39. Ini Belum Selesai?

391 74 8
                                    

Bangunan itu lebih ke lebar daripada tinggi.

Menempati lahan pemerintah dengan halaman berhias tiang yang menyangga bendera republik Korea Selatan, tempat yang didatangi Yeeun sejujurnya butuh beberapa pemeliharaan lanjutan.

Cat putihnya telah pudar, menimbulkan kesan seperti fosil hewan yang rahasia-rahasia kehidupannya terkubur di tanah. Langit-langitnya menguning, dan lantainya dikotori jejak-jejak dari kaki yang sudah berjalan di lokasi yang kurang bersih. Tapi setidaknya ada 4 pot tanaman yang berbaris rapi di bagian depannya, kentara dirawat oleh tangan-tangan yang terampil.

Deretan hiasan yang berjuang memerangi perubahan musim, pikir Yeeun muram, dan pasti akan kalah. Dan bukankah itu mirip takdir manusia? Ada beberapa keadaan yang tidak bisa kamu ubah, hanya bisa kamu terima.

Jang Yeeun tidak pernah ke kantor polisi. Selain faktor lokasi rumah, juga karena ia tidak memiliki masalah besar yang harus melibatkan pihak berwenang. Sejujurnya, ia takut, walau tidak bisa menjelaskan apa yang membuatnya enggan berjalan masuk. Mungkin karena ini kunjungan pertamanya. Mungkin karena mengkhawatirkan Lucas. Atau yang lebih memungkinkan, gabungan dari keduanya yang bersatu menghasilkan ketakutan yang seolah membelenggu kakinya.

Ini tidak benar. Yeeun memarahi dirinya sendiri. Dia menggeleng, memaksakan diri berjalan, dengan sebaris mantera yang berdengung di kepalanya tentang pakaian yang tidak akan terlipat secara mandiri一yang berlaku pula untuk masalahnya.

Tok tok. Yeeun melongokkan kepalanya dari ambang pintu. "Permisi..."

Seorang polwan yang sibuk mengetik di kursinya menengadah. "Ada yang bisa dibantu? Atau mau buat laporan?"

Belum apa-apa saja Yeeun sudah tegang. "Bukan, Saya mau ketemu detektif Kim. Kim Doyoung atau rekannya? Lee Taeyong?" Dia nyengir, berharap tebakannya atas nama-nama itu benar. "Ada teman Saya yang mereka ... Tahan."

"Di sana." Si polwan menunjuk ke sebuah lorong. "Doyoung! Ada tamu!"

Lorong itu membawa Yeeun ke ruangan besar yang didominasi meja dan kursi dengan para petugas berwajah sangar yang menginterogasi remaja-remaja pembuat onar. Ini tempat penuh gerakan, dunia yang tak pernah sepi bahkan hingga malam menjelang.

Detektif Kim rupanya tak kalah sibuk. Dia dan pria bernama Lee Taeyong itu tengah adu panco, dengan sekotak makaron yang tersisa 1 yang agaknya jadi bahan taruhan mereka. Tubuh yang lebih besar dan tinggi menguntungkannya, sementara Lee Taeyong sebagai pihak yang kalah bertanya apakah dia Hulk yang menyamar.

Yeeun berdeham. "Detektif Kim?"

Keduanya segera memisahkan diri. Yang dipanggil meraup hadiah kemenangannya dan sengaja mengunyahnya dengan suara keras. "Ya? Oh kamu. Kasus SMA Milenia?"

"Saya一"

"Duduk di sini." Pria itu dengan sopan menarik sebuah kursi untuknya, dan dengan lihai, menghindari lemparan kotak kosong makaron dari temannya sambil terkekeh. "Nah, Jang Yeeun. Ada apa?"

Di meja pribadi sang detektif, terdapat foto keluarganya yang terdiri dari ibu, ayah, dan laki-laki yang Yeeun yakini merupakan kakaknya. Buku catatannya tertutup, tapi pulpennya siap sedia untuk digunakan menulis kapan saja. "Saya mau ngunjungin Lucas. Apa dia boleh nerima tamu?"

"Lucas Wong?"

"Ya."

Detektif Kim memutar-mutar pulpen di tangannya. "Dia udah pergi. Apa dia nggak ngabarin kamu?"

"Maaf?" Kalau itu benar, ini berita baru bagi Yeeun. "Apa dia udah dibebasin? Kapan?"

"Kemarin malem." Si detektif mengambil beberapa lembar kertas dari tumpukan berkasnya. "Pengacaranya keberatan dia ditahan terlalu lama, terlebih karena kamu dan Lee Jeno ngasih keterangan yang mendukung dia. Lucas nggak punya catatan kriminal一itu jadi nilai tambah. Yang kedua, nggak ada pihak manapun yang nuntut dia."

AURA : Past Sins ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang