xxii. marigold

371 66 7
                                    

Jujur, aku sudah tidak tahu harus bagaimana lagi. Aku seperti kehilangan pijakanku secara perlahan. Berada di ambang kewarasan yang semakin lama semakin menipis ketika sedikit demi sedikit aku mengetahui apa yang telah terjadi.

Tubuhku berdiri kaku dengan tangan terjulur menyentuh hujan gerimis dari pelataran kuil. Telapak tanganku terasa dingin, begitu juga hatiku. Air mata yang Shou tumpahkan dalam diam bahkan belum mengering dari pakaianku.

Kenapa sepertinya bakatku hanya terluka dan melukai orang lain. Kenapa disaat dicintai pun rasanya sesulit ini?

Tidak.

Kenapa semuanya menjadi serumit ini hanya karena sebuah perasaan yang bernama cinta?

Apakah rasa yang kurasakan di saat menginjak usia remaja itu adalah sesuatu yang sangat salah hingga aku dihukum seperti ini?

Atau mungkin semuanya berasal dari keputusanku untuk pergi dari Kyoto? Sebuah bercak keingintahuan dan ingin mencicipi rasa kebebasan itu semakin lama semakin menunjukkan dampaknya.

Menggenggam jemariku yang mulai terasa kebas seraya menarik napas panjang, aku memutar tubuhku menghadapi Koeda yang berdiri diam menunggu perintahku.

"Aku ingin bicara dengan Shinsuke."

"Kita-sama sedang berada di paviliun. Mari saya tunjukkan."

Koeda, wanita yang terlihat sepantaran Shou ini sepertinya sangat cepat tanggap. Tanpa dijelaskan apapun ia seperti sudah mengerti keputusanku.

Aku memang tak punya pilihan lain selain berbicara langsung dengan Shinsuke dan menanyakan apa saja yang luput dari ingatanku. Dibanding merenungkan apa saja yang telah kulupakan, lebih baik bertanya kepada seseorang yang selalu berada di dekat dan mengamatiku bukan?

"Apa saya boleh bertanya?"

"Ya."

Tanpa menghentikan langkahnya maupun melihat ke arahku sedikitpun, Koeda melontarkan pertanyaannya.

"Bagi anda, Shoutaro-sama itu figur yang seperti apa?"

"Shou? Berandalan yang bisa diandalkan, mungkin?"

"Haha ... "

Alisku naik, tak menyangka bahwa aku bisa mendengar tawa Koeda yang sejauh ini terlihat begitu tenang di hadapanku.

"Anda benar. Shoutaro adalah seorang berandalan yang dapat diandalkan." Koeda tersenyum ke arahku sebelum memberi hormat dan melangkah kesamping untuk memberiku ruang berjalan. "Aku harap kita berdua bisa berbicara nanti."

Aku tak mengerti apa maksud dari ucapan Koeda mengingat aku tak memiliki sebuah topik yang patut dibicarakan berdua saja dengannya. Tapi melihat ia seolah ingin memastikan sesuatu, aku hanya bisa menganggukkan kepalaku.

"Baiklah. Untuk sementara tolong ajak Osamu melihat area Kuil. Dia pasti mengerti jika kau bilang ini adalah saran dariku agar tidak menunggu terlalu lama."

"Saya mengerti."

"Ah, satu lagi." Aku mendekatkan bibirku ke dekat telinga Koeda. "Sebisa mungkin jauhkan Shou dari Osamu."

Koeda seolah tersenyum kepadaku ketika ia memberikan sebuah pertanyaan. "Apa anda takut jika Shoutaro-sama mengatakan hal yang tidak-tidak atau anda takut Osamu mengajaknya berkelahi?"

Aku menghela nafasku. "Apapun itu. Mereka berdua bukanlah kombinasi yang cukup baik."

Seseorang seperti Shou hanya akan cocok jika diladeni orang type seperti Atsumu yang cukup eksentrik.

"Baiklah. Selamat menikmati waktu anda."

Mengalihkan pandanganku, rasanya seperti dilanda nostalgia.

hiraeth - miya osamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang