xxxvi. burning hatred

137 22 5
                                    

Osamu sudah menungguku di depan pintu apartemen sekembalinya aku dari rumah sakit. Ia lekat dengan bau sabun dan shampoo. Wangi lemon yang segar merekah dari tubuhnya memenuhi indra penciumanku ketika ia langsung bergerak memelukku.

Tangannya menenteng satu kantong plastik besar yang penuh dengan buah. Memamerkannya padaku dengan senyuman yg cerah.

"Dari Bunda dan Ayah untuk senpai. Katanya semoga cepat sembuh dan bisa main ke rumah lagi."

Aku tertawa, melambaikan tangan pada adik perempuan Shinsuke yang mengantarku. Gadis itu sama pendiamnya dengan kakaknya jadi ia hanya membalas dengan senyuman dan langsung menyusul mobil keluarganya yang sudah memasuki halaman rumah keluarga Kita.

"Terima kasih, Samu. Pasti capek harus mengunjungiku sesudah berlatih seharian." Aku berkata sambil membuka pintu apartemenku dan mempersilahkannya masuk.

"Senpai seperti tak tahu diriku saja. Aku yang tak akan tenang jika aku tak mengunjungi senpai malam ini juga." Ia meletakkan kantong plastik yang ia pegang di atas meja makan. "Mau ku kupaskan apel atau jeruk?"

Aku menghembuskan napasku, benar-benar tak bisa melawan ucapannya. "Jeruk saja dan oh, di kulkas ada donat jika kau mau. Dibelikan Ayah Shinsuke tapi belum sempat aku makan."

"Dengan senang hati."

Ku dengar Osamu bersiul pelan selagi membuka kulkas. Membuat kekehan kecil lepas dari mulutku selagi aku masuk ke kamar untuk meletakkan tas yang berisi pakaian kotor yang ku kenakan saat dilarikan di rumah sakit.

Beruntung aku menyetujui saran Nenek Yumie untuk mandi di rumah sakit. Siapa sangka kalau Osamu akan mengunjungiku hari ini juga?  Aku tentunya tak mau memeluknya dengan tubuh bau keringat. Kalau Osamu yang keringatan sih beda cerita. Aku tak mengerti kenapa dia selalu wangi walau sudah berada di atas lapangan selama 1 jam lebih.

Selesai dengan urusanku, aku menghampirinya dan mengambil posisi di seberang Osamu yang sedang makan donat dengan lahap.

"Enak?"

"Banget." Balasnya dengan bibir dihiasi coklat sana-sini.

"Pftt. Kau makan seperti anak kecil."

"Mustahil makan donat tanpa belepotan." Osamu menerima tisu yang ku ulurkan. "Tapi seriusan donatnya enak sekali, senpai nggak mau ikut mencoba?"

Aku menggeleng. "Tak usah, aku sedang tak selera dengan makanan penuh gula." Tanganku meraih jeruk yang sudah Osamu kupas dan letakkan di atas piring kecil. "Oh ya, apa hari ini lokerku aman?"

"Aman karena aku pasang gembok. Kuncinya akan ku berikan besok pagi."

"Loh, bukannya memasang gembok tak dibolehkan?"

"Aku yang minta izin pada wali kelas senpai. Kejadiannya sudah berulang kali sekalian saja biar mereka kapok." Osamu menutup kotak donat yang isinya sudah ia tandaskan lalu membuangnya ke tempat sampah. "Senpai adukan saja ke kepala sekolah. Ini sudah terjadi berkali-kali, bukan?"

"Mau di introgasi satu-satu pun tak ada gunanya." Aku tersenyum hambar walau mulutku terasa manis karena jeruk yang ku kunyah. "Hampir mayoritas perempuan di sekolah membenciku. Pelakunya bisa siapa saja. Aku tak heran."

Terdengar helaan napas dari arah Osamu. "Kenapa senpai malah mengikuti permainan mereka?"

"Aku hanya merasa tak ada gunanya menjelaskan kepada mereka. Kondisiku pun tak membantu. Aku tak tahu alasan kenapa aku bersikeras gonta-ganti pasangan dan terus bermusuhan dengan siswi yang lain sampai tak punya teman perempuan di sekolah."

"Tapi sepertinya senpai akur dengan pacar Aran-san dan Akagi-san."

"Huh? Pacar Aran dan Akagi?"

Osamu yang tengah mengambil susu dari kulkasku menaikkan alisnya. "Itu lho, siswi yang membantu senpai saat loker senpai di penuhi sampah. Pacar Aran-san yang tinggi dan yang pendek adalah pacar Akagi-san. Aku tak hafal namanya."

hiraeth - miya osamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang