iv. home

966 250 25
                                    


Aku tak pernah mengerti aturan dalam permainan voli. Tak berminat mempelajarinya juga karena aku tak akan pernah bisa memainkannya. Mengingat bagaimana lemahnya staminaku. Namun, melihat tim kesukaanmu memenangkan pertandingan cukuplah menyenangkan.

Aku ikut bertepuk tangan walaupun yang lain tak akan bisa mendengarkannya, di bawah sana sudah riuh dengan percakapan antara satu sama lain. Mataku tertuju pada Osamu yang meledek Atsumu di tepi lapangan. Sepertinya perihal servis Atsumu yang kerap meleset dan aku ikut tersenyum layaknya orang bodoh. Terlebih ketika Osamu nyaris tersenyum karena reaksi yang diberikan kembarannya.

Aku menutup kotak bento milik Osamu yang sudah kutandaskan-menunya adalah tamagoyaki dan beberapa potong spam panggang. Se sederhana itu namun memiliki banyak arti bagiku. Mengingat bagaimana sarapan standar ku bersama Osamu selalu berputar antara ikan salmon, tamagoyaki, sup miso, salad dan nasi putih. Ah tentu saja ikan nya dimakan oleh Osamu.

Mataku sembab, aku tak yakin bisa menyembunyikannya dari Kita tanpa mendapatkan pertanyaan dari nya jadi kubiarkan saja seperti itu. Lebih baik memikirkan jawaban seperti apa yang harus kuberikan kepadanya.

Mengikatkan kain berwarna abu-abu dengan erat hingga menutupi setiap sisi kotak bento yang berada di atas pahaku, aku beranjak turun karena gymnasium akan segera di tutup.

Suara sepatu ku yang beradu dengan tangga besi menarik perhatian Ginjima yang baru saja keluar dari ruang penyimpanan barang dengan keranjang dorong di tangannya.

"Yo!" Sapaku dengan santai kepadanya.

"Eh? Sejak kapan [Last Name]-senpai ada di sini?" Ginjima bertanya dengan nada heran. Wajar, ia sedang mengisi botol minuman dengan Riseki ketika aku masuk ke gymnasium dan mengambil posisi di sudut atas lantai dua gymnasium.

"Sejak awal pertandingan tapi aku sibuk makan sih."

Ginjima terkekeh ketika ia menyadari bahwa aku memegang sebuah kotak bento yang familiar baginya.

"Perlu ku bantu?" Tanyanya saat menyadari aku tak kunjung menemukan anak tangga selanjutnya namun aku memberikan sebuah gelengan kepala sebagai balasan dan ia mulai memunguti bola yang berada di dekatnya. "Tapi kenapa Senpai makan malam di jam segini? Yah, perempuan butuh asupan makanan setelah menangis jadi aku memahaminya. Hanya saja aku pikir Kita mengatur jam makan mu dengan ketat."

Ginjima benar, Kita memang mengatur jam makan serta menu makan ku setelah aku dilarikan ke rumah sakit setelah tak sengaja memakan udang yang berada di dalam kroket yang aku beli tanpa sepengetahuannya.

"Salahkan Kita. Aku tak akan menangis jika ia tak memaksaku."

"Huh? Apa maksud Senpai?"

"Tidak. Abaikan saja." Balasku pelan pada Ginjima yang sudah menjauh, pemuda itu tak akan mendengar suaraku karena ia sudah berbicara dengan Suna namun melihat bagaimana ia menyadari bahwa aku telah menangis agak mengangguku sedikit.

Manikku beralih pada Osamu yang sedang menusuk pinggang Atsumu dengan ujung kain pel. Ah, aku harus mengucapkan terima kasih padanya sebelum pulang.

"Osamu! Bento nya enak. Besok akan ku bawakan gantinya ya!" Aku menunjukkan kotak bento Osamu yang sudah kosong sebelum memasukkannya ke dalam tasku. Dengan cepat mengalihkan wajahku darinya sebelum ia berhasil menoleh kepadaku.

Aku tak butuh balasannya, mau tak mau akan kuisi lagi kotak bentonya sebelum ku kembalikan. Maka dari itu aku sudah berjalan menuju pintu gymnasium dan bertukar pandangan dengan Kita yang memegang jurnal harian klub.

"[Name], kau ingin meracuni Osamu?"

"Hah? Tidak kok!" Aku membalas sengit. "Kenapa kau bertanya seperti itu sih?"

hiraeth - miya osamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang