xxxi. suspicious

147 31 2
                                    

Sekolah benar-benar sunyi dan nyaris luput dari keberadaan manusia saat aku menyusuri setiap lorong menuju lobi tempat loker sepatu berada.

Hanya ada beberapa murid yang ikut kegiatan klub terlihat berlalu lalang sesekali dan guru yang masih tinggal untuk menyelesaikan urusan mereka.

Begitu sampai di lobi, tanganku meraih pintu lokerku yang di luar dugaan terasa macet beberapa kali. Menggerutu di dalam hati, karena membuat senyumanku yang terplester di wajahku sejak beberapa menit lalu menghilang dalam sekejap.

Aku mencoba berulang kali. Bergelut dengan pintu loker yang kecil itu dengan sekuat tenagaku dan setelah puluhan detik berlalu, aku berhasil menyentakkannya dengan kuat.

Impact nya membuatku terhuyung ke belakang dan dengan beruntung menghindari semua sampah yang berjatuhan dari lokerku.

Lebih parah dari itu semua adalah ada genangan susu basi yang mulai merembes membasahi lokerku serta loker-loker di bawahnya.

Jangan tanya kondisi sepatuku di dalam sana, sudah basah kuyup tak bisa lagi ku gunakan.

Aku menutup hidungku karena bau yang menguar di udara, untuk pertama kalinya mengumpat secara terang-terangan.

"Bajingan."

Kepalaku langsung menoleh ke kanan dan ke kiri tapi hanya aku yang berada di lobi saat ini. Langit sudah berwarna jingga di luar sana. Aku tak bisa menghabiskan banyak waktu dengan berdiri diam di sini atau jalanan menuju apartemen akan semakin gelap dan minim orang yang lewat.

Memijit pelipisku, aku membatin sembari membanting pintu lokerku hanya untuk terbuka lagi dan memperlihatkan bagaimana aku harus membersihkan semua sampah di dalamnya.

Aku tak mungkin meninggalkannya dalam kondisi seperti ini. Lagipula menjaga kebersihan loker masing-masing sudah menjadi tugas murid di Inakou.

"Siapapun pelakunya, ia akan tak akan selamat dengan mudah jika aku berhasil menemukannya." Gerutuku pelan sembari menyingkirkan kertas yang sepertinya di ambil dari tempat sampah kelas.

Oh astaga, ada banyak hal yang harus ku selesaikan, begitu banyak hingga ku pikir kepalaku bisa meledak. Aku benar-benar tak butuh satu masalah tambahan yang membuat suasana hatiku memburuk.

Perploncoan seperti ini juga sudah tak zaman. Memangnya mereka anak SD yang cemburu dengan sepatu bagus milik teman sekelasnya apa?

Aku bisa membeli sepatu baru sih. Bukan sebuah masalah bagi dompetku.

Namun aku hanya bingung bagaimana caranya pulang ke apartemen dengan hanya menggunakan uwabaki yang tak cocok untuk digunakan di luar ruangan?

Napasku terhembus dengan kasar, nyaris mengumpat lagi namun terhenti karena ada dua siswi yang sedang berjalan ke arahku. Tertawa dan terlihat begitu senang membahas sesuatu namun akhirnya berhenti melangkah dan menatapku dengan canggung.

Salah satu dari mereka, gadis yang lebih tinggi dan memiliki rambut hitam panjang yang dibiarkan tergerai bersuara demi memecahkan keheningan diantara kami bertiga.

"Kenapa kau tak memanggil Kita?"

"Huh?" Aku menyahut dengan kaget. Sama sekali tak menyangka pertanyaan yang keluar dari mulutnya itu. "Kenapa aku harus memanggil dia?"

"Untuk membersihkan semua kekacauan yang terjadi di lokermu itu."

"Shinsuke bukanlah petugas kebersihan sekolah." Balasku sengit. Entah kenapa tak suka nada bicara perempuan di hadapanku ini.

Gadis itu membalas dengan mengendikkan bahunya. "Tapi semua orang tahu dia suka bersih-bersih."

Aku hanya menghela napasku dalam-dalam. Berusaha untuk sabar.

hiraeth - miya osamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang