xxviii. zero point

192 38 3
                                    

Foto di mulmed adalah visualnya Shoutaro. Taken by Koeda.

(But actually made by picrew lol)

***

"Maaf, apa kau lama menunggu?"

Osamu yang sedang melirik perkamen kuno yang bertebaran di kamar Shou langsung menggeleng dengan cepat. Manik abu-abunya kini terfokus menatap Shou yang mengambil posisi duduk di seberangnya.

Saat ini mereka hanya terpisahkan oleh meja bundar kecil di tengah-tengah kamar Shou yang bisa dibilang berantakan.

"Ah maaf, aku tak sempat membereskannya. Ada beberapa hal yang harus ku selidiki." Shou berkata seolah ia bisa membaca pikiran Osamu yang langsung mengangguk singkat.

Ia penasaran namun tak ingin bertanya karena tahu bahwa itu bukanlah hal yang sepatutnya ia pertanyakan. Jadi Osamu hanya duduk dengan kaku, memperhatikan gerak gerik lawan bicaranya.

Menyibak Kimono yang ia gunakan dengan elegan lalu menggerakkan jemarinya agar seorang Miko yang sedari tadi mengikutinya untuk meletakkan sebuah teko keramik berisi teh yang mengepul panas dan dua gelas keramik tradisional yang masih kosong, Shou akhirnya mengulas sebuah senyuman kepada Osamu.

"Aku harap kau tak membenci teh." Shou berkata setelah si gadis keluar dari ruangan dan bayangannya terlihat menjauh. "Aku cukup gila dengan teh, tahu? Rasanya tak lengkap jika mejaku tak dilengkapi secangkir teh hangat."

Osamu menelan ludahnya, entah kenapa merasa pria di hadapannya sedang mengujinya. Ditambah, sedari awal ia juga tak ingin percakapan panjang kali lebar terjadi di antaranya dan Shoutaro.

Namun Osamu punya pilihan apa memangnya? Mau ia menghindar dari Shoutaro pun, ia tak akan bisa. Terlebih poinnya masih nol atau bahkan minus di mata kakaknya [Name] itu. Jika ada kesempatan untuk menaikkan poinnya, maka Osamu harus meraihnya.

Dan situasi saat ini menguntungkannya karena Osamu bukanlah Atsumu yang cukup pemilih dalam hal yang ia konsumsi.

"Sayang sekali, saya cukup menyukai teh. Apalagi teh dari Kyoto."

Mulut Shou membulat, terlihat puas dengan jawaban Osamu lalu ia menuangkan segelas teh untuk pemuda bersurai abu-abu yang langsung menerimanya.

"Kalau begitu, langsung ke topik utamanya saja." Kali ini Shou menuangkan teko untuk mengisi gelasnya sendiri. "Kau melihat sesuatu 'kan, ketika [Name] menari tadi?"

Osamu tak langsung menjawab. Ia hanya menatap pria di hadapannya ragu. Mengingat bahwa [Name] selalu mewanti-wantinya untuk menghindari Shoutaro. Lagipula, untuk apa memberitahu orang yang baru ia kenal mengenai hal gila yang barusan ia lihat?

Yang ada Shoutaro malah akan mentertawakannya. Kendati pria itu sedikit aneh karena tahu Osamu melihat sesuatu tanpa pernah bercerita sedikit pun.

"Pertanyaan itu tak bisa saya jawab." Osamu akhirnya bersuara setelah tak tahan dengan tatapan Shou yang tak teralihkan sedikitpun dari wajahnya. Ia buru-buru meminum tehnya lalu terbatuk saat menyadari bahwa lidahnya nyaris terbakar akibat teh yang masih mengepul panas itu.

Gesturnya yang canggung itu membuat Shou tergelak. Tawanya mengisi ruangan yang sunyi dan agak temaram itu.

"Yah, bukan masalah bagiku jika kau tak ingin bicara sih." Shou melirik jari kelingking Osamu lalu kembali ke netra abu-abu milik si pemuda. "Kau bisa simpan hal itu sampai kau mati nanti atau menceritakannya pada [Name]. Sesukamu saja. Namun satu hal yang harus kau ketahui, aku hanya ingin memberimu sebuah bantuan."

hiraeth - miya osamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang