukses membuat kupingku merah karena malu. "Walau sekarang kebiasaan buruknya itu mulai agak berkurang sih."

Tanganku langsung melayang ke pinggang Shinsuke yang malah menunjukkan cengiran kepadaku karena tinjuku tak berasa apa-apa di badannya.

Aku menghela napasku dan balik nyengir kuda pada Atsumu. "Maaf aku tak bisa menyamai ekspektasimu."

Pemuda berambut kuning itu menggelengkan kepalanya dan memberikanku tatapan yang penuh pengertian. "Tak apa, setiap orang punya satu atau dua kekurangan."

Osamu memutar bola matanya saat mendengar ucapan Atsumu. "Tapi kau punya puluhan kekurangan tuh, sepertinya kau bukan manusia."

Suna tertawa cekikikan dan aku bisa melihat Atsumu menahan teriakannya. Jaraknya yang cukup jauh dengan Osamu membuat ia tak bisa melayangkan satu tendangan ke kaki kembarannya dan itu membuatnya semakin frustrasi.

Saat kami turun dari bis, Shinsuke bahkan harus memastikan mereka tak bergulat di tepi jalan raya. Bermodalkan tatapannya dan satu tangan memegang kedua bahu si kembar, aku tertawa kecil melihat bagaimana dua pemuda yang sering ribut itu seperti tikus yang di pojokkan kucing. Tak berani berbuat apa-apa.

Begitu sampai di rumah keluarga Kita, kami segera menyapa Nenek Yumie yang tersenyum lebar melihat kami datang beramai-ramai.

Setelah basa basi dengannya, kami beranjak ke lantai dua dan masuk ke kamar milik Shinsuke yang terbilang luas dan minim furnitur. Ia hanya punya satu meja belajar, satu meja bulat yang bisa digunakan Suna untuk menaruh laptopnya dan lemari pakaian yang menempel ke dinding. Tatami terhampar sepanjang mata karena ia tipikal yang lebih suka tidur di atas futon.

"Pertama kalinya kau masuk ke sini, bukan?" Shinsuke berbisik kepadaku yang masih berdiri di ambang pintu.

"Aku tak punya alasan untuk masuk ke kamarmu. Kurasa." balasku, karena sejujurnya aku tak ingat sama sekali mengenai alasan kenapa aku tak pernah masuk ke kamar Shinsuke di saat Shinsuke sudah ribuan kali bolak-balik masuk kamarku.

hiraeth - miya osamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang