Lee Jeno akhirnya tersandung juga.
Dari luar, dia terkesan baik-baik saja, tidak terusik, tidak tersentuh. Tapi Yeeun sudah pernah melihatnya berada di titik terendah, ketika di moment yang langka dia berhenti tersenyum, dan membiarkan dirinya yang sejati melesat ke permukaan setelah selama ini tersembunyi dengan baik.
Bangkai tikus, coretan di dinding, dan kunjungan teman lama yang bertingkah mirip iblis, semua itu tidak bisa dilupakan begitu saja. Semua itu mestinya cukup untuk membuat siapapun一yang hidupnya semula ideal一menjadi runtuh. Jeno berbeda. Jeno tidak mengeluh, namun, jauh di dalam, semua peristiwa itu pasti menggerogotinya seperti racun.
Kini, dia berdiri di depan Yeeun, dalam keadaan pucat dan sakit一yang Yeeun yakini tidak sepenuhnya disebabkan oleh semakin dinginnya udara berkat perubahan musim.
Aura birunya sudah nyaris terkikis habis.
Berabad-abad yang lalu, sewaktu sains belum populer, orang-orang pasti mengira kalau air yang menggerus batu hanyalah mitos belaka, dan pelaku yang mengatakan itu akan otomatis dilabeli orang sinting.
Tidak berbeda dengan sepercik api. Jika kamu membuang sepuntung rokok menyala di dekat pepohonan, barangkali kamu pikir api itu akan padam dengan sendirinya. Barulah setelah api tersebut beraksi, kamu akan sadar bahwa masalah besar kadang-kadang berawal dari sesuatu yang sangat diremehkan.
Seperti api kecil yang bisa membabat hutan luas, banyak yang lupa bahwa kesedihan juga bisa membuat seseorang tumbang.
"Jeno, kamu perlu duduk sebentar?" Yeeun bertanya, sambil menggeser posisi tubuhnya untuk menyediakan lebih banyak tempat. "Mukamu pucet."
Usai Yeeun mengatakan itu, Hendery mengangkat kepala dan dengan cepat mencapai kesimpulan yang sama. "Lagi sakit? Tiduran aja di ruang kesehatan. Lumayan kasurnya empuk."
"Kata orang yang sering nginep di sana," sambung Yeeun, dan Hendery seketika terbahak.
Renjun memperhatikan temannya dengan raut prihatin. "Mahasiswa teladan, dia jarang mau bolos."
"Percuma aja kalau maksain一"
Tapi sebelum Yeeun menasehatinya lebih jauh, lebih lengkap, sebuah suara lain menginterupsi disusul satu kotak yang diacungkan di depan wajah Jeno. "Ada hadiah buatmu."
Orang yang menyatakannya adalah seorang mahasiswa bertampang bosan yang tidak senang dengan tugasnya. Tangannya menggoyang-goyangkan kotak mungil seukuran kotak arloji yang terbungkus rapi. "Ada yang ngasih ini ke satpam, dan satpam nyuruh aku ngasih ke kamu. Dia nggak bilang siapa yang ngirim."
"Lagi?" Renjun tampak geli. Lalu pada Yeeun dan Hendery yang ternganga tidak mengerti, cowok itu menerangkan, "Dia sering dapet hadiah. Fansnya segudang."
Setengah malu dan setengah heran, Jeno menerima hadiahnya dan berterima kasih. Si pembawa pesan pun pergi. Dia menimang benda itu, mengocoknya untuk mengintip isinya dari luar, namun hanya ada bunyi guncangan lembut yang tidak bisa menjadi petunjuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
AURA : Past Sins ✔️
FanfictionBagaimana rasanya bisa mengetahui waktu kematian orang lain? Jang Yeeun bisa melihat warna aura, dan melalui itu memperkirakan waktu kematian seseorang. Suatu hari, dia mendapati Lee Jeno, salah satu orang yang ia kenal, diselubungi aura berwarna hi...