xxiv. hallucination

213 48 2
                                    

"Osamu, kau baik-baik saja?"

Kita menatap lekat-lekat lawan bicaranya yang terus-terusan mengerjapkan matanya.

"Kau terlihat pucat sekali, apa aku harus memanggil Koeda-san atau membawamu ke rumah sakit terdekat? Aku juga bisa menelpon ambulan jika kau mau."

Tidak, Kita-san. Yang terakhir itu terlalu berlebihan.

Itu yang sebenarnya ingin Osamu ucapkan saat ini. Namun lidahnya begitu kelu, apa yang ingin ucapkan atau lakukan, tak satupun dari indranya yang berkompromi.

Terlebih lagi matanya. Sedari tadi ia melihat pemandangan yang aneh.

Awalnya semua berjalan baik, Osamu menikmati tarian yang dilakukan pacar atau mungkin lebih tepat his soon to be gf,  itu.

Namun setiap kali [Name] menggerakkan Kagura Suzunya, sesering itu pula telinga Osamu berdengung dan apa yang ia lihat mulai berbeda.

[Name] yang menangis, Atsumu yang berdiri dengan wajah tertunduk di sebelah kiri tubuhnya, orang tuanya yang terus-terusan menangis serta berbagai macam alat support yang mengisi tiap inci tubuhnya. Selang-selang yang bertebaran itu benar-benar menganggu dan menghalangi jarak pandangnya yang berusaha dengan jelas mengamati lingkungan di sekitarnya.

Osamu tak mengerti dengan apa yang ia lihat. Satu hal yang ia tahu, situasi yang terjadi saat itu sangatlah parah dan sepertinya ia lah sumber kesedihan semua orang yang mengelilinginya di ruangan yang dingin itu.

Ring!

"Ugh!"

Osamu mencengkram surai abu-abunya sembari berusaha untuk tetap berdiri dengan mencengkram engsel pintu yang berada di samping tubuhnya.

Lagi, ia melihat pemandangan aneh itu lagi.

[Name] lagi-lagi menangis di samping tempat tidurnya, air mata wanita itu seperti tak ada habisnya, bahkan ia memberontak saat Shinsuke berusaha menghentikannya untuk memeluk tubuh Osamu yang kaku dan terbaring di atas ranjang putih.

Kenapa ia tak bisa menggerakkan tangannya? Osamu tak mengerti.

Padahal ia sangat ingin menghapus air mata yang menghiasi wajah [Name] yang terlihat begitu lelah itu. Sekedar mengangkat tangannya untuk menyentuh surai [Name] yang panjang itu saja dia tak bisa.

Ring!

Suara monitor yang berada di sebelah tubuhnya membuat Osamu mengerang tertahan.

Ia masih berada di Kyoto, kakinya masih berpijak, samar-samar ia masih bisa melihat [Name] menari dengan indah di tengah Aula namun apa yang ia lihat silih berganti dengan hal lain. Begitu juga dengan suhu ruangan yang seolah berubah drastis di tiap detik yang berlalu.

Yang Osamu dengar selanjutnya hanyalah bunyi beep panjang yang tak kunjung berhenti dan ia mulai tak bisa melihat wajah [Name] lagi.

Walaupun kali ini Osamu berusaha sekuat tenaga untuk tetap fokus pada situasi itu tapi pemandangannya berubah menjadi sangat gelap dan hal yang terakhir ia dengar hanya teriakan pilu [Name] yang memanggil nama kembarannya.

Ya, [Name] memanggil nama kembarannya.

Miya Atsumu.

hiraeth - miya osamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang