xxix. a thief

266 40 4
                                    

Napasku terasa putus-putus ketika berhasil mencapai area dalam kuil. Tentu saja itu terjadi karena aku sudah berlari dari area luar hingga dalam Kuil demi mencari Osamu yang ternyata tak ada di kamar yang sempat ia tempati dulu.

Tangan kiriku terfokus untuk menekan pinggangku yang terasa nyeri sedangkan tangan kananku membuka lalu menutup pintu ruangan yang kosong melompong.

Osamu tidak diculik 'kan? Aku membatin dengan panik.

Tidak, tidak. Tak mungkin ia diculik. Osamu punya fisik yang mumpuni untuk membela dirinya di situasi seperti itu.

"Hum, hum, berarti dia bersama Shou." Aku berkata pada diriku sendiri sembari menopang tubuhku yang mulai lelah ke tiang lorong yang aku susuri kali ini. "Kalau dia bersama Shou, aku bisa tenang sih. Setidaknya dia bukan bersama— Mana mungkin aku bisa tenang sialan!"

Tanganku kini beralih memegang sisi kepalaku,  membicarakan tentang Shou selalu berhasil membuatku pusing.

Apa yang ia lakukan pada Osamu bisa saja diluar nalar. Mungkin saja ia akan melakukan hal bodoh seperti memberi test kepada Osamu yang pastinya akan mengikuti kemauannya itu.

"Tenanglah. Apa yang sebenarnya kau khawatirkan? Memangnya Shoutaro-san itu iblis yang ingin memakan Osamu?"

"Shin, katakan padaku, memangnya dia adalah malaikat?" Aku menoleh pada Kita yang berjalan dengan tenang menyusul posisiku. "Bukankah dia orang yang sama dengan orang yang mengacaukan kamarmu saat ia menginap di sana untuk mengunjungiku di Osaka tahun lalu?"

"Oh benar. Tumben kau ingat."

"Aku rasa jika aku cukup jengkel, aku bisa mengingat hal tentang Shou."

"Kalau begitu kau bisa ingat semuanya." Kita membalas. "Karena dia begitu menjengkelkan."

Aku mendengkus geli lalu kembali berjalan memasuki area paviliun yang Shou tempati, samar-samar bisa mendengar suara Osamu yang berkata,

"Tidak."

Lalu Shou yang ikut bersuara. "Kalau begitu, apa kau punya kembaran?"

"Kalau itu punya."

"Perempuan? Laki-laki? Kembar identik atau tidak? Apa dia yang lahir duluan?

"Laki-laki dan identik. Bedanya hanya sifat dia yang brengsek saja dan ya, dia lahir 5 menit lebih dulu dariku."

"Hoo!"

"Kau bertanya seperti detektif yang sedang menginvestigasi sebuah kasus penting saja." Aku menimpali sembari menarik Osamu mendekatiku. Tanganku bergerak mengecek wajahnya yang bingung karena aku muncul secara tiba-tiba lalu selanjutnya memutar-mutar tubuhnya.

"Oke, masih utuh." tambahku sembari memberinya sebuah jempol.

Shou menatapku kesal. "Adikku sayang, kau pikir aku ini monster huh? Tentu saja dia utuh! Dan aku memang menyelidiki sebuah kasus."

"Kasus apa?" Kali ini Kita yang bertanya.

Shou terlihat ragu untuk menjawab namun begitu ia menyadari sorot mata yang tiga remaja di hadapannya saat ini pancarkan, ia tak punya pilihan selain berbicara. "Kasus benang merah milik Osamu-kun. Benang merah miliknya putus."

"Kok bisa?!" Aku bertanya spontan sembari meraih jari kelingking Osamu. "Apa jangan-jangan soulmatenya sudah meninggal?!"

"Kau terlihat bahagia." Kita menimpali, membuatku memukul lengannya dengan spontan namun ia hanya memberiku sebuah cengiran seolah berkata bahwa ia itu terlalu lemah baginya.

"Bisa jadi tapi aku rasa itu terjadi karena ia adalah anak kembar. Benang merah yang seharusnya satu menjadi dua. Kebanyakan kasus, hanya satu kembaran yang terlahir dengan benang merah utuh sedangkan yang satu lagi tak punya atau malah putus. Kembaran Osamu-kun talinya utuh karena ia lahir duluan."

hiraeth - miya osamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang